Mohon tunggu...
Roni Ramlan
Roni Ramlan Mohon Tunggu... Freelancer, Guru - Pembelajar bahasa kehidupan

Pemilik nama pena Dewar alhafiz ini adalah perantau di tanah orang. Silakan nikmati pula coretannya di https://dewaralhafiz.blogspot.com dan https://artikula.id/dewar/enam-hal-yang-tidak-harus-diumbar-di-media-sosial/.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Teknik Menulis Ala Pak Hairul

23 September 2022   07:38 Diperbarui: 23 September 2022   07:42 272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto dokumentasi pribadi 

Pak Muhammad Hairul, S. Pd., M. Pd. (selaku instruktur nasional literasi baca-tulis badan pembinaan dan pengembangan bahasa) tampil sebagai pengampu kendali sesi materi yang kedua. Pak Hairul (sapaan akrab) sendiri adalah produk lokal kebanggaan kabupaten Bondowoso. Beliau gencar berperan penting--kerap tampil--dalam mengisi acara kegiatan pelatihan, workshop dan seminar serta motivator literasi. Utamanya kegiatan itu banyak beliau lakoni di seluruh wilayah Jawa Timur dan umumnya di Indonesia. 

Sedangkal yang saya tangkap, terdapat tiga bagian utama yang didedahkan oleh Pak Hairul, yakni teknik menulis, masa depan buku dan tips menjadi penulis pemula yang baik. Ketiga bagian tersebut akan diulas dengan bertumpu pada puzzle ingatan saya yang sudah mulai remang-remang.

Kendati demikian, besar harapan saya: semoga puzzle ingatan itu tidak mendistorsi pemahaman pembaca dalam memahami alur cerita yang saya tampilkan di bawah ini. 

Teknik Menulis Ala Pak Hairul

Modal utama yang harus dimiliki dan diperhatikan oleh seorang penulis dalam proses menulis adalah keruntutan logika berpikir itu penting. Itu berarti rangkaian kata yang kita susun menjadi frasa, gabungan frasa menjadi clausa, kumpulan di antara clausa menjadi alinea dan himpunan banyak alinea menjadi naskah tulisan yang utuh harus dirangkai berlambar pada aturan pedoman bahasa Indonesia yang baik dan benar, menggunakan kalimat yang efektif serta memiliki pola penyampaian informasi yang menarik, fokus dan terarah. 

Dalam menulis harus ada logika pemahaman yang ditawarkan dan dinegosiasikan oleh penulis kepada segenap pembaca. Atas dasar kepentingan itu pula penyajian tulisan itu harus mampu dicerna dan bersifat mudah dipahami oleh pembaca. Kenapa harus demikian? Karena pnulis sejatinya bertanggungjawab terhadap pemahaman pembaca. Bukan sebaliknya, menjadikan pembaca merasa pusing, mbulet, menjadikan pemahamannya kabur atas persoalan yang diulas atau justru malah dituntut untuk menulis kembali ketidakpahamannya tatkala membaca tulisan kita. 

Buatlah hubungan persaudaraan, harmonisasi dan integrasi-interkoneksi di antara penulis dan pembaca. Sehingga muncul rumus tercerahkan dan merasa plong setelah membaca tulisan atau buku yang telah kita tulis. Sebab kunci utama dalam literasi adalah keterpahaman. Ketika kita menulis harus memberikan sesuatu yang mampu dipahami oleh pembaca. Bukan malah membuat distingsi, stratifikasi dan diskriminatif di antara dua belah pihak yang seharusnya memiliki tujuan yang sama dalam konteks berliterasi.

Maka sangat disayangkan tatkala kita masih banyak menemukan tulisan atau buku yang terlalu fokus menjadikan pembacanya teralienasi. Pembaca merasa sukar untuk menikmati hidangan setiap jengkal kalimat yang digunakan penulis dalam tulisannya yang terlalu rumit dan meninggi. Baik itu disengaja, coba-coba atau memang terlepas dari kepedulian penulisnya. Tentu saja jenis produk karya tulis yang demikian itulah yang sebagian besar menjadikan pembaca merasa trauma, kapok dan ogah-ogahan melanggengkan minat literasi di dalam diri. Utamanya mentradisikan membaca. 

Baca juga: Masa Depan Buku

Poin penting selanjutnya adalah, menulis itu harus berani membunuh jiwa editor di dalam diri. Jangan menjadi editor tatkala sedang menulis. Ketika menulis, seorang penulis harus tega membunuh editor yang ada dalam dirinya. Kalau boleh jujur, khusus untuk poin ini saya setuju dengan maksud utamanya akan tetapi risih dengan kata "harus berani membunuh jiwa editor di dalam dirinya". Bagi saya pribadi, kata"membunuh" di sana terlalu sarkas dan sensitif, bahkan rentan dan mampu disalahpahami. 

Mungkin akan lebih baik lagi jika kata "membunuh" itu diganti dengan kata: mengontrol, menahan atau menyingkirkan terlebih dahulu. Sebab bagaimanapun tujuan dan maksud utamanya adalah mengontrol, menahan atau pun menyingkirkan terlebih dahulu jiwa editor yang kita miliki tatkala sedang menulis. Mengapa demikian? Sebab sangatlah tidak mungkin seorang penulis akan mampu membunuh naluri, insting dan jiwa editor yang benam di dalam dirinya secara totalitas. Yang ada justru hanya berupaya keras melatih mendisiplinkan sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun