Mohon tunggu...
Marahalim Siagian
Marahalim Siagian Mohon Tunggu... Konsultan - Konsultan-sosial and forest protection specialist

Homo Sapiens

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Berkelahi dengan Monyet, Potret Konflik Satwa di Gorontalo

6 Januari 2020   15:21 Diperbarui: 7 Januari 2020   08:31 933
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Monyet 'Dige' atau Macaca hecky. Kebiasaan menjulurkan lidah mungkin datang dari sifat-sifat kita yang paling purba yakni kebinatangan (Dok.Pantiati/Burung Indonesia)

Ada beragam situasi, lokasi, serta spesies yang terlibat dalam konflik satwa dengan manusia. Di mana intensitasnya belakangan ini semakin meningkat. Menyebut di antaranya, gajah, harimau, buaya, beruang, ular piton, orang utan dan primata lainnya, sebenarnya hanya sedikit dari jenis satwa yang dilaporkan/diberitakan berkonflik dengan manusia.

Di Gorontalo, tanaman jagung yang memanjat bukit dan gunung akhirnya memakan hutan lalu memuntahkan lahan kritis. Tanah-tanah pertanian itu tererosi berat dan tidak menguntungkan lagi untuk ditanami, ditinggalkan lalu petani membuka hutan untuk mendapatkan lahan yang lebih subur.

Dampaknya, selain ancaman banjir, erosi, dan bertambahnya kantong-kantong lahan kritis, penduduk semakin dekat dengan teritori satwa liar, semakin dalam hutan dibuka, semakin intens pula penduduk 'berkelahi' dengan monyet dige.

Lahan jagung di Gorontalo (Foto: Marahalim Siagian)
Lahan jagung di Gorontalo (Foto: Marahalim Siagian)
Konflik satwa-manusia

Sejauh ini ada beberapa defenisi konflik satwa dengan manusia yang dapat kita tinjau. Saya sebutkan tiga dari defenisi konflik satwa untuk memperkaya pengertian kita tentang topik ini.

Word Wild Fund for Nature (2005) mendefenisikan konflik satwa liar dengan manusia sebagai bentuk interaksi antara manusia dengan satwa liar yang menghasilkan dampak negatif pada kehidupan sosial, ekonomi, dan budaya manusia. Pada konservasi populasi satwa liar atau pada lingkungan.

Cline, dkk (2007) membuat defenisi dari dua sudut pandang berbeda, yakni dari sudut pandang manusia dan dilihat dari sisi satwa liarnya. Dari sudut padang manusia, konflik terjadi karena perilaku/tindakan satwa liar bertentangan dengan tujuan manusia.

Misalnya, mengganggu mata pencaharian manusia. Dilihat dari sisi satwa liar, aktivitas manusialah yang mengancam keselamatan dan kelangsungan hidup satwa liar. Misalnya, pengerusakan habitat alamiah satwa. Namun, solusinya akan bergantung pada bagaimana respon manusia atas konflik tersebut.

Nevee Dianty (2010), mendefenisikan konflik satwa dengan manusia sebagai terjadinya gangguan, ancaman, atau ketidaknyaman yang di akibatkan oleh satwa liar, serta terjadinya ketidak seimbangan ekosistem karena kerusakan hutan yang dibuat oleh manusia.

Peta sebaran Dige/ Macaca hecky ( Sumber: situs IUCN Redlist, diakses tanggal 20 Februari 2018)
Peta sebaran Dige/ Macaca hecky ( Sumber: situs IUCN Redlist, diakses tanggal 20 Februari 2018)
Dampak konflik satwa-manusia

Perilaku manusia secara langsung menimbulkan konflik dengan satwa adalah: pengerusakan dan pencemaran sumberdaya alam; konversi habitat untuk pertanian; kompetisi sumberdaya alam (buah-bahan); penularan penyakit secara tidak sengaja melalui makanan yang dicuri satwa liar dari manusia; pencideraan dan pembunuhan dengan menggunakan jerat dan perangkap; pembunuhan dan pembantaian yang disengaja untuk dimakan dagingnya; perburuan untuk tujuan hewan peliharaan; serta perburuan untuk perdagangan organ tubuh satwa liar. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun