Mohon tunggu...
Marahalim Siagian
Marahalim Siagian Mohon Tunggu... Konsultan - Konsultan-sosial and forest protection specialist

Homo Sapiens

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Dari Slab ke Bokar, Sejarah Singkat Karet di Jambi

3 Februari 2020   23:19 Diperbarui: 3 April 2022   15:50 1158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pohon karet. (Dok. Humas Kementerian Pertanian RI via kompas.com)

Pohon karet dilaporkan sudah mulai ditanam penduduk Jambi tahun 1904, namun bukan untuk tujuan budidaya seperti sekarang. 

Perluasan karet budidaya baru dapat didorong setelah penaklukan Jambi hampir selesai dimana Sultan Jambi (Thaha Syaifuddin) semakin kehilangan peranannya di awal abad ke-20.

Di bawah penguasa baru, pemerintah kolonial lebih mendorong pertanian cash crops (komoditi ekspor) antara lain: karet, kopra, tembakau, kopi, dan teh. Guna merangsang perluasan karet, pemerintah kolonial mengeluarkan kebijakan untuk menyewakan 'tanah liar'. 

Jenis tanah yang disebut pemerintah kolonial dengan'tanah liar" dimasa kesultanan Jambi adalah 'rimbo gano' yakni tanah yang masih berhutan yang dapat dimohonkan untuk dipakai rakyat atas seizin sultan dengan bayar 'pancung alas'.

Tanah liar yang di ditawarkan Belanda tersebut seluas 8 percil, dengan harga sewa sebesar setengah hingga satu gulden per bahu per tahun. Jangka waktunya  25 tahun, namun dapat diperpanjang kembali (Staatblaad/Lembaran Negara 1904 No.326).

Untuk menarik investor, terutama investor swasta Eropa, pemerintah kolonial juga menawarkan bantuan keuangan dari negara untuk keperluan mendirikan kompleks pertanian dan perkebunan. Dari 8 percil yang ditawarkan, hanya ada 2 yang disewa dan bukan untuk penanaman karet.

Walaupun ada kebijakan untuk mendorong budidaya karet, keputusan petani untuk menanami lahannya dengan karet terbantu oleh cerita sukses petani karet di Malaka yang dibawa oleh pedagang dan orang-orang Jambi yang pulang dari sana.

Cerita kemakmuran petani karet di Malaka kemudian ikut melanda petani karet Jambi dari 1925-1930. Inilah periode pertama pengembangan karet rakyat meningkat secara signifikan.

Dua tahun sebelum Malaise (krisis ekonomi dunia tahun 30an), Nasruddin (1989) melukiskan keadaan petani karet Jambi sbb: 

"Menyadap karet jam 06.00 pagi sampai jam 11.00 siang, slabs-nya sudah terbawa ke tempat penjualan, hasilnya mengalahkan gaji seorang guru desa atau gaji Opas selama sebelum. Tukang jahit kualahan untuk menerima tempahan, apa saja barang yang dibawa pedagang ke desa pasti habis terjual".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun