Mohon tunggu...
Roni Ramlan
Roni Ramlan Mohon Tunggu... Freelancer, Guru - Pembelajar bahasa kehidupan

Pemilik nama pena Dewar alhafiz ini adalah perantau di tanah orang. Silakan nikmati pula coretannya di https://dewaralhafiz.blogspot.com dan https://artikula.id/dewar/enam-hal-yang-tidak-harus-diumbar-di-media-sosial/.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Utang sebagai Modus Kerja

21 Maret 2021   16:09 Diperbarui: 21 Maret 2021   16:20 270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Cara kerja modus indikatif ini dapat dilihat dari bagaimana seseorang mempersepsikan dan melakukan transaksi utang. Di mana mereka mengasumsikan utang sebagai fakta objektif yang sewajarnya, termasuk dalam urusan tulis-menulis. Pendek kata, berutang itu adalah hal biasa yang dilakukan oleh khalayak orang tanpa merasa salah dan tidak bisa disalahkan. Artinya utang sendiri bersifat objektif, dan bukan persoalan subjektif.

Sebagai contoh, jika suatu hari ada seseorang dengan sengaja lalai, malas dalam menulis dan menjadikan tameng segala bentuk kesibukannya sehingga tidak mampu menyetor tulisan wajib maka berutang pun bukan suatu masalah yang berarti. 

Selain itu, tidak ada penyesalan dan tidak ada sosok yang harus disalahkan dalam konteks ini, sebab berutang sendiri adalah pilihan yang tepat. Artinya, ada sikap permisif terhadap setiap pilihan yang diambil oleh masing-masing orang. Seakan-akan tidak ada yang mampu mendikte dan menentukan ke dermaga mana arah perahu literasi yang telah tertanam di dalam diri masing-masing kita akan berlabuh. 

Di sisi lain cara kerja modus optatif lebih bergantung pada kehendak-harapan (motif) yang dimiliki oleh seorang penulis tatkala ia menulis, utamanya di kala ia mampu menyetor tulisan wajib secara tepat waktu. Artinya modus optatif ini secara umum sebenarnya melekat pada setiap diri penjelajah senyap yang diberkati. Meskipun sangat bergantung pada subjektivitas personalnya akan tetapi adanya kesadaran secara mandiri adalah jalan pertimbangannya.

Sementara kesadaran diri seseorang dalam membudayakan literasi di dalam grup WhatsApp hanya bisa dilihat dan dipantau dari wujud materiil. Seperti menyetorkan tulisan, giat memposting tulisan di kanal medsos, karya-karyanya telah dipublikasikan atau tidak dan kontribusi lain yang dapat terekspos ke ruang publik. 

Lantas bagaimana dengan mereka yang mulai sungkan menyetor tulisan wajib alias gemar berutang? Apakah mereka tidak memiliki modus optatif? Sudah barang tentu mereka punya seribu bahasa alasan. Bukankah selama ini kita lebih suka bersembunyi di balik basa-basi? Abang-abang lambe istilah Jawa menyebutkan. Toh, tidak mungkin seseorang tidak menunaikan kewajibannya sementara ia telah telanjur menggamit obsesi dan komitmen. Mana ada, orang yang mau mengecewakan dirinya sendiri. Iya apa tidak coba?

Selanjutnya modus-modus tersebut mengalami peralihan dari satu modus menuju modus yang lain termasuk di dalamnya menjadikan utang sebagai sistem kerja, dan ini adalah poin yang kedua. Bersinggungan dengan persoalan ini, saya kerap mendengar sesumbar khalayak orang yang hobi berutang. Ketusnya seperti ini; "Jika kita memiliki tanggungan utang maka semangat kerja berlipat ganda dan geliat pun semakin menggelora". Benarkah adanya demikian gerangan? Jikalau memang benar, tolong saya ditegur sekaligus diingatkan. 

Sedangkan jika itu hanyalah persoalan siasat- menyiasati, alibi, pengalihan pola kerja dan prinsip mengecoh yang justru menunjukkan ketidakmampuan kita dalam manajemen waktu sekaligus tidak menghargai setiap kesempatan yang ada di depan mata, maka izinkanlah saya untuk tidak mengamininya.

Saya pikir, penegasan itu tercetus dan hanya akan dipegang oleh mereka yang telanjur masuk pada lingkaran utang. Awalnya coba-coba, namun lama-kelamaan mereka doyan juga hingga akhirnya menjadi ketagihan. Sama persis seperti zat adiktif yang memabukkan dan menghilangkan kesadaran, utang pun demikian. Perbedaan di antara keduanya hanya masalah tujuan, manfaat dan fungsi dalam penggunaan.

Selain itu, bila diruntut genealogis dari penegasan tersebut saya haqqul yaqin bahwa terminologi itu masih memiliki nasab dengan lagu gali lobang tutup lobang ciptaan Raja Dangdut Indonesia, yakni Bang Haji Rhoma Irama yang populer pada masanya. Bahkan sampai sekarang pun dendangnya masih saja menggema di kedua daun telinga meski aksi panggung grup Soneta tidak lagi nampak di depan mata. 

Bila kita cermati secara seksama, pola gali lobang tutup lobang sama dengan utang pada kenyataannya bukan solusi yang terbaik, karena bagaimanapun di sana hanya sekadar pengalihan rentetan modus belaka. Pengalihan rentetan modus yang kemudian menjadikan sebagian dari kita kerap terlena dengan sistem kerja yang berlaku di dalamnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun