Mari kita lihat persoalan kenaikan harga kebutuhan pokok. Dalam kacamata kapitalisme, itu sekadar hukum pasar: permintaan naik, harga ikut naik. Tugas negara hanya menjaga stabilitas minimal.
Tetapi dengan kacamata akidah Islam, persoalan ini dilihat dari sudut keadilan. Apakah distribusi barang berjalan benar? Apakah ada penimbunan yang merugikan rakyat? Apakah negara hadir menjamin kebutuhan dasar masyarakat? Dalam logika Islam, ekonomi bukan hanya soal angka, tetapi amanah yang harus ditunaikan.
Begitu pula dalam budaya. Banyak tren media sosial yang viral, dari challenge menari hingga gaya hidup konsumtif. Sistem pasar menilainya sah selama ada yang menonton. Namun akidah Islam mendorong kita bertanya: apakah tren ini mendidik generasi atau justru melalaikan dari tujuan hidup?
Politik Global dalam Kacamata Akidah
Akidah juga memberi filter dalam melihat politik dunia. Konflik di Timur Tengah, dominasi negara besar, atau penjajahan ekonomi, tidak cukup disebut "konflik kepentingan." Dengan akidah Islam, kita memahami bahwa ada ideologi yang bertarung, ada ketidakadilan yang harus dilawan, dan ada kewajiban seorang Muslim untuk peduli terhadap penderitaan saudaranya.
Seperti dikatakan Quraish Shihab, iman tidak boleh berhenti sebagai keyakinan pribadi, tetapi harus melahirkan kepedulian sosial. Inilah yang membedakan cara pandang seorang Muslim dengan logika pragmatis semata.
Tantangan dan Peluang
Menggunakan kacamata akidah Islam di era modern memang penuh tantangan. Standar kapitalisme dan materialisme begitu dominan. Banyak godaan untuk mengukur hidup hanya dengan harta, popularitas, atau jabatan.
Namun di situlah peluang Islam untuk tampil sebagai alternatif. Akidah Islam menghadirkan pandangan hidup yang adil, bermoral, dan bermakna. Ia membebaskan manusia dari keterikatan pada angka dan tren, lalu mengembalikannya pada tujuan utama: mencari ridha Allah.