Mohon tunggu...
Mohamad Sastrawan
Mohamad Sastrawan Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Sekolah Tinggi Agama Islam Matraman

http://malikbewok.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Politik

Menyebut Panglima TNI Terburuk, Ini Konsekuensi Hukumnya

28 September 2017   09:59 Diperbarui: 28 September 2017   10:04 1415
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Indonesia merupakan negara berlandaskan hukum. Semua pernyataan, sikap, perilaku dan perbuatan memiliki konsekuensi sesuai dengan semangat kesetaraan di mata hukum, siapa pun dia. Baik sipil maupun militer, memiliki tanggung jawab yang sama di hadapan hukum. Oleh sebab itu, pengadilan sipil dan pengadilan militer memiliki spirit yang sama yakni menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan yang berlandaskan hukum yang berlaku di Indonesia.

Publik Indonesia dikejutkan dengan pemberitaan yang dilansir metrotvnews.com tertanggal 25 September 2017 dengan judul "Gatot Nurmantyo Dianggap Pimpinan Terburuk TNI". Pemberitaan tersebut bersumber pada konferensi pers yang dilakukan Setara Institute dengan narasumber Hendardi. [Berikut linknya]

Jika ditelisik lebih dalam, ternyata sejumlah media lain yang meliput konferensi pers Setara Institute pun menurunkan berita yang sama. Namun, judul yang berbeda. Sebut saja Kompas.com menurunkan berita dengan judul "Setara: Jokowi Mesti Hati-hati Sikapi Panglima TNI." [Berikut linknya]

Selain itu, ada pula Detik.com yang menurunkan berita dengan narasumber Setara. Detik.com memuat judul "Setara: Panglima TNI Cari Momentum Politik, Jokowi Mesti Hati-hati. [Berikut linknya]

Adapula Deutsche Welle yang menurunkan berita dengan judul "Setara: Panglima TNI Lakukan Pelanggaran Serius". [link beritanya]

Dari sampel pemberitaan di atas, ternyata hanya metrotvnews.com yang menurunkan berita tendesius dan inusuatif (menuding). Judul yang boombastis itu menunjukkan sikap redaksional yang memang antipati terhadap Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo secara individu, maupun kepada TNI secara institusi. Hal ini tentu berimplikasi serius dan juga memiliki konsekuensi hukum.

Mari kita lihat bagaimana UU Pers mengatasi pemberitaan yang tendensius dan menuding di atas?     Undang-undang Pers mengandung 10 bab dan 21 pasal. Bab dan pasal tersebut berisi aturan dan ketentuan tentang pembredelan, penyensoran, asas, fungsi, hak dan kewajiban perusahaan pers, hak-hak wartawan, juga tentang Dewan Pers. Dewan Pers adalah lembaga negara yang mengatur dan bertanggungjawab atas kegiatan jurnalistik di Indonesia. Dalam Undang-undang Pers juga disebutkan bahwa subjek dan objek jurnalistik di Indonesia memiliki tiga keistimewaan hak, yakni Hak tolak, Hak jawab, dan Hak koreksi. Ketiga hak tersebut juga telah diatur dalam Kode etik jurnalistik Indonesia.

Pasal 5 UU Pers menyebutkan pers nasional berkewajiban     memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah. Sudah jelas, dengan menyebut "Panglima TNI Terburuk", Metrotvnews.com sudah melanggar UU Pers karena tidak menyertakan asas praduga tak bersalah kepada Panglima TNI dan insitutsi TNI. Ancaman terhadap pelanggaran itu pun tidak main-main, yakni disebutkan dalam Bab `VIII Ketentuan Pidana Pasal 18 ayat 2 yang berbunyi, "Perusahaan Pers yang melanggar ketentuan Pasal 5 ayat 1 dan ayat 2, serta Pasal 13 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp. 500 juta rupiah."

Bagaimana dari sisi Kode Etik Jurnalistik (KEJ) yang dikeluarkan Dewan Pers? mari kita lihat ketentuannya. Pasal 3 KEJ menyebutkan wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah. Penafsirannya (a) Menguji informasi berarti melakukan check and recheck tentang kebenaran informasi itu. (b) Berimbang adalah memberikan ruang atau waktu pemberitaan kepada masing-masing pihak secara proporsional. (c) Opini yang menghakimi adalah pendapat pribadi wartawan. Hal ini berbeda dengan opini interpretatif, yaitu pendapat yang berupa interpretasi wartawan atas fakta. (d) Asas praduga tak bersalah adalah prinsip tidak menghakimi seseorang.

Sudah sangat jelas dan terang benderang jika Metrotvnews.com telah melakukan penghakiman media (trial by the press) terhadap Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo dengan memberi label "Panglima TNI Terburuk".

Lalu bagaimana dengan Setara Institute yang dijadikan sebagai narasumber? Ini tentu harus diuji kesahihan statement nya. Apakah Hendardi benar-benar memberikan statemen seperti itu ataukah wartawan Metrotvnews.com memelintir pernyataan Hendardi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun