Semisal anak-anak yang belum memahami kasus ini pun dapat terseret pada aksi permusuhan yang ia sendiri tidak tahu apa masalahnya.Â
Bahkan jangankan anak-anak yang saat ini mulai memberikan reaksi negatif, orang dewasa pun telah masuk dalam pusara permusuhan dan konflik yang mengarah pada salah satu suku atau latar belakang dari salah satu sosok yang tengah bermasalah.
Dunia internet bukanlah tempat yang tepat untuk menumpahkan segala energi negatif yang tengah dihadapi, karena dampaknya akan sangat berbahaya dan bisa merambah ke banyak sisi dan bisa berbuah konflik horizontal.
Pada mulanya netizen begitu saja mendukung Sahara ketika menayangkan aksi guling-guling Kyai Mim, tapi pada akhir cerita, netizen kini berbalik arah dan justru membela sang Kyai yang dianggap telah menjadi korban.
Ketiga, Jangan pernah mengambil yang bukan haknya
Sedikit kembali pada persoalan mengapa Sahara dan Kyai Mim ini berkonfilk, yaitu akibat diserobotnya tanah hibah yang diperuntukkan untuk jalanan. Bahwa pada mulanya jalan itu adalah milik Kyai Mim, karena ingin memberikan akses bagi masyarkat yang ingin lewat. Selain itu ingin memberikan kemudahan pada sosok Kyai ini agar bisa bermobilisasi tanpa hambatan.
Semula tidak ada masalah yang muncul, karena jalanan itu memang diperuntukkan untuk hal yang memang seharusnya.
Belakangan persoalan tersebut mulai mencuat gara-gara jalanan tersebut dipagari dan ingin dibuat usaha lain. Bahkan jalanan yang seharusnya bisa bebas berlalu-lalang, justru karena parkir yang tidak seharusnya, akhirnya yang menghibahkan tanah tersebut justru tidak mendapatkan aksesnya.
Pemilik tanah yang semula ingin mendapatkan akses jalan yang mudah, eh tiba-tiba menjadi sulit keluar, gara-gara jalanan digunakan untuk memarkir kendaraan. Bahkan jika dilihat dari tayangan video yang beredar, Sahara dan suaminya merupakan pengusaha rental mobil, yang notabene waktu keluar masuk mobil pun tidak dapat ditentukan waktunya, dan itu sungguh sangat mengganggu kenyamanan Kyai Mim.
Maka dari itu, jika kita memang sosok yang ingin menjaga toleransi meskipun dengan berbeda latar belakang, semestinya tetap mengedepankan asas kepatutan. Apakah patut jalanan yang seharusnya dipakai untuk berlalu-lalang, justru digunakan pada hal yang bersifat pribadi dan itu sangat mengganggu kepentingan pengguna jalan lain.
Jika kita ingin menjadi pengusaha, perlu diingat bahwa tidak semua hal bisa kita anggap wajar, jika usaha itu justru merugikan orang lain.