Mohon tunggu...
Yulius Maran
Yulius Maran Mohon Tunggu... Educational Coach

- Gutta Cavat Lapidem Non Vi Sed Saepe Cadendo -

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

STEAM + AR untuk Pendidikan Bermutu

13 September 2025   22:43 Diperbarui: 13 September 2025   22:43 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pagi itu di sebuah kelas SMA di pinggiran Jakarta, suasana belajar berbeda dari biasanya. Murid-murid mengarahkan gawai mereka ke sebuah gambar jantung manusia yang terpampang di layar. Seketika, jantung itu "hidup"---berdenyut, memompa darah, dan memperlihatkan setiap ruang serta katup dengan jelas. Tawa, decak kagum, hingga rasa ingin tahu memenuhi ruangan. "Pak, kalau katup ini rusak, apa yang terjadi?" tanya seorang siswa penuh semangat. Guru tersenyum, sadar bahwa pembelajaran sains hari ini telah menyalakan api rasa ingin tahu yang sejati.

Inilah wajah baru pendidikan: STEAM (Science, Technology, Engineering, Arts, Mathematics) yang diperkaya dengan Augmented Reality (AR). Pembelajaran tidak lagi sekadar menghafal rumus dan definisi, melainkan memberi pengalaman imersif yang memadukan logika, imajinasi, dan kreativitas. Model ini menjadi jawaban ketika kita berbicara tentang pendidikan bermutu yang siap hadapi tantangan abad 21---pendidikan yang memampukan murid bukan hanya untuk lulus ujian, tetapi juga menghadapi kompleksitas kehidupan.

Pendidikan Bermutu dan Abad 21

Abad 21 menghadirkan tantangan yang jauh berbeda dari masa lalu: digitalisasi, kecerdasan buatan, perubahan iklim, hingga disrupsi sosial-ekonomi. Dalam konteks ini, pendidikan bermutu tidak lagi cukup diukur dari kelengkapan fasilitas atau nilai ujian, melainkan dari sejauh mana sekolah menyiapkan murid untuk berpikir kritis, kreatif, kolaboratif, dan komunikatif.

Menurut Hirst (1974), kurikulum seharusnya menjadi sarana pembentukan struktur pengetahuan, bukan sekadar kumpulan fakta. Bila pendidikan hanya berhenti pada transfer informasi, murid akan kehilangan kemampuan menafsirkan realitas baru yang terus berubah.

Dewey menambahkan bahwa pendidikan adalah proses rekonstruksi pengalaman (Garrison, Neubert, & Reich, 2012). Sekolah mesti memberi ruang bagi murid untuk mencoba, gagal, merefleksi, lalu menemukan makna. Dari kerangka ini, pembelajaran STEAM + AR menjadi relevan: ia menyatukan sains dengan kreativitas, teknologi dengan seni, serta teori dengan pengalaman nyata.

Dari STEM ke STEAM

Konsep STEM telah lama diperjuangkan untuk meningkatkan literasi sains, teknologi, teknik, dan matematika. Namun, abad 21 menuntut lebih. Dengan menambahkan Arts, lahirlah STEAM, yang memperluas cakupan dari penguasaan logika ke pengembangan imajinasi dan empati.

Kreativitas inilah yang membuat inovasi mungkin terjadi. Seorang murid yang menguasai matematika bisa merancang aplikasi keuangan sederhana. Tetapi, bila ditambah dimensi seni, ia dapat menghadirkan aplikasi yang ramah pengguna, menarik, sekaligus bermanfaat luas. Seni memberi ruh pada logika, dan logika memberi struktur pada seni.

Nietzsche mengingatkan bahwa pendidikan tidak boleh terjebak pada utilitas praktis semata. Ia harus memantik daya cipta yang mengangkat kemanusiaan melalui estetika (Stolz, 2017). Dalam konteks STEAM, pendidikan bermutu berarti membentuk manusia yang cakap logika sekaligus kaya imajinasi.

Augmented Reality: Jembatan Teori dan Pengalaman

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun