Mohon tunggu...
Maman Abdullah
Maman Abdullah Mohon Tunggu... Pengasuh Tahfidz | Penulis Gagasan

Magister pendidikan, pengasuh pesantren tahfidz, dan penulis opini yang menyuarakan perspektif Islam atas isu sosial, pendidikan, dan kebijakan publik.

Selanjutnya

Tutup

Parenting

Ketika Dunia Jadi Tujuan, Akhirat Terlupakan

24 September 2025   07:00 Diperbarui: 24 September 2025   07:02 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di usia yang sudah condong ke barat, saya kerap merenung: untuk apa sesungguhnya hidup ini? Apakah sekadar mengejar dunia yang fana, atau menyiapkan tujuan lebih besar yang abadi? Dalam renungan itu, saya teringat pesan Imam al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin, bahwa siapa saja yang menjadikan dunia sebagai tujuan hidup sambil melupakan akhirat, akan ditimpa enam macam siksa: tiga di dunia, tiga di akhirat. Peringatan itu membuat dada terasa sesak, seakan Allah sedang menegur agar kita tidak salah menata arah hidup.

Terlebih, kita hidup di zaman ketika dunia begitu memesona. Gedung tinggi, kendaraan mewah, dan gawai canggih seolah menjadi ukuran kebahagiaan. Banyak orang bersorak saat rekening bertambah, tetapi jarang hati bergetar saat mendengar ayat Allah. Padahal Rasulullah ﷺ sudah berulang kali mengingatkan bahwa dunia hanyalah persinggahan, bukan tujuan akhir. Pesan Imam al-Ghazali kembali menegaskan: menjadikan dunia sebagai orientasi hidup hanyalah jalan menuju derita, baik di dunia maupun di akhirat.


Tiga Siksa di Dunia

Siksa dunia bukan selalu berupa bencana yang terlihat oleh mata. Justru ia datang diam-diam, melekat dalam jiwa, dan mengikis ketenteraman.

Pertama, angan-angan tiada akhir. Hidup selalu diselimuti khayalan, “Kalau aku punya rumah lebih besar, pasti bahagia.” Lalu setelah itu muncul lagi keinginan lain: “Kalau saja aku punya mobil baru, mungkin lebih tenang.” Padahal, ketika semua tercapai, hati tetap gelisah.

Kedua, keserakahan tanpa qana’ah. Harta tidak pernah cukup, kedudukan tidak pernah puas. Orang seperti ini bangun tidur hanya memikirkan cara menambah kekayaan, tidur pun ditemani kegelisahan. Padahal, qana’ah—rasa cukup—adalah harta paling berharga yang sering dilupakan.

Ketiga, dicabutnya rasa nikmat. Apa pun yang dimiliki tidak menghadirkan kebahagiaan. Makanan lezat terasa hambar, rumah megah terasa kosong, bahkan keluarga tidak membawa ketenteraman. Hidup dijalani, tetapi tanpa rasa syukur. Bukankah ini siksaan batin yang sangat berat?

Tiga Siksa di Akhirat

Namun, penderitaan yang lebih pedih justru menunggu di akhirat. Saat tabir dunia tersingkap, manusia baru sadar bahwa semua yang dikejar hanyalah fatamorgana.

Pertama, ketakutan besar di hari kiamat. Bayangkan, bumi diguncang, matahari mendekat, lautan meluap, manusia berdesak-desakan di padang mahsyar. Semua dalam ketakutan, tetapi bagi pecinta dunia, rasa takut itu berlipat-lipat.

Kedua, hisab yang berat. Tidak ada satu pun amal yang terlewat. Dari harta yang diperoleh, waktu yang dihabiskan, bahkan sekadar ucapan yang keluar dari mulut. Semua dicatat, semua ditimbang. Betapa berat bagi mereka yang hidupnya hanya untuk mengejar dunia, sementara amal shalihnya sedikit.

Ketiga, kesedihan panjang tanpa ujung. Inilah puncak penyesalan. Ketika manusia berkata, “Seandainya aku dulu lebih banyak mengingat Allah. Seandainya aku lebih sering shalat, lebih sering bersedekah, lebih banyak menolong sesama…” Namun semua itu hanyalah sesal, karena kesempatan sudah sirna.

Bayangan Pedih Itu Nyata

Coba kita bayangkan sejenak. Di dunia, seorang raja bisa tidur di ranjang emas, tetapi di akhirat ia mungkin menggigil ketakutan. Seorang kaya bisa menumpuk harta tak terhitung, tetapi di hadapan Allah ia hanya membawa amal yang sepele. Saat itu, tidak ada lagi ayah, ibu, anak, atau sahabat yang bisa menolong. Semua sibuk dengan nasib masing-masing.

Bayangan pedih ini bukan dongeng, melainkan janji Allah yang termaktub dalam Al-Qur’an dan hadis. Justru karena kasih sayang-Nya, kita diberi peringatan sejak di dunia, agar masih ada kesempatan memperbaiki diri.

Menjadikan Akhirat Tujuan Sejati

Dunia tetap perlu diurus. Kita bekerja, berusaha, dan mencari nafkah, itu bagian dari ibadah. Tetapi jangan sampai dunia menjadi tujuan akhir. Jadikan ia jembatan menuju akhirat. Seperti kata ulama, “Jadikan dunia di tanganmu, jangan di hatimu.”

Ketika akhirat menjadi tujuan, dunia akan ikut tertata. Kita tidak akan tamak, karena sadar semua hanya titipan. Kita tidak akan lalai, karena tahu semua akan dipertanggungjawabkan. Dunia akan terasa indah jika dipandang sebagai ladang amal, bukan singgasana abadi.

Penutup

Hidup ini sebentar. Dunia hanyalah persinggahan. Jika dunia dijadikan tujuan, akhirat akan terlupakan. Dan jika akhirat terlupakan, maka derita itu akan datang: gelisah di dunia, pedih di akhirat.

Maka marilah kita menundukkan ambisi dunia, menata hati, dan menjadikan akhirat sebagai tujuan sejati. Semoga Allah ﷻ melindungi kita dari siksa itu, dan menuntun langkah kita menuju kebahagiaan abadi di surga-Nya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun