Mohon tunggu...
M. Ali Amiruddin
M. Ali Amiruddin Mohon Tunggu... Guru - Penulis Biasa

Warga negara biasa yang selalu belajar menjadi pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Dampak Negatif Ketika Anak Terlena dengan Gadget, Sebuah Introspeksi Diri

3 Oktober 2020   07:44 Diperbarui: 3 Oktober 2020   20:00 244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi anak bermain gadget (Antara)

Ada satu pertanyaan yang sering kita abaikan. Apakah Anda melihat ponsel anak Anda? Atau sudahkah Anda memeriksa konten yang tersimpan dalam gadget anak-anak?

Jawabannya tentu beragam. Ada yang menjawab iya, lantaran memang begitu teliti dan perhatian dengan apa yang ada dalam genggaman anak-anaknya.

Namun, ada yang sedikit terlena dengan apa yang dimainkan anak-anaknya. Semua diawali rasa percaya yang berlebihan kepada anak-anak. 

Mempercayai apa yang dilakukan anak-anak yang sudah benar dalam aktivitasnya adalah sesuatu yang harus.

Tapi, selalu waspada dengan apa yang dilakukan anak-anak juga bukan hal yang keliru, bahkan sangat dianjurkan. Mengapa demikian?

Tersebab pertanyaan-pertanyaan di atas serta alasan-alasan yang melingkupinya maka saya ingin menuliskan tentang pengalaman yang dialami oleh anak-anak. Ndilalah atau kebetulan adalah pengalaman yang tidak baik.

Pengalaman apa itu?

Semua orang sepertinya mafhum atau paham bahwa saat ini zamannya covid-19. Di mana semua orang terpaksa ndekem atau berdiam diri di rumah dalam beberapa saat. Cukup lama sih, ada kisaran lima bulan ya?

Bayangkan dengan waktu selama itu tentu menjadi beban kejiwaan dan pikiran siapapun yang mengalaminya.

Belum lagi tugas dari pemerintah terkait pendidikan anak-anak, setiap anak dianjurkan (ada yang diwajibkan dalam kondisi tertentu) belajar dalam jaringan (daring).

Karena metode pembelajaran kini berubah dan membuat gagap siapa saja, tak ayal hampir setiap orang mencari solusi bagaimana anak-anak bisa belajar dengan menyenangkan menggunakan gadget mereka. Meskipun, secara naluri, tidak ada yang mau belajar hanya bermodalkan ponsel semata. Semua anak ingin bertemu dengan teman-teman dan guru-gurunya di sekolah. Menurut mereka mungkin lebih menyenangkan.

Tapi apa daya, karena saat ini mereka terpaksa harus menjalani titah negara, maka otomatis semua pembelajaran harus melalui daring.

Yap, daring saat ini menjadi salah satu pemanfaatan teknologi yang menggerus saat-saat bercengkrama dengan guru dan teman-teman di sekolah.

Apa dampak negatifnya?

Dampak negatifnya karena anak begitu leluasa menggunakan ponsel mereka, maka ada celah sang anak untuk berbuat curang. Salah satunya mengakses informasi yang belum layak mereka dapatkan. Sama seperti anggota keluarga kami yang tanpa sepengetahuan orangtuanya ternyata mengonsumsi tontonan yang amat dilarang bagi mereka.

Mengapa kita tidak boleh terlalu percaya dan terlena dengan apa yang dilakukan anak-anak?

Setiap orang tua ingin memberikan kebebasan kepada anak-anaknya dalam belajar. Termasuk menggunakan media elektronik (televisi, komputer, maupun ponsel) yang kebetulan anak-anak sudah dilengkapi dengan ponsel untuk sarana belajar mereka. Meskipun yang diberikan adalah ponsel yang cukup murahan untuk ukuran anak-anak milenial.

Pada awalnya kami merasa terbantu karena anak-anak mulai belajar menyelesaikan tugas daringnya yang kebanyakan disampaikan via whatsap dan youtube. 

Namun kesempatan yang besar tersebut malah disalahgunakan anak-anak untuk menjalin pertemanan via whatsap dengan teman-teman dunia mayanya. Dan sayangnya kami terlalu percaya bahwa anak-anak masih bau kencur dan tidak mungkin melakukan kegiatan yang aneh-aneh.

Awalnya tiba-tiba ada pesan dari orang tua siswa (teman anak saya) yang menghubungi kami bahwa sang anak telah mengirimkan konten yang tidak layak untuk ditonton.

Seketika itulah kami meradang, kaget, malu namun belum bisa memastikan apakah yang disampaikan sang penelepon itu benar. Untuk kemudian saya meminta maaf atas kelalaian kami dalam mengawasi anak-anak jika memang apa yang disampaikan benar.

Setelah kami selidiki ponselnya, saya kaget bukan kepalang, karena dalam percakapan whatsap itu ternyata di antara teman-teman maya justru mengirimkan konten "sampah" yang bisa berbahaya bagi anak-anak.

Hati ini kecewa dan sedikit marah lantaran kepercayaan kami telah disalahgunakan. Tapi apalah daya, anak-anak tetaplah anak-anak yang memang butuh diawasi. Meskipun pada awalnya kami begitu percaya, nyatanya apa yang dilakukannya sangat membuat orang tua kecewa.

Beruntungnya grup yang menyesatkan anak-anak ini segera bisa kami ketahui lantaran laporan dari orang tua dari teman anak.

Dan seketika itu semua yang berkaitan dengan grup dan konten-konten yang ada di ponsel seketika kami hapus dan kami pun memberikan peringatan agar tidak lagi berbuat curang dan membohongi orang tua.

Bagaimana tidak kecewa, jika awalnya kami selalu mempercayai apa kata sang anak kalau mereka tidak bohong, nyatanya sekejap saja kami lengah, sang anak sudah mengonsumsi tontonan yang tidak layak bagi mereka.

Pesannya

Jangan pernah terlalu mempercayai anak dalam hal bermain gadget atau ponsel. Pastikan setiap hari mengawasi dan memeriksa apa yang menjadi tontonannya. Karena dalam rentang usia anak-anak itu, mereka begitu lugu untuk begitu mudahnya menerima pertemananan dari orang-orang yang boleh jadi pemangsa anak-anak.

Dan lebih takutnya lagi dalam grup whatsap itu ternyata saya dapati di antara mereka bertingkah seperti seorang homo seksual yang berusaha memancing anak-anak untuk mengenal budaya dan aktivitas membahayakan bagi anak-anak, mengajak mereka mengikuti pesta sex yang mereka adakan sesama anggota grup yang kebetulan semua laki-laki.

Beruntungnya Allah masih melindungi anak-anak dari orang-orang yang tidak bertanggung jawab, sehingga kamipun mengeluarkan dari grup tersebut dan menghapus whatsap untuk selamanya demi menjaga prilaku anak-anak dari hal-hal yang menyimpang.

Dampingi anak-anak dalam belajar, serta ketika mereka memainkan permainan mereka di ponsel. Agar anak-anak tidak terjerumus pada tontonan dan permainan yang membahayakan karakter mereka.

Salam 

Metro, 3/10/2020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun