"Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka..."
(QS Al-Anfal: 2)
Jika kita bertanya, mengapa generasi muda hari ini semakin jauh dari Islam, padahal mereka bersekolah di institusi yang disebut "Islam", jawabannya bukan sesederhana kurangnya pendidikan agama. Masalahnya jauh lebih mendalam: arah pendidikan yang tidak dibangun di atas akidah Islamiyah.
Banyak sekolah dan pesantren yang mencantumkan label "Islam", tetapi masih mengadopsi struktur kurikulum sekuler, menjadikan Islam sebatas mata pelajaran, bukan paradigma hidup. Akibatnya, lahirlah siswa yang rajin shalat tapi tak punya sensitivitas terhadap maksiat publik; siswa yang hafal ayat namun bingung menentukan sikap dalam konflik nilai. Inilah krisis syakhsiyah Islamiyah yang kita hadapi.
Pendidikan: Bukan Sekadar Transfer Ilmu
Pendidikan dalam Islam bukanlah proses teknis pengisian otak dengan informasi. Ia adalah proses tandhīm al-fikr (mengatur pola pikir) dan tahdzīb an-nafs (membina jiwa). Tujuannya bukan mencetak anak yang hanya pintar dalam ujian, tetapi mencetak manusia beriman, berpikir benar, dan bersikap lurus, atau dalam istilah Islam: bersyakhsiyah Islamiyah.
Syakhsiyah Islamiyah adalah kepribadian yang dibentuk dari dua komponen:
Aqliyah Islamiyah: pola pikir yang ditimbang dengan akidah Islam
Nafsiyah Islamiyah: dorongan sikap yang dikendalikan oleh akidah
Seorang siswa yang memiliki syakhsiyah akan terbiasa bertanya sebelum bertindak: “Apa hukumnya?”, bukan “Apa manfaatnya?” atau “Apa kata orang?”. Ia akan membiasakan diri menimbang setiap informasi, aktivitas, bahkan cita-citanya dengan standar halal-haram, bukan semata logika duniawi.
Mengapa Harus Berbasis Akidah?
Karena hanya akidah yang mampu menyatukan akal dan hati, membentuk orientasi hidup yang lurus. Pendidikan tanpa akidah hanya akan menghasilkan manusia-manusia cerdas tapi tanpa arah, penuh informasi tapi miskin hikmah.