Mohon tunggu...
M. Ali Amiruddin
M. Ali Amiruddin Mohon Tunggu... Guru - Penulis Biasa

Warga negara biasa yang selalu belajar menjadi pembelajar. Guru Penggerak Angkatan 8 Kota Metro. Tergerak, Bergerak dan Menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Menelisik Efektivitas Pelatihan oleh Kemendikbud (PK-PLK)

3 Juli 2014   12:31 Diperbarui: 18 Juni 2015   07:42 529
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14043603681559932233

[caption id="attachment_346079" align="aligncenter" width="561" caption="Guru yang tengah berdemo di depan Istana Merdeka di tahun 2011 (Tribunnews.com)"][/caption]

Beberapa hari yang lalu, saya mendapatkan surat dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Dirjen PK-PLK. Undangan untuk mengikuti Sosialisasi Kurikulum / Uji Publik dengan tujuan mengimplementasikan Kurikulum Pendidikan Khusus Pendidikan Dasar kepada guru-guru yang akan menjadi instruktur dalam pelatihan guru sasaran (master training). Acara tersebut saat ini tengah berlangsung sejak tanggal 1 s.d. 5 Juli 2014 di Hotel Panorama Regency, Batam.

Mendapati surat tersebut, tentu saja ada rasa senang, bangga, sekaligus berharap mendapatkan pendidikan dan pelatihan yang memadai karena pelatihan ini tingkat nasional. Tapi apalah dikata, dan sayang sekali karena tempat pelatihan yang terlalu jauh maka saya pun mengirimkan e-mail ketidak siapan untuk menghadiri acara tersebut dengan alasan terlalu mahalnya biaya. Saya jujur menuliskan alasan bahwa saya tidak memiliki biaya untuk membeli tiket Lampung-Jakarta-Batam, yang jika dihitung-hitung bisa mencapai 2,5 juta bahkan untuk saat ini bisa lebih karena tengah musim liburan sekolah.

Mungkin, bagi yang ekonominya sudah lumayan dan tabungannya berjibun uang, saya rasa dengan ongkos segitu tidak berpengaruh. Bahkan mungkin dianggap murah bagi kalangan menengah ke atas. Tapi saya menyadari, uang segitu tak mudah untuk mencarinya. Dan ketika saya harus berunding dengan istri, kamipun memutuskan untuk mendelet acara tersebut dengan alasan budget yang tidak mencukupi.

Saya mencoba untuk mencari jalan keluar untuk mencari kekurangan ongkos, nyatanya semua angkat tangan dengan alasan untuk persiapan Ramadhan jadi segalanya membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Meskipun sebenarnya pelatihan tersebut pun dibiayai oleh negara, namun karena biaya keberangkatan harus ditanggung masing-masing, maka saya merasa keberatan. Apalagi karena persiapan keberangkatan juga mendadak karena surat pun datangnya sudah sangat mepet.

Dengan keputusan saya tersebut, mudah-mudahan pihak penyelenggara memaklumi dan memahami bahwa keputusan saya karena alasan tertentu dan bukan karena hal-hal yang tidak prinsipil. Dan semoga saja acara tersebut berjalan lancar tidak menemui kendala yang berarti.


Selain ketidaksiapan saya mengikuti pelatihan (sosialisasi) tersebut, karena ada beberapa pertimbangan yang seringkali berkecamuk dalam pemikiran saya, antara lain:

Pelatihan berskala nasional seringkali hanya melatih guru yang bersangkutan dan tidak mengimbas pada guru lain.

Pelatihan tersebut merupakan pelatihan berskala nasional, di mana guru-guru yang diundang merupakan perwakilan dari sekolah-sekolah PK-LK seluruh Indonesia. Sehingga, harapannya guru-guru yang sudah dilatih tersebut dapat mensosialisasikan kembali ilmunya kepada guru lain di tempat tugasnya atau di daerahnya masing-masing. Dalam istilah jawanya ketok tular, jadi semestinya ketika mereka sudah mendapatkan pelatihan berskala nasional pun harus mengajarkan pengalamannya kepada orang lain.

Namun sayangnya, setiap kali pemerintah pusat mengadakan pelatihan ternyata guru-guru yang  ditunjuk tidak mengimplementasikan ilmunya di sekolah yang dituju. Dan ini saya rasakan sendiri, setiap guru yang diberangkat ke pelatihan nasional mereka sangat bersemangat untuk berangkat sampai beberapa hari meninggalkan tugasnya sebagai guru tapi sayang sekali tatkala sampai di sekolah ilmupun hanya dinikmati sendiri, alias tidak disebarkan kepada guru lain.

Sebenarnya kesalahan bukan pada guru yang bersangkutan, akan tetapi memang pihak sekolah yang tidak membuat aturan yang tegas bahwa siapapun yang mengikuti pelatihan tersebut harus menyampaikan kepada guru lain dan diimplementasikan (dipraktekkan) di sekolah yang bersangkutan. Dampaknya, meskipun ada banyak guru yang ikut pelatihan maka sedikit sekali yang mengimbas pada kemajuan sekolah.

Kondisi ini saya rasakan sendiri, saya pernah diundang dan mengikuti kegiatan tersebut, meskipun selama sepekan saya harus meninggalkan tugas, toh sampai di sekolah ilmu tersebut tidak bermanfaat. Kadang sayang sering meminta untuk mendapatkan waktu sosialisasi tapi ternyata respons sekolahpun amat minim. Terlebih-lebih jika dikaitkan dengan pendidikan saya, tentu saja sekolah menganggap tidak mampu menjalankan tugas sebagaimana perintah dari pusat.

Bagi saya sih tidak jadi persoalan, tapi alangkan sia-sianya ketika kita sudah jauh-jauh mengikuti pelatihan dengan uang yang tidak sedikit ternyata tidak membekas dan dimanfaatkan dalam dunia kerja kita.

Pelatihan  berskala nasional, terlalu menyita waktu dan biaya, tapi minim output / outcome

Boleh jadi anggapan saya juga salah, tapi melihat fakta yang terjadi justru kegiatan pelatihan tersebut terkesan menghambur-hamburkan uang negara karena dilaksanakan di sebuah hotel berbintang yang saya yaqin biayanya tidak sedikit. Misalnya dengan peserta berjumlah 30 orang dengan anggaran transportasi minimal PP 5 juta, maka sudah dapat dihitung berapa ongkos transportasi pesertanya. Belum ongkos untuk panitia dan instruktur. Kira-kira 150 juta hanya untuk kilar-kilir peserta saja. Belum biaya penginapan dan konsumsi di sebuah hotel bintang empat misalnya. Betapa biayanya sudah tidak terhitung jumlahnya. Tapi itulah birokrasi, mungkin pemerintah ingin memberikan fasilitas yang mewah kepada guru-guru. Meskipun menurut saya sangat berlebih-lebihan.

Seandainya pemerintah ingin menghemat biaya negara, semestinya dana tersebut dialokasikan pada pengembangan tekhnologi berbasis e-learning, pembelajaran secara online. Jadi guru-guru tak harus mengikuti pelatihan yang jauh dan menghabiskan biaya yang tidak sedikit. Meskipun tidak salah pula ketika kegiatan tersebut disatukan dengan instruktur tingkat nasional di hotel yang mahal, tapi apa artinya jika pelatihan tersebut kurang bermanfaat bagi guru sendiri.

Selain saya menganggap kurang bermanfaat, rata-rata guru yang berangkat biasanya yang dekat dengan kepala sekolah. Jadi amat sering ditemui seorang guru yang berulangkali berangkat mengikuti pelatihan dengan meninggalkan anak didiknya. Dan sayang sekali pula kesannya justru seperti mencari kesempatan berwisata atau jalan-jalan saja. Sebuah program yang kurang efektif dan efisien.

Seandainya memang mengharuskan satu orang yang berangkat maka cukup perwakilan kota/kabupaten yang diharuskan berangkat untuk selanjutnya diteruskan kepada guru lain dalam format kegiatan yang lebih spesifik dan terarah.

Pelatihan tersebut seringkali meninggalkan tugasnya sebagai pendidik.

Saya melihat bahwa meskipun pelatihan ini bermanfaat, tapi justru meninggalkan tugas pokoknya sebagai pendidik. Anak-anak dibiarkan terlantar tanpa ada guru lain yang mau menggantikan tugas guru yang ditunjuk untuk mengikuti pelatihan tersebut.

Dampaknya materi keteter, siswapun seringkali harus cedera karena kurang pengawasan. Dan lebih dari itu para orang tua siswa pun seringkali mengeluhkan kondisi anak-anaknya karena sering tidak mendapatkan pelayanan dari gurunya.

Hal ini pula yang menjadi pertimbangan saya seringkali memutuskan menolak pelatihan karena enggan meninggalkan tugas sekolah dan khawatir terjadi hal-hal yang tidak diinginkan terhadap anak didik.

Jika pelatihan secara online, maka sedikit sekali kemungkinan terbengkalainya proses pembelajaran di kelas karena timing pelatihan online tersebut terserah pada guru dan pihak penyelenggara yang penting tidak meninggalkan tugas pokoknya.

Pelatihan tingkat nasional cenderung seperti kegiatan jalan-jalan saja

Siapa sih yang tidak ingin ke Bali? Atau ke kota-kota besar lainnya. Pastilah semua guru menginginkan bisa berjalan-jalan gratis ke tempat-tempat tersebut. Meskipun tak patut pula menganggap pelatihan sebagai ajang untuk berjalan-jalan seakan-akan pelatihan tersebut tidak menyita uang negara.

Saya tidak menafikan bahwa banyak guru yang tertarik mengikuti pelatihan karena ingin berkunjung ke tempat tersebut dengan alasan "jalan-jalan" serta akan meningkatkan nilai angka kredit, meskipun saat ini untuk penilaian berdasarkan sertifikat pun sangat sedikit dibandingkan dengan kegiatan-kegiatan yang bersifat dokumentatif.

Seandainya berkali-kalipun mendapatkan tugas pelatihan, ternyata jika diakulumasi dan digunakan untuk mengajukan kenaikan golongan ternyata pun belum mencukupi jika tidak disertai dengan bukti penelitian ilmiah atau PTK yang dibuat guru.

Sehingga bagi guru yang memburu sertifikat sampai berhari-hari maka tetap saja tidak memberikan pengaruh pada peningkatan golongan jika belum menghasilkan karya ilmiah. Hal tersebut pun saya alami sendiri, meskipun sudah berkali-kali mengikuti pelatihan tapi untuk dapat mengajukan kenaikan golongan harus melakukan penelitian dan itupun membutuhkan waktu yang tidak sedikit. Kecuali ada guru yang sengaja membuat PTK copypaste dati PTK lain yang dianggap memiliki kemiripan.

Fenomena pelatihan ala "berwisata" pun sepertinya justru seperti hajat buang-buang uang negara saja, meskipun berkali-kali mengadakan event tersebut toh dampak dan manfaat bagi kemajuan pendidikan di sekolah masih belum maksimal. Apalagi jika sekolah yang dimaksud tidak begitu merespon keberadaan guru-guru yang sudah mendapatkan pelatihan dari pusat.

Semoga saja kedepannya, pemerintah lebih fokus pada pengembangan sistem pelatihan dengan cara e-learning, atau pelatihan secara online sehingga tugas pemerintah dan guru-guru akan semakin mudah dan mengurangi anggaran negara.

Mohon maaf jika ada yang kurang berkenan.

Selamat menunaikan ibadah puasa 1435 H.

Salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun