Mohon tunggu...
Maman Abdullah
Maman Abdullah Mohon Tunggu... Pengasuh Tahfidz | Penulis Gagasan

Magister pendidikan, pengasuh pesantren tahfidz, dan penulis opini yang menyuarakan perspektif Islam atas isu sosial, pendidikan, dan kebijakan publik.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pendidikan Islam dan Tantangan Kemandirian di Era Global

8 Oktober 2025   18:50 Diperbarui: 8 Oktober 2025   19:56 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam beberapa tahun terakhir, lembaga pendidikan Islam di Indonesia, khususnya pesantren dan madrasah, semakin sering menjadi mitra dalam berbagai program kerja sama internasional. Ada yang berbentuk beasiswa, pelatihan, atau peningkatan kapasitas guru dan dosen. Dari luar, semua ini tampak sebagai upaya positif memperluas wawasan dan membuka kesempatan belajar global. Namun, di balik gemerlap peluang itu, ada pertanyaan yang layak direnungkan bersama: sejauh mana dunia pendidikan Islam tetap mandiri dalam membentuk arah dan nilai-nilainya sendiri?

Soft Power di Dunia Pendidikan

Di era modern, kekuatan suatu bangsa tidak hanya diukur dari militer atau ekonomi, tetapi juga dari pengaruh budaya dan ideologinya. Pendidikan menjadi salah satu sarana paling halus dalam membangun pengaruh itu—dikenal sebagai soft power. Melalui beasiswa, pertukaran pelajar, dan pelatihan guru, nilai-nilai tertentu diperkenalkan secara perlahan dan sistematis.

Hal ini tidak serta-merta buruk. Selama umat Islam memiliki pondasi ideologis yang kuat, keterbukaan terhadap dunia luar justru bisa menjadi sarana pembelajaran lintas budaya. Namun, masalah muncul ketika kerja sama itu tidak sekadar berbagi ilmu, tetapi juga membawa agenda nilai yang bertentangan dengan ajaran Islam—seperti liberalisme, sekularisme, atau relativisme moral yang menempatkan agama hanya sebagai urusan pribadi.

Menjaga Jati Diri Pendidikan Islam

Pendidikan Islam memiliki misi yang jauh lebih dalam dibanding sekadar mencetak tenaga kerja atau sarjana berprestasi. Ia bertujuan melahirkan manusia berkepribadian Islam, berilmu, dan bertakwa. Di sinilah pesantren memainkan peran penting sebagai benteng akidah sekaligus pusat kebangkitan intelektual umat.

Karena itu, kerja sama internasional di bidang pendidikan harus ditempatkan dalam kerangka yang jelas: meningkatkan mutu ilmu pengetahuan tanpa kehilangan arah ideologi. Islam tidak menolak kemajuan, tetapi menolak penyerapan nilai-nilai yang mengikis iman. Sebagaimana firman Allah:

“Wahai orang-orang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa, dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan Muslim.” (QS. Âli Imrân [3]: 102)

Ayat ini bukan sekadar pesan spiritual, tetapi pedoman agar setiap langkah kemajuan tetap dalam koridor iman.

Solusi: Kemandirian dan Kolaborasi Seimbang

Kemandirian bukan berarti menutup diri. Pesantren dan kampus Islam tetap bisa bekerja sama dengan pihak mana pun selama prinsipnya jelas: ilmu diambil, nilai dijaga. Ada beberapa langkah solutif yang bisa ditempuh:

  1. Bangun jaringan pendidikan Islam lintas negara Muslim.
    Negara-negara muslim memiliki banyak universitas dan lembaga riset yang bisa saling menguatkan tanpa harus bergantung pada pihak luar.

  2. Perkuat kurikulum berbasis aqidah dan peradaban Islam.
    Santri dan mahasiswa perlu diajarkan literasi ideologi agar paham mana nilai yang sesuai Islam dan mana yang sekuler.

  3. Kembangkan riset dan inovasi mandiri.
    Pemerintah dan umat Islam perlu membangun ekosistem riset yang kuat agar tidak terus menjadi “konsumen ilmu” dari luar.

  4. Tingkatkan literasi geopolitik di kalangan pendidik.
    Guru dan dosen perlu memahami konteks global agar tidak mudah terjebak dalam agenda halus yang mengubah arah pendidikan.

Agar Tidak Sekadar Menjadi Konsumen

Ketika suatu bangsa terlalu bergantung pada bantuan luar untuk urusan pendidikan, sesungguhnya yang terancam bukan hanya ekonomi, tetapi juga arah berpikir dan ideologi. Sebab, pendidikan bukan sekadar transfer ilmu, melainkan pembentuk cara pandang hidup. Jika arah kebijakan, kurikulum, dan sumber pembiayaan banyak dikendalikan oleh pihak luar, lambat laun nilai-nilai lokal dan keyakinan agama bisa tergeser oleh standar global yang sering kali tidak netral. Dalam sejarah modern, banyak negara berkembang yang kehilangan karakter pendidikannya karena terlalu cepat menyesuaikan diri dengan konsep-konsep pendidikan Barat tanpa melakukan penyaringan nilai. Akibatnya, lembaga pendidikan kehilangan ruh spiritual, hanya mencetak tenaga kerja, bukan insan pembangun peradaban.

Umat Islam perlu menyadari bahwa kemajuan sejati bukan diukur dari seberapa mirip kita dengan dunia Barat, tetapi sejauh mana kita mampu membangun sistem pendidikan yang berakar pada wahyu dan berorientasi pada kemaslahatan umat. Pendidikan Islam semestinya melahirkan generasi yang bukan hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga kokoh dalam aqidah dan akhlaknya. Di sinilah pentingnya kemandirian: membangun ilmu tanpa kehilangan iman, menguasai teknologi tanpa tunduk pada ideologi sekuler. Peradaban Islam pernah berdiri megah karena memadukan ilmu dan nilai Ilahi. Maka, sudah saatnya dunia Islam kembali percaya diri mengembangkan model pendidikan sendiri—yang unggul, berkeadilan, dan menuntun manusia kepada Allah, bukan menjauh darinya.

Penutup

Kerja sama internasional memang penting, tapi kemandirian jauh lebih penting. Dunia pendidikan Islam harus menjadi pelaku, bukan sekadar objek. Ia harus membuka jendela ke dunia tanpa kehilangan arah kiblatnya.

Mungkin inilah saatnya pesantren dan lembaga pendidikan Islam berhenti merasa kecil, berhenti menganggap diri sebagai “penerima bantuan”, dan mulai berdiri tegak sebagai sumber cahaya bagi dunia. Karena sejarah telah membuktikan, peradaban Islam pernah memimpin dunia dengan ilmu, iman, dan akhlak. Kini, tugas kita adalah menghidupkannya kembali—bukan dengan menolak dunia, tapi dengan menata kembali arah pendidikan agar berpihak pada nilai-nilai Ilahi.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun