Kurangnya kepedulian perusahaan terhadap masyarakat sekitar proyek. Banyak proyek raksasa hadir di tengah kampung miskin. Tanpa program kepedulian sosial (CSR), masyarakat bisa merasa hanya menjadi penonton yang tak mendapat manfaat. Biasanya perusahaan membangun hubungan lewat santunan langsung, beasiswa, atau program pemberdayaan. Ketika CSR berjalan baik, masyarakat merasa dihargai dan diayomi. Hal ini bukan saja mengurangi kecemburuan sosial, tetapi juga menumbuhkan rasa ikut memiliki dan menjaga aset bersama.
Data kepolisian menunjukkan bahwa kasus pencurian kabel dan besi milik negara terjadi ratusan kali setiap tahun, dengan kerugian miliaran rupiah. Pencurian tidak hanya merugikan negara, tetapi juga mengancam nyawa masyarakat luas.
Penutup: Pembangunan Butuh Jiwa
Kasus kabel Whoosh seharusnya jadi alarm keras. Pembangunan fisik tanpa pembangunan jiwa hanyalah ilusi. Negara butuh bukan hanya jalan tol, kereta cepat, atau gedung pencakar langit, tetapi juga manusia yang jujur, amanah, dan berakhlak.
Kemiskinan material harus diatasi dengan kebijakan yang adil: pemerataan lapangan kerja, jaminan sosial, dan pengurangan kesenjangan. Tetapi kemiskinan spiritual hanya bisa diatasi dengan pendidikan iman dan moral yang kuat, baik di keluarga, sekolah, maupun masyarakat.
Jika dua hal ini tidak berjalan seimbang, maka infrastruktur secanggih apa pun akan terus menjadi sasaran tangan-tangan jahil. Sejarah membuktikan: bangsa yang hancur bukan karena kurang jalan tol atau kereta cepat, melainkan karena rapuhnya moral warganya.
Gotong royong, rasa amanah, dan kesadaran bahwa harta publik adalah milik bersama harus kembali ditanamkan. Sebab kemajuan sejati bukan sekadar soal kecepatan kereta, melainkan kedalaman mentalitas bangsa.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI