Mohon tunggu...
Maman Abdullah
Maman Abdullah Mohon Tunggu... Pengasuh Tahfidz | Penulis Gagasan

Magister pendidikan, pengasuh pesantren tahfidz, dan penulis opini yang menyuarakan perspektif Islam atas isu sosial, pendidikan, dan kebijakan publik.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kapitalisme: Kemewahan Elit, Belenggu bagi Dunia

11 September 2025   10:00 Diperbarui: 11 September 2025   10:02 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kita hidup di era yang serba cepat, di mana kata "kemajuan" sering diidentikkan dengan pertumbuhan ekonomi. Namun, di balik gemerlap pencapaian, ada satu pertanyaan yang jarang diajukan: apakah sistem ekonomi global yang kita jalani benar-benar membawa keadilan? Kapitalisme, yang kini mendominasi hampir seluruh aspek kehidupan, sering dipuja sebagai motor kemakmuran. Tapi bagi banyak orang, ia justru terasa seperti belenggu.

Kapitalisme dan Janji Kemakmuran

Kapitalisme berangkat dari ide sederhana: kebebasan kepemilikan dan mekanisme pasar diyakini mampu menciptakan kesejahteraan. Setiap orang diberi peluang untuk bersaing, bekerja, dan mengembangkan usaha. Dari sinilah lahir inovasi, industri raksasa, serta jaringan global yang menghubungkan satu negara dengan negara lain.

Di permukaan, kapitalisme memang berhasil melahirkan "keajaiban ekonomi" di berbagai belahan dunia. Lihatlah kota-kota modern dengan gedung pencakar langit, pasar saham yang berdenyut setiap detik, serta perusahaan teknologi yang menjanjikan kemudahan hidup. Namun, di balik janji manis itu, terdapat konsekuensi yang tak bisa diabaikan.


Belenggu Ketimpangan

Salah satu wajah kapitalisme yang paling nyata adalah ketimpangan. Menurut laporan Oxfam, 1% orang terkaya di dunia menguasai hampir separuh kekayaan global. Sementara miliaran orang lainnya harus berbagi sisa yang terbatas. Ketimpangan ini bukan sekadar angka statistik, tapi realitas sehari-hari: buruh yang bekerja berjam-jam dengan upah rendah, petani yang sulit menjual hasil panen karena harga ditekan tengkulak, hingga anak-anak yang kehilangan akses pendidikan layak karena biaya kian mahal.

Di negara maju, kapitalisme melahirkan segelintir miliarder yang mampu "bermain" dengan investasi lintas negara. Sementara di negara berkembang, rakyat kecil harus menanggung beban utang luar negeri dan harga kebutuhan pokok yang terus naik. Dengan kata lain, kapitalisme menciptakan dunia dua wajah: satu wajah penuh pesta pora, wajah lainnya penuh peluh dan air mata.

Kapitalisme dan Eksploitasi Terselubung

Kapitalisme sering kali menutupi praktik eksploitatif dengan wajah modernisasi. Kita menyebutnya "investasi asing", "kerja sama internasional", atau "pembangunan infrastruktur". Namun, realitasnya, banyak negara berkembang justru kehilangan kendali atas sumber daya alamnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun