Mohon tunggu...
Maman Abdullah
Maman Abdullah Mohon Tunggu... Pengasuh Tahfidz | Penulis Gagasan

Magister pendidikan, pengasuh pesantren tahfidz, dan penulis opini yang menyuarakan perspektif Islam atas isu sosial, pendidikan, dan kebijakan publik.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Sekularisme: Akar Krisis Identitas Umat Islam Modern

6 Oktober 2025   09:00 Diperbarui: 6 Oktober 2025   09:03 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Fenomena krisis identitas di tengah umat Islam modern kian terasa. Banyak generasi muda Muslim tampak ragu terhadap dirinya sendiri: apakah mereka bagian dari peradaban Islam yang agung, ataukah sekadar meniru gaya hidup Barat yang sekuler? Di satu sisi mereka shalat, puasa, bahkan aktif di masjid. Namun di sisi lain, pola pikir dan sikap hidupnya jauh dari nilai-nilai Islam. Ada kebingungan, bahkan kegamangan. Pertanyaannya, bagaimana mungkin umat Islam yang jumlahnya besar justru kehilangan arah identitas?

Pengertian Sekularisme

Sekularisme berakar dari sejarah kelam Eropa ketika gereja dianggap menghambat kemajuan sains. Sebagai reaksi, lahirlah gagasan pemisahan agama dari kehidupan publik. Sejak itu, agama hanya diposisikan dalam ruang privat, sedangkan urusan politik, ekonomi, pendidikan, dan sosial diserahkan pada akal manusia semata. Inilah hakikat sekularisme: memisahkan agama dari kehidupan.

Islam, berbeda dengan pengalaman Barat, justru menempatkan aqidah sebagai landasan menyeluruh. Aqidah Islam bukan hanya keyakinan ritual, tetapi juga asas bagi aturan hidup. Karenanya, memisahkan agama dari kehidupan sama saja dengan mengebiri Islam itu sendiri.

Pengaruh Sekularisme terhadap Umat Islam

Sekularisme merasuk ke dunia Islam terutama melalui kolonialisme. Para penjajah Barat tidak hanya merampas tanah dan kekayaan, tetapi juga menyusupkan ideologi pemisahan agama dari kehidupan. Melalui sistem pendidikan kolonial, umat dipaksa melihat ilmu dunia seolah netral tanpa nilai, sementara agama hanya ditempatkan di ruang privat ibadah. Akibatnya, tradisi keilmuan Islam yang dulu menyatukan aqidah, syariat, dan sains terputus, melahirkan generasi Muslim yang kehilangan cara pandang menyeluruh dalam memaknai kehidupan.

Dalam ranah politik, pengaruh sekularisme terlihat semakin kuat. Hampir semua negara Muslim pascakolonial berdiri di atas fondasi demokrasi sekuler yang menyingkirkan syariat dari panggung kekuasaan. Politik dijalankan dengan logika pragmatis dan kepentingan jangka pendek. Suara rakyat dapat dibeli, hukum tunduk pada elite, dan kursi kekuasaan ditopang modal besar. Semua ini menjauhkan umat dari kepemimpinan yang semestinya berasaskan aqidah Islam dan menegakkan keadilan bagi seluruh rakyat.

Budaya populer pun tidak luput dari pengaruh sekularisme. Hiburan massal, media sosial, dan arus globalisasi menggiring umat pada gaya hidup materialistik, individualistik, dan hedonis. Kesuksesan didefinisikan dengan harta, jabatan, dan popularitas, bukan ketakwaan dan kontribusi bagi umat. Dunia akademik lebih menghargai adopsi perspektif Barat ketimbang menggali khazanah keilmuan Islam. Perlahan tapi pasti, lahirlah generasi Muslim yang merasa bangga dengan identitas sekuler-modern, namun justru semakin asing dengan agamanya sendiri.

Krisis Identitas yang Dihasilkan

Dampaknya, lahirlah krisis identitas di tengah umat. Banyak Muslim lebih bangga dengan identitas nasionalis atau modern sekuler daripada identitas Islamnya. Muncul dualisme: muslim dalam ibadah, sekuler dalam politik dan ekonomi. Mereka bisa rajin shalat, tetapi mendukung sistem riba. Mereka bisa berpuasa, tapi tetap mengidolakan pemimpin yang jelas-jelas menolak penerapan syariah.

Krisis identitas ini juga menumbuhkan rasa rendah diri. Umat Islam kehilangan kebanggaan terhadap sejarah peradaban mereka sendiri. Generasi muda lebih hafal budaya pop global ketimbang warisan ilmuwan Muslim seperti Ibnu Sina, Al-Farabi, atau Al-Khawarizmi. Bahkan ada yang merasa nilai Islam “ketinggalan zaman” sehingga harus disesuaikan dengan sekularisme.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun