Mohon tunggu...
Maman Abdullah
Maman Abdullah Mohon Tunggu... Pengasuh Tahfidz | Penulis Gagasan

Magister pendidikan, pengasuh pesantren tahfidz, dan penulis opini yang menyuarakan perspektif Islam atas isu sosial, pendidikan, dan kebijakan publik.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Sri Mulyani vs Purbaya: Dua Mazhab Ekonomi dalam Bingkai Kapitalisme

15 September 2025   08:10 Diperbarui: 15 September 2025   21:19 300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pergantian Menteri Keuangan dari Sri Mulyani Indrawati ke Purbaya Yudhi Sadewa menjadi sorotan publik. Presiden Joko Widodo sendiri menegaskan, keduanya mewakili “mazhab ekonomi” yang berbeda. Pernyataan itu segera menimbulkan rasa ingin tahu: apa sebenarnya perbedaan yang dimaksud?

Jika ditelusuri lebih dalam, perbedaan itu bukanlah persoalan paradigma besar, melainkan strategi teknis. Sri Mulyani dan Purbaya memang berbeda pendekatan, tetapi keduanya tetap berdiri di atas asas yang sama: kapitalisme dengan standar manfaat (utility) sebagai pijakan utama kebijakan.


Sri Mulyani: APBN Sebagai Mesin Pertumbuhan

Sri Mulyani dikenal luas sebagai teknokrat yang menekankan peran aktif APBN untuk mendorong pertumbuhan. Fungsi alokasi, distribusi, dan stabilisasi fiskal dijalankannya dengan tujuan memperkuat konsumsi domestik, menarik investasi, dan menjaga daya saing ekspor.

Reformasi pajak, efisiensi belanja, transparansi, dan pemberantasan korupsi adalah ciri khas kebijakannya. Baginya, APBN bukan sekadar neraca pendapatan dan belanja, melainkan motor penggerak utama ekonomi nasional.

Orientasinya jelas: growth-oriented. Pertumbuhan dianggap manfaat terbesar yang harus dikejar, meski sering kali hal itu menuntut defisit yang cukup besar.

Purbaya: Stabilitas di Atas Segalanya

Sebaliknya, Purbaya Yudhi Sadewa tampil dengan orientasi berbeda. Fokus utamanya adalah stabilitas fiskal. Ia menekankan disiplin anggaran, pengendalian inflasi, dan kehati-hatian dalam menambah utang. Baginya, defisit adalah ancaman yang bisa melemahkan fondasi ekonomi.

Pasar pun merespons positif. Rupiah menguat, IHSG bergerak naik, dan pelaku usaha merasa lebih tenang. Di tangan Purbaya, APBN bukan lagi mesin pertumbuhan, melainkan penjaga keseimbangan agar ekonomi tidak goyah oleh gejolak global.

Orientasinya dapat disebut stability-oriented, yaitu menjaga kepercayaan pasar sebagai manfaat terbesar yang harus dipertahankan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun