Mohon tunggu...
MomAbel
MomAbel Mohon Tunggu... Apoteker - Mom of 2

Belajar menulis untuk berbagi... #wisatakeluarga ✉ ririn.lantang21@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

"Tanda Tanya" dan Teror Bom Katedral Makassar

1 April 2021   08:00 Diperbarui: 1 April 2021   08:07 418
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tanda Tanya (Foto: netflix)


Minggu lalu (28/3) telah terjadi teror bom bunuh diri di depan katedral Makassar. Hari itu kami baru selesai mengikuti misa Minggu Palma secara online jam 9.00 pagi WIB.

Setelah misa, suami membuka twitter sehingga kabar menyedihkan itu langsung sampai kepada kami. Respon pertama saya adalah sedih. Mengapa harus terjadi lagi? Mengapa terorisme dan radikalisme masih subur di negeri kita?

Seketika saya ingat film Tanda Tanya yang saya tonton di bulan Januari lalu via Netflix. Ya, film lama ini sebaiknya diputar dan ditonton lagi untuk semua orang terutama generasi muda.

Terlebih kemarin adalah hari Film Nasional. Saatnya film bukan hanya tontonan hiburan namun bisa memberi inspirasi dan menjadi sarana edukasi yang baik. Meskipun konon film ini pernah kontroversial pada masanya, tetapi sekarang bisa ditonton lewat Netflix.

Berbagai Konflik yang menjadi "Tanda Tanya"

Film Tanda Tanya bercerita tentang pluralisme kehidupan sosial bermasyarakat yang beragam agama dan etnis. Cerita diawali dari penusukan pastor Albertus oleh orang tak dikenal.

Setelah itu cerita bergerak dari kehidupan daerah pecinan. Ada Engkoh (diperankan oleh Hengky Soelaiman) pemilik restoran dan istrinya yang baik hati dan sangat toleran. Ada Menuk (diperankan oleh Revalina S . Temat), perempuan muslim yang membantunya.

Kehidupan yang harmonis ini rusak gegara Hendra (diperankan oleh Rio Dewanto), anak Engkoh, yang tak bisa memiliki cinta Menuk karena berbeda agama. Berbagai prasangka buruk membuat Hendra hidup dalam kebencian. Apalagi Saleh (diperankan oleh Reza Rahadian), suami Menuk, adalah seorang muslim.

Di lain tempat, ada Rika (diperankan oleh Endhita), seorang perempuan janda yang memutuskan untuk pindah agama menjadi Katolik. Anak Rika masih tetap muslim. Konflik bergerak bagaimana tanggapan orang diluar mengenai perbedaan sekaligus perpindahan agamanya.

Cerita makin memanas ketika Surya (diperankan oleh Agus Kuncoro) yang muslim menerima tawaran untuk memerankan Yesus pada drama penyaliban di Jumat Agung. Namun, semua bisa teratasi.

Puncak dari peristiwa adalah saat misa Natal. Menuk dan Hendra mengatur konsumsi, sedangkan Saleh menjadi banser yang menjaga keamanan selama misa berlangsung.

Ada bom yang diletakkan di belakang kursi umat. Saleh yang mengawasi langsung tahu bahwa itu bom. Akhirnya dia mengamankan bom itu dengan membawa keluar. Bom meledak dan Saleh meninggal.

Saleh yang muslim berkorban untuk menyelamatkan umat Katolik yang sedang misa. Sungguh, film ini membuat saya terharu. Kemanusiaan yang ditempatkan lebih tinggi. Pergulatan batin Saleh digambarkan detail. Disinilah pelajaran moral besar yang akan didapat oleh penonton.

Akhir dari film ini bahagia. Hendra menjadi mualaf dan menikahi Menuk. Rika bahagia menjadi Katolik yang mungkin jatuh cinta dengan Surya.

Terlepas dari ceritanya, menurut saya film ini menggali banyak tentang konflik sekitar agama dan etnis. Bahwa agama adalah pilihan sekaligus hak asasi manusia yang harus kita hormati.

Perjalanan spiritual masing-masing orang untuk mengenal Sang Maha tidaklah sama. Dengan demikian, ketika orang berpindah agama harus kita hormati. Tak perlu kita pergunjingkan dari Sabang sampai Merauke!

Selain itu, film ini juga menggali toleransi yang sudah ada sejak dulu. Toleransi antar suku dan etnis serta agama. Dari film ini, saya justru melihat bahwa akar dari semua masalah adalah adanya prasangka buruk dan luka hati yang menggumpal menjadi kebencian.

Hendra yang terluka karena cinta ditolak membuat dia selalu berprasangka buruk terhadap orang muslim. Saleh yang pengangguran juga cemburu dengan Hendra. Sudah saatnya kita pun mulai mengakhiri segala prasangka buruk terhadap orang yang berbeda agama ataupun etnis. Bukankah kita sesama manusia ciptaanNya?

Teror Bom yang Selalu Menjadi Tanda Tanya

Tiap kali terjadi teror bom di gereja, sejujurnya saya juga takut. Namun, sekarang ini saya lebih merasa sedih dan kecewa. Mengapa peristiwa serupa acapkali berulang?

Terorisme adalah kejahatan kemanusiaan. Seringkali dikatakan terorisme tidak ada kaitan dengan agama apapun. Saya setuju. Akan tetapi, sebaiknya kita jangan denial bahwa "oknum" pelaku teror adalah orang yang punya agama meskipun dengan "catatan besar" bahwa dia tidak memahami agamanya dengan benar.

Tulisan ini tidak hendak menyudutkan siapapun. Hanya ingin mengajak bersama-sama untuk menyadari bahwa radikalisme ini masih ada dan berkembang. Tentu ini tugas negara yang harus kita dukung.

Semoga tak ada lagi teror bom di seluruh penjuru negeri ini. Salam damai untuk semuanya. Selamat menyambut Trihari Suci bagi yang merayakan. 

Tabik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun