Di era banjir informasi, manusia setiap hari dihadapkan pada berbagai peristiwa: isu politik, naik turunnya harga kebutuhan, tren budaya, hingga gaya hidup selebritas. Semua berseliweran di layar ponsel dan ruang publik kita. Namun pertanyaannya, dengan apa kita menilai dan memahami semua itu? Apakah cukup dengan logika pragmatis, mengikuti opini mayoritas, ataukah dengan kacamata akidah Islam?
Akidah: Lebih dari Sekadar Keyakinan
Bagi seorang Muslim, akidah adalah pondasi hidup. Namun akidah tidak tunggal bentuknya. Ada akidah dogmatis, yakni keyakinan yang diterima tanpa berpikir kritis dan berhenti hanya sebagai kepercayaan di hati. Sebaliknya, ada akidah 'aqliyah (ideologis), yaitu keyakinan yang lahir dari proses berpikir mendalam tentang manusia, alam semesta, dan kehidupan. Akidah jenis ini tidak berhenti pada keyakinan, melainkan melahirkan aturan hidup yang menyeluruh.
Islam hadir dengan akidah 'aqliyah. Ia dibangun melalui dalil rasional yang kokoh, bukan sekadar warisan turun-temurun. Lebih jauh, akidah Islam melahirkan sistem aturan: dari ibadah, muamalah, politik, ekonomi, pendidikan, hingga hubungan antarbangsa. Dengan kata lain, akidah bukan hanya soal iman pribadi, tetapi juga kompas untuk menata kehidupan bersama.
Pandangan Para Ulama dan Pakar
Sejumlah pakar dan ulama menegaskan pentingnya akidah sebagai dasar pandangan hidup. Harun Nasution menyebut akidah sebagai fondasi seluruh bangunan Islam, sementara Abuddin Nata membedakan akidah dogmatis yang pasif dengan akidah ideologis yang melahirkan aturan nyata. Syed Naquib al-Attas menegaskan Islam sebagai worldview---pandangan hidup menyeluruh yang membentuk cara berpikir dan bertindak. Taqiyuddin an-Nabhani menambahkan bahwa akidah Islam adalah akidah 'aqliyah, lahir dari proses berpikir mendalam hingga melahirkan sistem hidup. Ulama klasik seperti Al-Ghazali dan Ibn Taymiyyah juga sejalan: iman sejati bukan sekadar keyakinan di hati, melainkan keyakinan yang menuntun amal nyata dan mengatur kehidupan sosial.
Akidah Sebagai Kompas Hidup
Dengan akidah ideologis, seorang Muslim memiliki kompas yang jelas. Ia tidak sekadar percaya kepada Allah, tetapi keyakinannya itu menuntun sikap sehari-hari. Misalnya, dalam sistem ekonomi kapitalis, riba dianggap wajar. Namun seorang Muslim yang berpijak pada akidah Islam akan menolak riba, bukan karena ikut-ikutan, melainkan karena sadar aturan Allah melarangnya.
Kompas akidah ini membuat seorang Muslim konsisten, tidak mudah hanyut oleh tren sesaat, dan tidak gamang menghadapi mayoritas.
Membaca Fenomena Sehari-hari
Mari kita lihat persoalan kenaikan harga kebutuhan pokok. Dalam kacamata kapitalisme, itu sekadar hukum pasar: permintaan naik, harga ikut naik. Tugas negara hanya menjaga stabilitas minimal.
Tetapi dengan kacamata akidah Islam, persoalan ini dilihat dari sudut keadilan. Apakah distribusi barang berjalan benar? Apakah ada penimbunan yang merugikan rakyat? Apakah negara hadir menjamin kebutuhan dasar masyarakat? Dalam logika Islam, ekonomi bukan hanya soal angka, tetapi amanah yang harus ditunaikan.
Begitu pula dalam budaya. Banyak tren media sosial yang viral, dari challenge menari hingga gaya hidup konsumtif. Sistem pasar menilainya sah selama ada yang menonton. Namun akidah Islam mendorong kita bertanya: apakah tren ini mendidik generasi atau justru melalaikan dari tujuan hidup?
Politik Global dalam Kacamata Akidah
Akidah juga memberi filter dalam melihat politik dunia. Konflik di Timur Tengah, dominasi negara besar, atau penjajahan ekonomi, tidak cukup disebut "konflik kepentingan." Dengan akidah Islam, kita memahami bahwa ada ideologi yang bertarung, ada ketidakadilan yang harus dilawan, dan ada kewajiban seorang Muslim untuk peduli terhadap penderitaan saudaranya.
Seperti dikatakan Quraish Shihab, iman tidak boleh berhenti sebagai keyakinan pribadi, tetapi harus melahirkan kepedulian sosial. Inilah yang membedakan cara pandang seorang Muslim dengan logika pragmatis semata.
Tantangan dan Peluang
Menggunakan kacamata akidah Islam di era modern memang penuh tantangan. Standar kapitalisme dan materialisme begitu dominan. Banyak godaan untuk mengukur hidup hanya dengan harta, popularitas, atau jabatan.
Namun di situlah peluang Islam untuk tampil sebagai alternatif. Akidah Islam menghadirkan pandangan hidup yang adil, bermoral, dan bermakna. Ia membebaskan manusia dari keterikatan pada angka dan tren, lalu mengembalikannya pada tujuan utama: mencari ridha Allah.
Penutup
Membaca dunia dengan kacamata akidah Islam bukan berarti menolak modernitas. Justru Islam mendorong umatnya memanfaatkan ilmu dan teknologi, selama sesuai dengan halal-haram.
Dengan akidah 'aqliyah sebagai kompas, seorang Muslim tidak mudah terbawa arus. Ia mampu memilah mana yang bermanfaat dan mana yang menyesatkan. Dunia hanyalah persinggahan singkat, dan akidah Islam adalah penuntun agar perjalanan ini berakhir pada ridha Allah.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI