Mohon tunggu...
Manik Sukoco
Manik Sukoco Mohon Tunggu... Akademisi -

Proud to be Indonesian.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Maraknya Spanduk Tolak Penista Agama

26 Februari 2017   19:16 Diperbarui: 27 Februari 2017   08:00 2759
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pasal 156A KUHP ayat (1) menyatakan “Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan: a) yang pada pokoknya bersifat bermusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia; b) dengan maksud agar supaya orang tidak menganut agama apapun juga, yang bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa.”

Bagaimanakah kebebasan berserikat di Indonesia?

Kebebasan berekspresi atau kebebasan berbicara (freedom of speech) adalah kebebasan yang mengacu pada sebuah hak untuk berbicara secara bebas tanpa adanya tindakan sensor atau pembatasan akan tetapi dalam hal ini tidak termasuk dalam hal untuk menyebarkan kebencianKebebasan berekspresi dan menyatakan pendapat di Indonesia dijamin dan dilindungi oleh konstitusi.

Setidaknya ada empat instrumen hukum yang memberi kerangka umum pada kebebasan berpendapat dan berekspresi di Indonesia. Pertama, Pasal Pasal 28E ayat (2) UUD 1945. Kedua, Pasal 23 ayat (2) UU HAM. Ketiga, Pasal 18 dan 19 Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia 1948 (DUHAM). Keempat, Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang No. 12 tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (UU Sipol).

Pasal 28E ayat (2) UUD 1945 berbunyi: “Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya”.

Pasal 23 ayat 2 UU HAM berbunyi: Setiap orang bebas untuk mempunyai, mengeluarkan dan menyebarluaskan pendapat sesuai hati nuraninya, secara lisan dan atau tulisan melalui media cetak maupun elektronik dengan memperhatikan nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan umum, dan keutuhan bangsa.”

Pasal 18 DUHAM berbunyi: Setiap orang berhak atas kebebasan pikiran, hati nurani dan agama; dalam hal ini termasuk kebebasan berganti agama atau kepercayaan, dengan kebebasan untuk menyatakan agama atau kepercayaan dengan cara mengajarkannya, melakukannya, beribadat dan mentaatinya, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain, di muka umum maupun sendiri.”

Pasal 19 DUHAM berbunyi: “Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat; dalam hal ini termasuk kebebasan menganut pendapat tanpa mendapat gangguan, dan untuk mencari, menerima dan menyampaikan keterangan-keterangan dan pendapat dengan cara apa pun dan dengan tidak memandang batas-batas.”

Pasal 18 ayat (1) UU Sipol berbunyi: Setiap orang berhak atas kebebasan berpikir, keyakinan dan beragama. Hak ini mencakup kebebasan untuk menetapkan agama atau kepercayaan atas pilihannya sendiri, dan kebebasan, baik secara sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain, baik di tempat umum atau tertutup, untuk menjalankan agama dan kepercayaannya dalam kegiatan ibadah, pentaatan, pengamalan, dan pengajaran.”

Maraknya Spanduk Tolak Penista Agama

Munculnya spanduk bertuliskan "Tolak Salatkan Pembela Penista Agama" di beberapa tempat tentunya cukup mengejutkan. Namun, menurut pandangan saya, secara hukum spanduk ini tidak bisa dikategorikan sebagai kegiatan melanggar hukum karena:

  1. Pada spanduk tersebut tidak disebutkan nama. Jadi, penista agama yang dimaksud pada spanduk tersebut bisa berarti siapa saja dan pembela penista agama pada spanduk tersebut juga bisa berarti siapa saja. Jadi spanduk ini sebenarnya tidak secara spesifik menyerang seseorang.
  2. Menimbang bahwa penistaan agama merupakan tindakan yang tercela menurut UU No. 1 PNPS dan 156A KUHP. Jadi, pemasangan spanduk ini sebagai salah satu tindakan pencegahan supaya masyarakat (penganut agama tertentu) tidak melakukan tindakan penistaan terhadap agama.
  3. Dilihat dari lokasi pemasangan yang ditempatkan di rumah ibadah, saya rasa spanduk itu ditujukan hanya kepada penganut agama tertentu dalam kaitannya dengan pelaksanaan keyakinan (agama) tersebut. Jadi, hal ini sah-sah saja dan diperbolehkan sebagai bagian dari kebebasan berpendapat dan berekspresi di Indonesia. 

Namun, jika mengaitkannya dengan dinamika perkembangan politik belakangan ini, masalahnya menjadi lain.  Seperti kita ketahui bersama, bahwa belakangan ini masyarakat dihebohkan dengan dugaan penistaan agama oleh terdakwa Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama yang masih berlangsung di pengadilan.

Pakar hukum Universitas Padjajaran Prof. Romli Atmasasmita, Guru Besar Fakultas Hukum UII Yogyakarta Prof. Mahfud MD, Guru Besar Hukum Tata Negara UGM Denny Indrayana, Profesor Hukum Pidana UGM Eddy Hiariej, dan Guru Besar Hukum Pidana Fakultas Hukum Undip Prof. Barda Nawawi Arief berpendapat bahwa pemerintah seharusnya memberhentikan sementara Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama yang telah berstatus terdakwa. Namun, pemerintah tetap bersikukuh untuk tidak memberhentikan sementara Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama yang telah berstatus terdakwa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun