Mohon tunggu...
Roni Ramlan
Roni Ramlan Mohon Tunggu... Freelancer, Guru - Pembelajar bahasa kehidupan

Pemilik nama pena Dewar alhafiz ini adalah perantau di tanah orang. Silakan nikmati pula coretannya di https://dewaralhafiz.blogspot.com dan https://artikula.id/dewar/enam-hal-yang-tidak-harus-diumbar-di-media-sosial/.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Telingkah Oknum Penerbit yang Mengancam Masa Depan Buku Indonesia

24 September 2022   09:21 Diperbarui: 24 September 2022   09:28 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menyoal masa depan buku Indonesia pandangan Pak Hairul sepakat dengan Prof. Naim yang memunculkan validitas data dari Bambang Trim. Kesepakatannya tersebut tidak tumbuh secara serampangan, asal bunyi dan sekadar sami'na wa atho'na serta taklid buta terhadap senioritas penulis melainkan bertumpu pada hasil observasi dan pengalaman secara mandiri. 

Sebagai bukti konkret, menurut Pak Hairul 5 tahun belakangan ISBN yang diajukan melonjakan sangat banyak, sehingga menyebabkan pihak perpustakaan nasional selaku pemberi ISBN menaruh curiga. Dan mulai mempertanyakan kiranya di mana letak profesionalitas, kredibilitas dan pertanggungjawaban dari pihak penerbit, pencetak dan publikasi buku. 

Kendati perpustakaan nasional berperan sebagai pengatur derasnya hilirisasi (mudah tidaknya) pemberian nomor ISBN akan tetapi pihak penerbit berperan penting sebagai kran air itu akan disalurkan ke mana, dipergunakan untuk kebutuhan apa dan bagaimana mereka membentuk sistem kerja (teknis) yang menjadi gaya selingkung itu tidak pernah secara gamblang terverifikasi langsung. 

Baca juga: Masa Depan Buku

Atas dasar itu, maka tak ayal jika kemudian Pak Hairul menilai menjamurnya pendirian penerbit minor mengindikasikan mudahnya regulasi dan kebijakan yang sudah ada. Lantas kemudahan itu mereka manfaatkan untuk memonopoli sistem kerja yang ada. Memanfaatkan antara kesempatan dan dahaga prestis penulis pemula. Mereka melonggarkan persyaratan administrasi untuk memproses naskah dengan maksud meraup keuntungan sepihak dari penerbitan, pencetakan dan publikasi sebanyak-banyaknya. 

Itu dibuktikan dengan maraknya penerbit minor atau indie yang bertelingkah nakal. Mulai dari proses administrasi ISBN yang dimanipulasi: penomoran ISBN yang ngawur, penggunaan satu nomor ISBN berulangkali untuk banyak buku, desain cover yang asal jadi, layout naskah yang minim, naskah terbit tanpa proses editing, penggunaan kualitas kertas yang jelek, dicetak tidak sesuai standar ukuran yang berlaku hingga arsip buku yang tidak jelas.

Berbagai macam telingkah yang acak kadut itu tentu saja merugikan dua belah pihak: penulis dan penerbit. Penulis yang memiliki niatan awal bermaksud hati mengaktualisasikan diri melalui karya tulis solo pada kenyataannya telah dibohongi oleh sistem kerja yang sengaja disetting manipulatif. Para penulis yang polos itu tentu akan percaya begitu saja dengan prosesnya tanpa mau mengkroscek langsung kebenaran kerjanya. Mereka telanjur bahagia dengan ekspektasi yang melambung tinggi dan euforia terbitnya buku ber-ISBN perdananya. 

Mereka pikir nasib suatu buku final setelah terbit dan layak dipublikasi karena telah mendapatkan ISBN, padahal tahapan setelah buku diterbitkan itu masih banyak. Mulai dari proses marketing produk, bagaimana cara mengejar target penjualan produk, menanggapi respon dari pembaca sampai dengan bertanggungjawab untuk memberikan pemahaman kepada khalayak pembaca atas buku yang telah dibuat. Sederhananya setelah buku terbit, penulis memiliki tanggung jawab moral, sosial dan knowledge terhadap buku yang bersangkutan kepada khalayak umum.

Mungkin dalam sekejap masalah itu akan muncul tatkala penulis berusaha mengecek nomor ISBN itu di perpustakaan nasional ternyata nihil atau tidak valid. Mengetahui hal itu, sangat dimungkinkan emosi penulis akan meluap-luap. Mengutuk keras penerbit yang bersangkutan karena ia telah dirugikan secara materiil dan non materiil: moral, sosial dan psikologis. Psikologis penulis terguncang hebat. Kepercayaan yang diberikan ternyata telah dipermainkan.  

Borok yang terbongkar itu akan berimbas pada citra pihak penerbit yang bersangkutan. Dan ini adalah getah awal yang dituai dari telingkah nakal yang dilakukan penerbit sendiri. Bisa jadi karena itu pula reputasi kredibilitas, profesionalitas dan tanggung jawab yang dimiliki penerbit menurun drastis bahkan hancur. Setelah itu tidak menutup kemungkinan penerbit nakal itu akan terjerat pasal hukum, status legalitas perusahaan dicabut dan dinonaktifkan untuk selama-lamanya. 

Hikmahnya, seorang penulis pemula sudah seharusnya selektif dalam memilih penerbit mana yang akan menerbitkan naskah menjadi buku. Tidak usah "ngotot" bukunya harus ber-ISBN jika memang kualitas, konten dan tingkat komersialnya rendah serta tidak relevan sebagai kategori karya yang harus diberi ISBN ya tinggal menggunakan QRCBN. Kendati demikian, pengetahuan umum terhadap penerbit yang akan dipercaya untuk menerbitkan buku kita itu setidaknya akan membantu sejauh mana ekspektasi yang akan dituai.

Rekam jejak tentang penerbit--review digital atau kabar angin yang bertumpu pada tradisi oral--yang bersangkutan dapat menjadi bahan pertimbangan untuk meminimalisir sistem kerja yang manipulatif.  Alangkah baiknya seorang penulis itu berhati-hati di awal daripada harus menanggung perasaan menyesal di akhir. Konsultasi kepada sesama kawan penulis yang sudah berpengalaman dan profesional dapat menjadi salah satu solusi jitu dalam menghindari salah dalam memilih penerbit.

Tulungagung, 24 September 2022

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun