Mohon tunggu...
Mang Pram
Mang Pram Mohon Tunggu... Freelancer - Rahmatullah Safrai

Penikmat kopi di ruang sepi penuh buku || Humas || Penulis Skenario Film || Badan Otonom Media Center DPD KNPI Kota Cilegon

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Keseruan Ngabuburit Keliling Situs Sejarah Banten Lama Sambil Bersepeda

4 Mei 2020   07:48 Diperbarui: 4 Mei 2020   07:58 1233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Reruntuhan Keraton Kaibon (Foto  Instagram Info Serang)

Sisa kejayaan Kesultanan Banten di masa lalu ternyata meninggalkan banyak situs sejarah yang masih menarik  dikunjungi saat ini. Ada yang masih dalam bentuk bangunan yang terawat, hingga sisa-sisa runtuhan bangunan.

Nah, berkeliling ke tempat-tempat situs sejarah Banten Lama bisa jadi pilihan ngabuburit warga Kota Serang dan sekitarnya. Jaraknya masih dekat dengan pusat Kota Serang hanya sekitar 7 KM. Karena jaraknya lumayan dekat dengan rumah, paling asyik jika ngabuburit kali ini sambil bersepedah. Jangan jadi alasan saat puasa tidak bisa olahraga, ya.

Kegiatan ngegoes dengan intensitas ringan hingga sedang cukup baik untuk pilihan olahraga saat berpuasa. Di saat masa pandemi Covid-19 yang mengharuskan kita jaga jarak dengan orang lain, maka bersepeda adalah cara yang tepat. Protokol kesehatan harus tetap dijaga dengan menggunakan masker.

Oh iya, di Banten Lama  diberlakukan penutupan di Masjid Agung Banten dan tempat ziarah makam Sultan Banten untuk menghindari penyebaran virus corona. Sementara situs sejarah lainnya masih tetap dibuka. Penasaran tempat mana saja yang akan saya kunjungi?

Keraton  Kaibon


Keraton yang berada di tepi sungai Cibanten ini menjadi pilihan yang pertama, karena lokasi berada di paling depan kawasan Banten Lama. Berada di Jalan Raya Serang -- Banten, tepatnya di Kampung Kroya, Keraton Kaibon hanyalah tinggal puing-puing bangunan.

Keraton Kaibon (Foto Dikdik/Dokri)
Keraton Kaibon (Foto Dikdik/Dokri)

Kaibon merupakan keraton yang diperuntuhkan untuk ibunda Sultan. Dari namanya saja, Kaibon  diartikan sebagai ka-Ibu-an.

Kemegahan keraton ini dihancurkan pada tahun 1832 oleh Belanda. Kini kita hanya bisa menyaksikan sisa bagian fondasi, runtuan dinding, mimbar masjid, kolam pemandian, dan pintu gerbang.

Berdasarkan literatur yang saya baca, Kaibon merupakan ciri kraton bergaya traditional. Bentuk arsitektur lebih menonjolkan gaya archais, seperti yang terlihat pada pintu gerbang dan tembok keraton. Jika dirunut, keraton ini memiliki empat pintu gerbang berbentuk bentara.

Jika kesini jangan kaget ketika melihat anak-anak bermain bola di tengah keraton yang dijadikan sebagai lapangan. Kawasan ini memang terbuka, jangankan anak-anak bermain bola, warga saja sampai mengembalakan kambingnya di sini.

Keraton Surosowan

Setelah mengunjungi Keraton Kaibon, kita bergerak ke utara. Berjarak 500 meter dan menyebrangi sungai Cibanten kita telah sampai di Keraton Surosowan.

di depan Kraton Surosowan (Foto Faesal/Dokri)
di depan Kraton Surosowan (Foto Faesal/Dokri)

Seperti Kaibon, Surosowan juga hanya meninggalkan reruntuhannya saja. Dahulu keraton ini menjadi pusat pemerintahan yang berkaitan dengan politik, ekonomi, sosial, serta budaya. Surosowan menjadi tempat tinggal para raja. Sementara para keluarga raja, pejabat tinggi kesultanan, dan bangsawan tinggal di sekitarnya.

Keraton seluas 3 hektare ini mulai dibangun sejak  tahun 1552 hingga 1570 dengan empat fase pembangunan. Sayang banget, ketika Kesultanan Banten ditaklukan Belanda,  keraton dihancurkan atas perintah Gubernur Jendral Herman Deandles pada tahun 1813. Keraton ini pun terpaksa ditinggalkan oleh para penghuninya.

Meski tinggal bekas reruntuhannya saja, keraton yang bersebelahan dengan Masjid Agung Banten ini menarik untuk dikunjungi. Revitalisasi kawasan Banten Lama membuat tempat bersejarah ini lebih terawat dan cantik.

Masjid Pecinan Tinggi

Berhubung tidak bisa masuk Masjid Agung Banten, perjalanan bersepedah menuju arah barat, tepatnya di kampung yang dulunya dihuni oleh warga asal Cina. Di sini terdapat Masjid Pecinan Tinggi.

Bagian depan Masjid Tinggi Cina (Dokpri)
Bagian depan Masjid Tinggi Cina (Dokpri)
Masjid yang dahulunya dijadikan sebagai kawasan perdagangan warga Cina ini pun hanya meinggalkan sisa puing bangunan saja. Bagian masjid yang tersisa adalah mihrab dan fondasi bangunan masjid. Menara masjid berbentuk persegi empat ini masih sangat kokoh.

Ternyata masjid ini usianya lebih tua dari Masjid Agung Banten. Sultan Syarif Hidayatullah sebagai Sultan Banten pertama yang membangun, kemudian pembangunan dilanjutkan oleh anaknya Sultan Maulana Hasanuddin.

Menariknya di sebalah sisi masjid terdapat pemakaman warga Cina. Tapi, kini rumah-rumah cina kuno sudah pada menghilang dan digantikan dengan warga lokal.

Vihara Avalokitecvara

Rumah peninggalkan warga Cina memang sudah menghilang, namun tempat ibadahnya masih lestari hingga kini. Vihara Avalokitecvara masih menjadi daya tarik perjalanan selanjutnya. Hanya butuh goes 100 meter saja dari Masjid Tinggi Cina.

Halaman Vihara Avalokitecvara (Dokpri)
Halaman Vihara Avalokitecvara (Dokpri)

Vihara ini termasuk berusia paling tua di kawasan Pulau Jawa. Dibangun sejak tahun 1652 pada masa Sultan Syarif Hidayatullah.

Ada cerita yang menarik tentang asal mula warga Cina yang hidup rukun berdampingan dengan Kesultanan Banten. Dahulu, rombongan dari Cina akan pergi ke Tuban. Karena kehabisan bekal mereka singgah di pelabuhan sungai Kemiri.  Kedatangan rombongan itu menimbulkan perkelahian dengan warga setempat. 

Rombongan dari Cina mengalami kekalahan. Sultan Syarif Hidayatullah kemudian menikahi ketua rombongan dari Cina, yaitu Putri Ong Tien. Rombongan itu kemudian hidup rukun dengan warga lokal, ada yang memeluk agama islam, ada juga tetap meyakini kepercayaan dari negara asalnya.

Arsitektur vihara khas ornamen Cina sangat menarik. Pengunjung masih bisa diperbolehkan masuk meski pun tidak beribadah. Di dalamnya terdapat banyak altar sembahyang para dewa, pagoda, dan lilin besar yang selalu menyala.

Benteng Speelwijk

Disisi utara Kesultanan Banten memang dikhususkan untuk pemukiman warga asing. Selain warga Cina, berhadapan dengan Vihara dan di sebrang sungai Kemiri terdapat Benteng Speelwijk milik Belanda. Benteng yang tersusun dari baru-batu itu pun hanya tinggal runtuhan saja.

Pintu masuk Benteng Speelwijk (Dokpri)
Pintu masuk Benteng Speelwijk (Dokpri)

Dahulu benteng ini didirkan oleh VOC pada tahun 1689 . Nama Sepeelwijk diambil dari nama Gubernur Jendral VOC, Cornelis Jansz Speelman. Benteng ini sangat strategis karena langsung menghadap ke laut.

Di antara sisa runtuhan, masih ada dinding platform bastion, dimana setiap ujungnya terdapat bolwerk sebagai kubu pertahanan. Sementara di bagian bawah terdapat gudang penyimpanan senjata. Di sisi lain, terdapat komplek pemakaman warga Belanda.

Dahulu benteng ini juga dijadikan tempat tinggal warga Belanda. Di dalamnya terdapat gereja dan segala urusan perdagangan. Sekitar tahun 1811, benteng ini ditinggalkan karena ada ketegangan sosial dan politik.

Nah, inilah sederet tempat menarik yang bisa dikunjungi saat menunggu berbuka puasa. Kita bisa sambil bermuhasabah sejarah islam yang mulai berkembang sejak berdirinya Kesultanan Banten.

Keseruan ngabuburit bisa sambil jalan-jalan, olahraga, dan belajar banyak tentang sejarah masa lalu. Apa pun kegiatan ngabuburitnya yang penting bermanfaat dan puasa terasa menyenangkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun