Mohon tunggu...
MomAbel
MomAbel Mohon Tunggu... Apoteker - Mom of 2

Belajar menulis untuk berbagi... #wisatakeluarga ✉ ririn.lantang21@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Supri dan Kanthi

3 April 2018   18:00 Diperbarui: 4 April 2018   06:16 1329
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lima belas tahun merantau membuat Supri enggan pulang ke kampung. Meskipun belum pernah sekalipun dia pulang kampung selama jangka waktu itu, seakan tak ada kerinduan melihat kampungnya. Supri merantau untuk kabur dari rumah karena tidak mau sekolah.

Supri merantau di pulau B yang konon lebih modern dan tinggal sejengkal sudah sampai ke negeri singa. Begitu katanya kepada orangtuanya. Pekerjaannya adalah sopir truk angkut barang. Mungkin karena itulah, pulang kampung adalah hal yang tidak mudah, apalagi membawa anaknya yang berjumlah 3 orang. Untuk membayar tiket pesawat pulang-pergi bukan hal mudah.

Tapi bukan Supri namanya, kalau dia tidak pintar bicara dengan orangtuanya. Dia selalu berkelit dirinya sukses di rantau. Diacuhkannya jika orang berkata "sukses tapi nggak bisa pulang kampung!". Dia selalu berkilah bahwa pulang kampung bukan ukuran sukses seseorang. Yang penting baginya adalah hidup di kota yang tidak ketinggalan jaman dan gemerlap. Sudah ada media sosial, sudah ada videocall, sudah ada aplikasi  obrolan, dan sederet kecanggihan komunikasi yang membuat Supri jumawa. Supri lupa akan satu fakta kehidupan, yaitu orangtuanya semakin renta dan ingin memeluk dirinya. Kerinduan orangtua yang membesarkan seorang anak.

Supri seakan tak peduli. Dia selalu mengagung-agungnya jika dirinya adalah orang sukses, hingga sebelum dirinya merasa terjepit dan terlilit masalah uang. Bisnis bosnya sedang mengalami kelesuan panjang. Dapur Supri mulai tak berasap. Anak-anaknya tak lagi bisa bermain di wahana bermain anak di mall yang dingin. Istrinya sudah berapa kali merengek ingin meluruskan rambutnya alias rebonding, namun Supri hanya bisa menggelengkan kepala. Supri puyeng.

Di tengah kegetiran hidupnya di rantau, dia baru menyadari bahwa pulang kampung adalah solusi tepat. "Pulau ini sungguh kejam. Dia tidak mau berkompromi dengan orang yang sudah berkeluarga. Dia hanya mau dengan para bujang, " rutuknya dalam hati. Supri menilai beratnya hidup di pulau B terasa sejak menikah dan punya anak.

Supri mantap ingin pulang kampung memboyong anak-istrinya. Dikatakan niatnya itu kepada ibunya, dengan girang ibunya menyambut keinginan Supri. Dikabarkan ke anak-istrinya rencana pulang kampung ke Jawa. Tak kalah heboh, anak-istrinya pun riang gembira. Siapa yang tak mau tinggal di pulau Jawa? Fasilitas lengkap, harga-harga barang pun tak semahal di pulau B, daripada mati berdiri di pulau mahal ini. Supri semakin yakin dengan ide cemerlang dan kepintaran otaknya. Dia merasa otaknya brilian, pintar bukan kepalang, dan IQnya tentu saja bukan seperti kecebong yang 200 untuk sekolam ---tapi 200 untuk dirinya sendiri!

***

Hari yang dinanti akhirnya tiba. Supri sudah bersiap ke bandara bersama anak dan istrinya. Dia bergaya dengan baju terbaiknya. Tak lupa dengan kacamata aviator biru yang berkilau-kilau. Rambut istrinya sudah lurus karena rebonding salon. Istrinya tak ketinggalan kemayu memakai sunglass hitam seperti yang dipakai penyanyi terkenal. Anak-anaknya berjejer dengan family costume. Supri dan keluarga bersiap naik pesawat.

"Ayo mah... taksinya sudah datang! Anak-anak disiapin, " pintanya kepada Kanthi, istrinya yang lebih muda 10 tahun darinya.

Kanthi semangat menggiring ketiga anaknya. Anak yang paling besar berusia 5 tahun, sedangkan yang paling kecil berusia 2 tahun. Supri benar-benar produktif untuk urusan ini.

Perjalanan dari rumah kontrakan menuju bandara terlihat menyenangkan. Berkali-kali mereka melakukan wefie. Tak lupa diunggah di media sosial disertai caption yang penuh kata-kata bijak dan doa. Begitu pula Kanthi, status-status yang ditulisnya sungguh mulia, berupa doa dan kutipan dengan mengambil ayat-ayat darài kitab suci.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun