Belum lama ini, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu menyampaikan Bela Negara sejalan dengan ajaran agama. Hal itu disampaikannya di acara penutupan "Halaqoh Nasional Ulama Pesantren dan Cendikiawan, Gerakan Dakwah Aswaja Bela Negara," di Masjid Ponpes Al Hikam, Depok, Jawa Barat.
Tulisan ini ditujukan untuk lebih menekankan apa yang telah disampaikan mantan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) tersebut. Agama memiliki perspektif konstruktif tentang cinta tanah air, dengan demikian tidak perlu diragukan lagi bahwa semua warga negara, apapun agamanya, memiliki kewajiban yang sama yaitu harus menjaga keutuhan dan kedaulatan NKRI. Dalam tulisan ini disampaikan sejumlah dalil-dalil agama tentang Bela Negara yang telah tertuang dalam masing-masing kitab suci.
Pertama, Islam sebagai agama mayoritas di Indonesia adalah yang paling memiliki banyak landasan agama tentang cinta tanah air dan bela negara. Landasan tersebut tertuang secara gamblang di dalam Al Quran dan Hadits Nabi Muhammad SAW. Beberapa ayat Al Quran yang berbicara tentang Bela Negara adalah sebagai berikut:
"Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal."Â (QS: Al Hujurat: 13)
"Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshar) 'mencintai' orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). Dan mereka (Anshar) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang orang yang beruntung."Â (QS: Al-Hasyr: 9)
"Katakanlah jika bapa-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik."(QS: Al-Taubah: 24)
"Kemudian kamu (Bani Israil) membunuh dirimu (saudaramu sebangsa) dan mengusir segolongan daripada kamu dari kampung halamannya, kamu bantu membantu terhadap mereka dengan membuat dosa dan permusuhan; tetapi jika mereka datang kepadamu sebagai tawanan, kamu tebus mereka, padahal mengusir mereka itu (juga) terlarang bagimu. Apakah kamu beriman kepada sebahagian Al Kitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebahagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian daripadamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat."Â (QS: Al-Baqarah: 85)
Keempat ayat tersebut menunjukkan bahwa bangsa dan negara adalah sunnatullah(ketetapan Allah SWT) yang memang harus dijalani manusia. Manusia diciptakan bersuku-suku dan berbangsa-bangsa dengan tujuan adalah untuk saling mengenal. Dalam ayat lain, setiap muslim dilarang merusak alam semesta (wala tufsidu fil ardhi ba'da ishlahiha: jangan merusak bumi setelah perbaikannya).Â
Larangan membuat kerusakan di muka bumi berarti adalah perintah untuk menjaga keseimbangan, ketertiban dan kedamaian di muka bumi. Intinya adalah setiap manusia memiliki kewajiban menjaga kedamaian di mana mereka dilahirkan, dibesarkan dan kelak di mana mereka akan wafat.
Ada kaidah dalam Islam yang menyebutkan jalb al mashalih muqoddam ala daf'il mafasid(mendapatkan kebaikan didahulukan atas menolak kerusakan). Artinya, Islam mengajarkan manusia untuk mendahulukan kebaikan yang dalam terma normatif adalah mewujudkan keamanan, kedamaian dan kesejahteraan dalam konteks negara dan bangsa. Dengan beragamnya warga negara di Indonesia, maka implementasi yang tepat adalah bekerja sama dalam kesepakatan dan kesamaan, serta saling menghormati dalam perbedaan.
Ayat lain juga menunjukkan keterusiran seseorang dari kampung halaman memiliki dosa yang sama dengan membunuh diri. Â Ini menegaskan bahwa pengusiran seseorang dari negaranya itu sama level dosanya dengan membunuh. Dalam pemahaman yang lain, menjaga tanah air agar tidak terusir memiliki kewajiban setara dengan perang yang bermakna qitaal(pembunuhan). Dalam Islam, menjaga harta, tanah air, harga diri dan agama memiliki kewajiban yang setara.
Kedua, Katolik dan Kristen pun mengajarkan dalam kitab suci mereka, Injil, untuk mencintai tanah air dan Bela Negara. Beberapa dalil dalam injil pun disebutkan tentang kewajiban umat Kristiani untuk tunduk pada Pemerintah. Dalil-dalil tersebut adalah sebagai berikut:
"Tiap-tiap orang harus takluk kepada pemerintah yang di atasnya, sebab tidak ada pemerintah, yang tidak berasal dari Allah; dan pemerintah-pemerintah yang ada, ditetapkan oleh Allah."(Roma, 13:1)
"Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah." Â (Mat 22:21)
"Engkau tidak memiliki kuasa apa pun atas diri-Ku, kecuali kuasa itu diberikan kepadamu dari atas. Itulah sebabnya, orang yang menyerahkan Aku kepadamu lebih besar dosanya."Â (Yohannes, 19:11)
"Sebab dari Tuhanlah kamu diberi kekuasaan dan pemerintahan datang dari Yang Mahatinggi, yang akan memeriksa segala pekerjaanmu serta menyelami rencanamu."Â (Keb 6:3)
Sejumlah tokoh Katolik memberikan penjelasan terhadap ayat-ayat di atas sebagai Tuhan, sang Pencipta keteraturan sosial, menciptakan manusia sebagai mahluk yang perlu untuk hidup dan berkembang di dalam komunitas, dan karenanya memampukannya untuk memenuhi kebutuhan tersebut dengan baik.
Bahkan, Konsili Vatikan II menyatakan, "Dengan demikian jelaslah negara dan pemerintah mempunyai dasarnya pada kodrat manusia, dan karena itu termasuk tatanan yang ditetapkan oleh Allah. Sedangkan penentuan sistim pemerintahan dan penunjukan para pejabat pemerintah hendaknya diserahkan kepada kebebasan kehendak para warganegara."Â (Vatikan II tentang Gereja dan dunia modern, Gaudium et Spes, 74)
Justru karena tatanan tersebut (otoritas sipil) berasal dari Allah, maka ketika otoritas tersebut ingin mencapai kebaikan bersama, dan dilakukan di dalam batas-batas keteraturan moral, maka otoritas tersebut harus ditaati di dalam nurani. Kegagalan untuk menaatinya adalah pelanggaran terhadap perintah ke-4 dalam ke 10 Perintah Allah (Hormatilah orang tuamu), seperti yang dijelaskan oleh St. Thomas Aquinnas.
Ketiga, Hindu pun mengajarkan tentang pentingnya cinta tanah air dan Bela Negara. Agama Hindu mengajarkan bahwa Tuhan adalah kebenaran yang tak terbatas (Sat Citta Ananda Brahman) dan dia adalah sumber segala sesuatu berawal (Janmadhayasyah yatah). Ini terungkap dalam Kitab Maha Nirvana Tantra dan Brahma Sutra I.1.2. Dalam ayat lain pun tertulis dalam dua buah sloka kita suci Bhadawad Gita pada Adhyaya XI sloka 55 dan XVIII.65 yang berbunyi:
"Mat-karma krnmat-paramo mad-bhaktah sanga-varjitah, nirvairah sarva-bhutesu yah sa mam eti pandava." Artinya: Yang bekerja bagi-Ku, menjadikan Aku tujuannya berbakti kepadaKu tanpa kepentingan pribadi tiada bermusuhan terhadap segala insani, dialah yang datang kepadaKu, oh Pandawa."
Dalam ayat lain pun dijelaskan dengan gamblang tentang masalah bangsa dan negara menuju kebahagiaan perdamaian yang kekal. Kitab suci Rg Veda X.191.sloka 2 dan 3 yang berbunyi:
"Sam gacchadhvam sam vadadhvam sam vo manamsi janatam Deva bhagam yatha purve Samjanana upasate. Samano mantrah samitih samani samanam manah saha cittam esam Samanam mantram abhi mantraye yah samanena vo havisa juhomi."
Artinya: " Wahai manusia, berjalanlah kamu seiring, berbicara bersama dan berfikirlah kearah yang sama, seperti para Deva dahulu membagi tugas mereka, begitulah mestinya engkau menggunakan hakmu. Berkumpullah bersama berfikir kearah satu tujuan yang sama, seperti yang telah Aku gariskan. Samakan hatimu dan satukan pikiranmu, agar engkau dapat mencapai tujuan hidup bersama dan bahagia."
Keempat, dalam ajaran Budha pun memerintahkan umatnya untuk cinta tanah air dan Bela Negara. Dalil bahwa Budha mengajarkan tentang perdamaian dan cinta tanah air sebagai berikut:
Sang Buddha berkata,"Lalu bukankah sangat tidak masuk akal untuk mengorbankan darah demi air?" Kedua belah pihak akhirnya meletakkan senjata dan tercapailah perdamaian." (Dhammapada Atthakata Book 15,1).
Buddha bersabda "Demi keperluan sejumlah air, yang sedikit nilainya, kalian seharusnya tidak mengorbankan hidupmu yang jauh sangat berharga dan tak ternilai" (Setyabudi dan Tim Penerjemah Vidysen, 1997: 318).
Sigalovada Suttamerupakan khotbah Buddha Gautama yang berkaitan dengan etika di masyarakat, yang bersumber dari adat istiadat, kebudayaan, dan ajaran kebenaran menurut ajaran agama. Sigalovada Sutta berisikan wejangan Buddha Gautama kepada Sigala, putera keluarga Buddhis yang tinggal di Rajagaha. Dalam ajaran Budha, perdamaian lebih dikedepankan ketimbang peperangan. Oleh sebab itu, ajaran-ajaran dalam kitab suci Budha, senantiasa mengajarkan tentang pentingnya menjaga keselarasan dan keharmonisan hidup sesama umat manusia. (*)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI