Beberapa cewek jika ditanya tak punya banyak mantan pacar. Tapi bagaimana dengan mantan HTS alias mantan hubungan tanpa status?
Hmmm... mantan pacar boleh satu, tapi mantan HTS-nya bisa banyak! Begitu juga kah? Hehehe...
Santai saja, tak sedikit kok cewek yang lebih memilih menjalani HTS. Bukan berarti HTS itu enak ya? Tapi tak semua juga HTS itu negatif.
Namanya saja HTS, hubungan tanpa status. Status pacar bukan, tapi teman juga bukan. Wong hubungan lebih dekat dari pertemanan biasa. Lebih tepatnya adalah "dianggap teman".
Lalu mengapa cewek memilih ber-HTS daripada jadi pacar. Padahal kemana-mana berdua, olahraga berdua, nonton berdua, tapi status cuma "teman".Â
Nah, berikut adalah beberapa alasan yang mungkin melatarbelakangi cewek menjalani HTS :
1. Belum boleh pacaran
Biasanya ini terjadi pada remaja yang duduk di bangku SMP atau SMA. Beberapa orangtua tidak mengijinkan anaknya pacaran. Tapi cinta datang tanpa permisi, bagaimana menolaknya?
Akhirnya cewek memilih dekat bukan sebagai pacar tapi sebagai teman. "Aku belum bisa pacaran, kita berteman saja ya?" begitu jawaban klise ketika ada yang menyatakan cinta.
Jika ditanya teman atau orangtua pun jawabnya "hanya temanan kok" daripada terkena siraman rohani 7 hari 7 malam. Hahaha
 Hayo, ada yang begitu kan?
2. Belum yakin
Sudah jatuh cinta tapi tidak yakin si dia benar-benar sayang atau tidak. Seringkali karena inilah, cewek memilih HTS dulu sebelum jadian atau mungkin tak pernah jadian.
Masa HTS bisa pendek atau bisa lama, tergantung situasi dan kondisi. Harap maklum karena kaum hawa memang selalu menggunakan perasaan dalam segala hal.
"Kita temenan dulu saja ya?" begitu biasanya. Cewek tak hanya butuh kepastian, dia butuh juga memastikan perasaannya sendiri. Hmmm...
3. Ada perbedaan
Sebagai cewek pastinya punya kriteria cowok idaman. Kadang orangtua juga menyodorkan kriterianya sendiri untuk calon pacar sang anak.
Umumnya di Indonesia, masalah agama dan suku/etnis masih sering dijadikan pertimbangan dalam memilih pasangan. Jika cowok ternyata tidak memenuhi kriteria ini, cewek akan merasa ragu. Ada dilema juga antara taat kepada orangtua, prinsip hidupnya sendiri, dan cinta.
Hubungan dengan perbedaan ini ibarat sepeda tanpa stang. Karenanya, baik cewek atau cowok memutuskan untuk "jalani saja dulu". Artinya, ya HTS saja.
Dengan HTS, cibiran atau komentar orang yang tak perlu bisa terkendali dibanding jika berstatus pacaran. Tahu sendiri kan orang kita paling gemar mengurusi orang lain? Huhuhu
4. Belum move on
Putus dari pacar membuat cewek susah move on. Berbeda dari cowok yang mudah move on, cewek sangat melow dan mungkin masih bersedih. Susahnya move on seorang cewek itu seperti lagu Raisa, terjebak nostalgia! Uhukkk...
Bila saja saat itu dia bertemu cowok yang baru, mungkin cewek bisa kembali jatuh cinta. Namun, belum tentu dia mau langsung ditembak menjadi pacar.
Kalau dalam perjalanan HTS, pihak cewek bisa move on mungkin akan berganti status. Tapi jika tidak, kemungkinan besar hubungan berjalan tanpa status.
5. Belum siap berkomitmen
Status tak jarang memberi konsekuensi tersendiri. Karena konsekuensi inilah maka seseorang memilih untuk HTS.
Alya (nama samaran) memilih menjalani HTS dengan Brandon (nama samaran) karena tak mau didesak-desak untuk segera menikah. Di depan orangtuanya dan orangtua Brandon, Alya berkilah hanya berteman saja.
Alya tahu jika jadian dengan Brandon, pasti mereka akan disuruh menikah cepat-cepat karena keduanya sudah mapan dan cukup umur. Alya belum siap untuk berkomitmen dan menikah. Dia ingin mengejar karir dulu.
Cerita Alya dan Brandon banyak terjadi. Banyak orangtua bawel supaya anak cepat menikah. Padahal menikah itu sekali seumur hidup. Untuk apa dilakukan karena desakan umur atau tuntutan sosial?
Ini pun terjadi pada saya dengan mantan terakhir (cieee...). Baru kenal sebentar, doi mengenalkan saya pada keluarganya. Saya tahu itu adalah bentuk keseriusan atas hubungan.
Tapi apa jadinya, begitu dikenalkan dengan ibunya, saya langsung dicecar banyak pertanyaan seolah sudah siap menikah dengan anaknya. Di satu sisi, saya senang karena beliau sreg dengan saya. Namun di sisi lain, aduh pusing!
Si doi pun langsung meminta maaf dan harap maklum karena ibunya sudah tua. Setelah itu tetap saja bawel selalu tanya kapan saya membawa anaknya ke keluarga saya. Pokokmen angel wes angel!
Alhasil, saya kenalkan ke keluarga saya. Tiga bulan setelah resmi berpacaran kami langsung tunangan. Tepat setahun pacaran, dimana 3/4 dari masa itu adalah LDR, kami menikah.
Disitu saya paham mengapa HTS itu ternyata menjadi pilihan. Rasanya tak ada yang salah dengan HTS saat hubungan belum terikat dengan perkawinan. Status seringkali bikin ribet.
Hal berbeda jika seseorang sudah menikah, ya jangan coba-coba untuk HTS. Itu namanya selingkuh! Kita harus menghargai diri kita dan sakralnya ikatan perkawinan.
Nah, kembali ke masalah HTS. Jadi buat cewek itu, mantan pacar boleh saja bisa dihitung dengan jari tapi mantan HTS bisa jadi membentuk barisan. Hahaha...Â
Lalu bagaimana jika terjebak dengan HTS atau di-HTS-in? Sekiranya tidak nyaman, lebih baik akhiri saja. Masa sudah dekat cuma dianggap teman? Sakit tauk...Â
Artikel ditulis untuk Kompasiana. Dilarang menyalin/menjiplak/menerbitkan ulang untuk tujuan komersial tanpa ijin penulis.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI