Mohon tunggu...
Melda Imanuela
Melda Imanuela Mohon Tunggu... Penulis - Founder Kaukus Perempuan Merdeka (KPM)

Trainer, Education, Gender and Financial Advisor

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menyoal Cadar

9 Maret 2018   16:45 Diperbarui: 9 Maret 2018   17:02 747
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ramai bahas larangan mahasiswa UIN bercadar. Bicara kemanusiaan. Tubuh adalah otoritas diri seutuhnya. Tapi tubuh juga adalah bicara sosial. Kemudian akan melebar PNS berkewajiban menggunakan cadar. 

Saya mulai berpikir apakah bercadar itu secara sadar dan kritis? Bukankah agama itu bukan di baju tapi hati dan tingkah lakunya. 

Pernahkah berpikir jika melegalkan penggunaan cadar rubah dulu menggunakan seragam di sekolah.

Jika cadar itu digiring dan menggiring orang lain untuk mengikuti dan kebenarannya adalah miliknya kemudian menafikkan keyakinan orang lain. Dan mengekslusifkan pemikiran dan golongan didalam masyarakat itu sendiri. 

Jangan pakai kemanusiaan jika itu membuka pintu awalnya masuknya penyeragaman. Perempuan bukan obyek tapi subyek. Saat tubuh diatur dan pemikiranmu dikungkung hanya mengibarkan Panji agama dan melupakan manusia yang berbeda dengan kalian. Beragama bukan untuk dirimu berhak menjadi hakim terhadap sesamamu yang berbeda. 

Apalagi  para hijabers sampai bercadar membuat kelasnya masing-masing bicara syar'i atau tidak syar'i . Sedangkan para hijabers sampai bercadarpun memandang rendah dengan nyinyir terhadap perempuan yang menggunakan rok mini dan tangktop. 

Menarik bagi saya kata-kata SK Trimurti tentang perkawinan. Beliau mengatakan perkawinan adalah bentuk dari sebuah kongsi. Hal yang bisa dikerjakan bersama akan mereka kerjakan. Tapi yang tak bisa dikongsikan tidak usah dipaksakan. Meski bersatu dalam perkawinan, tak berarti harus menyesuaikan 100%, masing-masing harus memiliki kedaulatan. Jika tidak ada kedaulatan maka hilanglah kepribadian kita.

 Aktivis perempuan sekaligus Menteri Sosial di masa awal RI, Maria Ulfa Santoso mengatakan tidak mungkin perempuan bisa berperan besar sejajar dengan laki-laki dalam memajukan bangsa, jika mereka tidak mendapat kemerdekaan yang sama dengan laki-laki.

Mulai dari baju diatur atas nama agama kemudian poligami selanjutnya domestikasi perempuan. Maka perempuan akan dikembalikan ke rumah. 

Apa bedanya dengan jaman jahiliah. Indonesia pernah menundukkan perempuan di zaman Orde Baru.

Ingat dulu sejarah perjuangan perempuan Indonesia. Perempuan Indonesia zaman dulu bergerak dengan budaya bukan agama. Bebas dan merdeka senasib sepenanggungan menolak penindasan atas tubuh dan bangsanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun