Mohon tunggu...
Manda Gloria
Manda Gloria Mohon Tunggu... Petani - "Setiap kebaikan perlu diabadikan"

"Menulislah! Untuk perubahan."

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Cuitan Mesut Ozil yang Mendunia

28 Desember 2019   20:30 Diperbarui: 28 Desember 2019   20:40 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mesut Ozil, sebuah nama yang tak asing di telinga. Terutama bagi mereka yang menggilai dunia bola. Mesut Ozil merupakan pemain Arsenal. Bergabung sejak tahun 2013.

Selain terkenal memiliki track record yang bagus selama bermain di Arsenal. Jajaran prestasi ketika masih membela timnas Jerman tak kalah memukau. Dengan nama yang besar tak heran jika cuitannya bisa mencuri perhatian kemudian menjadi viral.

"Alquran dibakar, masjid ditutup, sekolah dilarang, cendekiawan
muslim satu per satu dihabisi. Bukankah mereka tahu bahwa memberikan persetujuan untuk penganiayaan merupakan penganiayaan itu sendiri?"

Itulah yang Ozil tulis dalam akun Twitter-nya dengan menggunakan bahasa Turki. Nama besar tak menghalanginya untuk bersuara tentang saudaranya di Xinjiang. 

Meskipun tindakannya tersebut berdampak pada pembatalan penayangan laga Arsenal vs Manchester City di China. Selain itu, karena dianggap melukai warga China, namanya juga dihapus dari game Pro Evolution Soccer (PES) 2020. Sebagaimana dikutip Tribunnews dari BBC, NetEase, yang menerbitkan waralaba PES di Cina, mengatakan bahwa, mantan pemain Jerman itu telah dihapus dari tiga gelar yang ada di negara itu. 

Cuitan tersebut seharusnya menjadi tamparan bagi pemimpin kaum muslimin. Mereka yang memiliki kekuasaan seharusnya memberikan perlawanan. Melakukan pembelaan hingga titik darah penghabisan. Bukannya justru diam seribu bahasa. Membiarkan darah kaum muslimin tertumpah dan kehormatan mereka terkoyak.

Sayangnya kekuatan para pemimpin kaum muslimin telah tergadai oleh seonggok pinjaman. Tak heran jika akhirnya mereka justru bergandengan mesra dengan tiran penjajah dan tega memakan darah saudaranya. Bersembunyi dibalik alasan klise, tak ingin mencampuri kebijakan dalam negeri China. 

Sebenarnya tak harus menjadi seorang muslim untuk peduli pada kasus Uighur atau negeri-negeri muslim lainnya. Cukup dengan memiliki rasa kemanusiaan, mereka yang melihat penindasan akan merasakan gusar. 

Faktanya, Jepang yang mayoritas penduduknya beragama shinto pernah memprotes genosida yang dialami suku Uighur. Begitupula Hongkong yang melakukan demonstran atas kasus Uighur ini.

Jika seseorang yang bukan muslim saja bisa berempati. Bagaimana dengan kita yang merupakan saudara seakidah? Kemanakah hilangnya ukhuwah? Bukankah Rasulullah saw. pernah bersabda bahwa kaum muslim merupakan satu tubuh. Ketika ada bagian tubuh yang sakit, maka bagian tubuh yang lain akan ikut merasakan. Apakah indera kita telah mati tertutup kenikmatan dunia yang fana?

Tak seharusnya kita berlepas tangan dan mengabaikan penderitaan mereka. Apalagi jika tak mampu memberi pertolongan, tak selayaknya memberikan komentar bahwa di Xinjiang baik-baik saja. Tidak ada kamp konsentrasi, apalagi upaya menjauhkan kaum muslimin dari kepercayaannya. Naudzubillah. 

Semakin nyata virus sekulerisme telah menjangkiti. Nasionalisme dijunjung tinggi hingga mengabaikan penderitaan suku Uighur di Xinjiang. Sekat nasionalisme telah memisahkan kaum muslimin dengan saudaranya yang berbeda negeri.

Rasulullah saw. bersabda:
"Sesungguhnya Allah telah mengharamkan atas sesama kalian darah kalian (untuk ditumpahkan) dan harta kalian (untuk dirampas) dan kehormatan (untuk dirusak). Sebagaimana haramnya hari ini, haramnya bulan ini dan haramnya negeri ini." (HR. Bukhari).

Ketika syariat telah jelas menyatakan keharamannya, sebagai seorang muslim hendaknya mentaatinya. Oleh karenanya, demi melaksanakan apa yang pernah disabdakan Rasulullah, khalifah Al-Mu'tasim Billah mengutus ribuan pasukan untuk menyerbu kota Amuria.

Atas kasus pelecehan seorang muslimah. Hari ini, ketika Islam bukan lagi sebagai rujukan, jutaan kaum muslimin masih tertindas di berbagai belahan dunia, tatapi pemimpin kaum muslimin justru menutup mata. 

Pemimpin yang memiliki keberanian tak mungkin lahir dari sistem yang rusak. Sistem yang rusak hanya akan melahirkan kerusakan pula. Apapun upaya yang dilakukan dengan sistem demokrasi, hanya akan membuang waktu dan memperpanjang penderitaan kaum muslimin. Diplomasi tak akan menyelesaikan permasalahan. Harus ada tindakan tegas terhadap negara yang telah menganiaya kaum muslimin. Sehingga ada efek jera.

Oleh karenanya penting untuk mengembalikan Islam ke tengah-tengah umat. Agar segera lahir pemimpin yang berani membela darah, harta serta kehormatan kaum muslimin serta memberikan perlindungan. Wallahu'alam bishshawab.

 

Oleh : Kunthi Mandasari
Pemerhati Generasi, Member AMK

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun