Mohon tunggu...
Maksimus Abi
Maksimus Abi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Sekolah Tinggi Filsafat dan Teologi, Widya Sasana, Malang

Pernahkah kita melupakan kenanagan? Tetapi kita telah melupakan Tuhan!

Selanjutnya

Tutup

Book

Keutamaan-keutamaan Hidup Manusia

10 Oktober 2022   21:26 Diperbarui: 10 Oktober 2022   21:34 256
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Book. Sumber ilustrasi: Freepik

RESUME & KOMENTAR BUKU 

"MENJADI MENCINTAI" - "REMAH & DAUN KERING"

Penulis Buku: Armada Riyanto

Menjadi Mencintai

Manusia yang Bermartabat (hlm.9-11)

Apakah manusia itu? Pertanyaan tersebut merupakan "sesuatu" yang belum dapat dikupas secara tuntas oleh berbagai aliran filsafat hingga saat ini. Ada bermacam-macam jawaban yang dapat ditemukan sebagai penjabaran atas diri manusia. 

Manusia adalah dia yang mencari, mengejar, menyerahkan diri, bermimpi, dan menciptakan sejarah hidupnya sendiri. Artinya manusia hidup menyejarah dalam dunianya. Juga manusia mempunyai tubuh yang dapat disamakan dengan materi lainnya. Akan tetapi tubuh atau badan manusia itu pun memiliki perbedaan yang khas. Tubuh manusia sama seperti materi lainnya sebab ia dapat luka dan hancur. 

Namun, Tubuh manusia itu pula menunjukkan eksistensi pribadinya sendiri. Atau dapat dikatakan bahwa tubuh manusia mewakili kemanusiaan. Atau dengan kata lain, tubuh manusia adalah manusia itu sendiri. Entah itu dalam keadaan lengkap atau tidak. Sehingga, hal tersebut membawa pada kebenaran hakiki bahwa kemanusiaan mengatasi segalanya. 

Maka tidak satu pun manusia yang dapat memegahkan dirinya sebagai pribadi yang lebih berharga daripada yang lainnya. Karena pribadi seseorang memiliki arti dari dirinya sendiri. Maka, tidak patut seorang pun dapat diperlakukan dengan semena-mena. 

komentar

Manusia yang Bermartabat adalah yang Memaknai Eksistensinya 

Berdasarkan teks di atas saya mendapatkan sebuah komparasi yang senada, kemudian saya rumuskan sebagai "eksistensi manusia". Eksistensi  mau menyatakan cara hidup yang khas bagi manusia. Hidup manusia yang khas itu yakni manusia itu membuat sejarah hidupnya sendiri. Menurut aliran eksistensialisme manusia bukanlah untuk dirinya sendiri, tetapi terarah kepada orang lain. Ciri khas manusia ialah, bahwa ia adalah makhluk rohani-jasmani maka harus mengarah "ke luar", harus terbuka dengan segala-galanya. 

Hal ini dapat dibuktikan bahwa setiap orang selalu terarah ke luar yang bukan dirinya sendiri. Pikiran manusia selalu ditujukan kepada suatu obyek di luar dirinya. Gabriel Marcel (1889-1973), beranggapan bahwa inti hidup adalah kasih, yaitu relasi "aku dengan engkau" (sesama) dan pada taraf tertinggi dengan Engkau (Allah). Hal ini membuat hidup manusia penuh harapan dan kaya akan kelimpahan yang dapat dinantikan, dan mengakibatkan bahwa hdiup patut dibela dengan positif. 

Para aliran humanistis menggarisbawahi bahwa hidup adalah pengabdian mutlak pada perikemanusiaan. "Manusia adalah ukuran dari segala sesuatu (prinsip "homo mensura")" menurut prinsip doktrin Protagoras. Maka nyatalah bahwa manusia itu sungguh bermartabat. Hanya manusialah yang mampu berpikir mengenai martabatnya. 

Dari kodratnya semua manusia satu dan sama (seluruh mansuia sama), meskipun setiap orang adalah pribadi yang distintif (berbeda dengan yang lainnya). Penjelasan manusia tentang dirinya yang bermartabat memilki sejarah. Dalam kisah penciptaan, manusia diciptakan sebagai yang paling tinggi sekaligus sebagai puncak dari segala ciptaan. Oleh Sang Pencipta, manusia dijadikan sama baik itu laki maupun perempuan.

Manusia adalah sesama manusia. Keterbukaan hidup manusia tidak hanya pada diri sendiri melainkan pada "sesuatu" di luar. Yang dimaksudkan adalah dunia dan sesamanya. Manusia bersama sesamanya selalu berinteraksi dan menciptakan sejarah hidupnya menuju satu tujuan. Manusia yang ada dan menyejarah akan menuju kematian. Sebagaimana diungkapkan oleh Martin Heidegger (1889-1976) bahwa ciri hidup manusia sebagai Sein zum Tode (ada menuju-kematian). Atau sering diistilahkan bahwa sebenarnya setiap manusia lahir agar mati.  

Jiwa manusia (hlm. 11-13)

Tubuh manusia adalah kreativitas jiwa. Hal ini mengungkapkan bahwa hidup manusia bukan sekadar tubuh yang bergerak melainkan ada jiwa yang turut bergerak. Jiwa membuat tubuh menjadi kreatif dalam melakukan peziarahannya. Jiwa yang berziarah dapat dikatakan bahwa ia bukan sekadar entitas penyusun kehadiran manusia. Tetapi mendorong manusia untuk mampu menampilkan cinta yang luar biasa dalam kesehariannya. Berdasarkan catatan harian St. Teresia orang dapat mengetahui bagaimana jiwa itu melakukan peziarahan yang indah menuju Sang Keindahan itu sendiri. Hal itu tidak ditunjukkan lewat suatu perbuatan yang hebat atau luar biasa akan tetapi melalui pekerjaan-pekerjaan sederhana. 

Namun, menurut teori Plato orang diantar pada suatu pandangan bahwa tubuh manusia adalah penjara bagi jiwa. Dengan kata lain tubuh manusia merupakan materi yang dapat bersatu sekaligus bertentangan dengan jiwa. Akan tetapi, keduanya yang membentuk dan menyusun kehadiran manusia dalam keutuhannya. Selain itu, jiwa merindukan kebenaran tetapi badan menyukai kenikmatan. Sehingga, pada akhirnya tubuh akan hancur tetapi jiwa kembali kepada kesempurnaan yakni dunia idea.

Komentar

Menurut Socrates, manusia adalah jiwa atau batinnya. Jiwa atau batin merupakan faktor pembeda dasariah dan esensial antara manusia dam makhluk-makhluk lainnya. Gagasan Socrates tentang jiwa berbeda dari pengertian-pengertian sebelumnya. Bagi Socrates, jiwa bukanlah phantasma, roh yang meninggalkan badan setelah kematian, bukan pula ilah-ilah yangg terkurung dalam badan karena dosa asal. 

Dengan demikian, gagasan kaum sofis mengenai jiwa dieliminasi oleh gagasan Socrates. Perbedaan dasar permenungan Socrates dibandingkan dengan kaum sofis terletak pada kedalaman refleksi. Jiwa berkaitan dengan dengan kesadaran berpikir dan berkarya, bersinggungan dengan nalar dan tempat aktivitas berpikir dan bertindak secara moral.  

Oleh karena itu, kreativitas jiwa yang diungkapkan oleh St. Teresia adalah benar. Manusia mampu menampilkan cinta yang luar biasa dalam kesibukan hidup sehari-hari yang sederhana. Gagasan Socrates bersifat rasional-intelektual. Ada suatu identifikasi antasa psyche dan tempat sejati intelek serta karakter individu. Manusia adalah makhluk rasional dan jiwanya adalah rasio atau inteleknya. Jika bagi para sofis nilai tradisional terkait erat dengan hal-hal badaniah: hidup, kesehatan tubuh, dan kecantikan serta hal ihwal yang berkaitan erat dengan aspek ekternal manusia, seperti kekayaan, kepopuleran, dan kekuasaan. 

Socrates malah membalik semuanya itu. Baginya niali tertinggi terletak pada hal-hal batiniah rasional; jiwa lebih tinggi daripada badan dan manusia diidentikan dengan jiwa. Jika manusia dibedakan dari yang lain karena batin atau jiwanya dan jika jiwa adalah aku sadar, tahu, dan rasional maka keutamaan (arete) atau apa yang mewujudkan secara penuh kesadaran dan intelegensi demikian adalah ilmu dan pengetahuan. 

Tuhan Menyejarah dalam Hidup Manusia (hlm. 21-23)

Aliran filsafat belum pernah membahas tema "Tuhan" hingga Agama Katolik mulai berkembang di sekitar peradaban Yunani. Sejak itu konsep tersebut menyejarah. Maksudnya ialah bahwa Tuhan senantiasa terlibat dalam keseharian manusia. Entah dalam keadaan suka maupun duka, Ia selalu terlibat. Menurut Paulus, seorang Rasul Kristus, Tuhan adalah Dia yang dari-Nya segala prinsip ada, bergerak, dan hidup mengalir. 

Oleh karena itu, pada prinsip filsafat, Tuhan diidentikan dengan prinsip "Ada". Tuhan adalah Dia yang mengada. Dengan kata lain, segala sesuatu berasal dan akan kembali kepada-Nya. Aristoteles mengungkapkan bahwa Tuhan adalah yang memungkinkan segalanya bergerak. Dia adalah asal dan tujuan segala apa yang ada. Atau dengan kata lain, Tuhan adalah sumber hidup. Sehingga oleh filsafat, hidup merupakan kesempurnaan.

Dengan demikian, hidup manusia identik dengan menyejarah. Peziarahan manusia memiliki awal dan akhir yakni Tuhan sendiri maka, sejarah manusia memperoleh keselamatannya di dalam Tuhan. Jika Tuhan adalah awal dan akhir hidup manusia maka Tuhan adalah penyusun sejarah sekaligus penggerak manusia menuju kepada-Nya sendiri.

Komentar

Dewasa ini umat manusia berada dalam periode baru sejarahnya. Tuhan yang menyejarah dalam hidup manusia pun dihayati secara lebih serius. Hal ini ditimbulkan oleh karena kecerdasan dan usaha kreatif manusia. Tuhan yang "mengada" bagi manusia oleh umat Kristiani diyakini bahwa kehadiran Kristus adalah bukti nyatanya. Adapun Gereja percaya bahwa Kristus yang telah datang "mengada" di dunia yang disalibkan dan wafat itu, lalu bangkit adalah untuk seluruh umat manusia (2Kor. 5:15). Ia mengaruniakan kepada manusia terang dan kekuatan melalui Roh-Nya supaya manusia mampu menanggapi panggilannya yang amat luhur. 

Dengan kata lain Tuhan yang menyejarah dengan cara yang barangkali belum "dimengerti" oleh semua orang. Sebab jika demikian, Kristus Yesus tidak akan disaliblan. Gereja percaya bahwa kunci, pusat, dan tujuan seluruh sejarah hdiup manusia terdapat pada Tuhan dan Gurunya. Selain itu, Gereja menyatakan bahwa di balik segala perubahan ada banyak hal yang tidak berubah, dan yang mempunyai dasarnya yang terdalam pada diri Kristus, Dia yang tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya (bdk. Ibr. 13:8). Jadi, Kristus menjadi "Tuhan yang mengada" bagi manusia. 

Tuhan dikatakan sebagai asal dan tujuan dari segala yang ada karena menurut Aristoteles yang membahas mengenai  realitas itu, mengungkapkan bahwa Tuhan menjadi causa prima.  Atau sebab pertama dari segala apa yang ada (dalam bab Allah Jauh dan Dekat). Ia juga menjadi penggerak yang tak-digerakan oleh yang lain. Maka Tuhan itu jauh mengatasi bahasa manusia. Bahasa manusia tidak mampu melukiskan Tuhan  yang menyejarah dengan sempurna sebab pengalamannya sendiri kerap tidak dapat diuraikan dengan tuntas dan memuaskan. 

Tuhan adalah Konstruksi Hidup Manuisa (hlm. 23-27)

 Dikatakan bahwa Tuhan adalah konstruksi hidup manusia berarti Ia yang senantiasa membangun dan mengarahkan hidup manusia pada kebenaran. Dengan mencintai kebenaran, hidup manusia selalu terarah kepada perdamaian. Bukan seperti ideologi-ideologi yang sempit yang mengubah tatanan hidup manusia. Salah satu contoh ideologi yang mengubah tatanan sosial manusia adalah ideologi yang berkedok kebebasan dan agamis. Manusia hidup dan berkembang melalui kebudayaan yang dibangun dalam kelompok masyarakatnya. Hal ini tentu menjadi wadah bagi berkembangnya "tradisi besar" yakni Tuhan pun hadir menyejarah dalam budaya manusia. 

Artinya apa yang menjadi pergulatan manusia adalah pergumulan Tuhan juga setiap waktu. Tuhan sebagai "konstruksi" hidup manusia berarti Ia senantiasa membawa manusia kepada suatu kehidupan yang harmonis. Jadi, kalau manusia tidak berlaku adil terhadap sesamanya bukan berarti Tuhan hanya menonton. Tetapi, Tuhan senantiasa bergandengan tangan dan menyejarah bersama kaum tertindas. Ia justru dapat ditemukan pada orang-orang yang berusaha memperjuangkan keadilan dan kedamaian. Apabila ada orang yang mengklaim bahwa ia berperang untuk Tuhan itu sama sekali bukanlah suatu kebenaran. Sebab, Tuhan senantiasa berpihak pada penderitaan dan kaum tertindas.

Komentar 

Berangkat dari kenyataan bahwa hidup manusia dewasa ini direduksi pada periferi kehidupan. Kehidupan yang tidak mendalam. Hal ini terjadi bukan hanya di satu wilayah atau segelintir orang. Justru kenyataan ini merongrong manusia pada umumnya di berbagai belahan dunia. Namun, Tuhan tidak diam dan menjadi penonton. Ia justru terus berkarya untuk mengarahkan manusia pada kebenaran dan kebebasan. Bicara mengenai kedua hal tersebut, pertama-tama perlu diketahui bahwa kebenaran dan kebebasan adalah  pertalian yang utuh. Kebenaran hendak memberikan penerangan kepada kebebasan yang mengiringinya. 

Kebenaran menjadi pandunya, yang menunjukkan jalan agar orang menjadi dirinya sendiri bersama dengan orang lain. Manusia harus tahu ke arah mana ia mengembangkan kebebasannya, apa yang harus dipilih, dan apa yang "baik" dalam situasinya yang konkret, dan karenanya berharga baginya, atau "jahat" maka dilarang. Artinya hidup dalam kebebasan yang dituntun oleh kebenaran sehingga mewujudkan diri secara konsekuen. Walaupun begitu kebenaran tidak memaksa. 

Kebebasan selalu diberi kesempatan oleh kebenaran untuk memilih. Pada tataran ini, manusia hidup dalam kebebasan. Sehingga mansuia dapat menyebut diri sebagai "aku", mengandaikan bahwa ia hadir pada diri sendiri. Maka, kesadaran ini disebut sebagai penyelenggaraan Tuhan atas hidup manusia. Ia senantiasa berkarya untuk membangun setiap individu pada kebenaran dan kebebasan. Tuhan yang berkarya dalam hidup manusia mengarahkan manusia pada kesadaran bahwa ia hidup sebagai "keterbukaan bagi "dunia", "sesama manusia", dan "Allah". 

Alam Semesta adalah Kehidupan (hlm. 28-38)

Filosof Heidegger menyebut Tuhan dan alam semesta tidak terkecuali manusia merupakan sentral filsafat. Hal ini sudah berlaku sejak zaman filsafat kuno. Para filosof Yunani Kuno memandang alam semesta sebagai pencetus kehidupan manusia. Kesadaran ini membuat mereka tidak hanya berdecak kagum pada keindahan yang disuguhkan oleh alam. Akan tetapi, lebih dari itu ada sebuah kesadaran untuk mencari tahu siapa yang menciptakan keindahan tersebut. Berangkat dari kesadaran itu, muncul pernyataan bahwa alam adalah dinamika kesempurnaan hidup manusia itu sendiri. Alam menjadi "hukum" kehidupan. Atau sering dikenal dengan istilah "seleksi alam" pada hidup manusia. 

Namun, adalah ironi bahwa alam yang menjadi ruang, tempat tinggal manusia, semakin hari semakin tidak dihargai. Alam telah diperkosa oleh keserakahan manusia zaman ini. Demi kemajuan, alam menjadi sasaran empuk, yang dieksploitasi habis-habisan. Kini kerusakan alam telah mencapai ranah yang parah dan mengawatirkan. Lantas manusia seoalah menjadi buta. Dengan demikian, alam terus digerogoti tanpa ampun. Walaupun demikian, ada pula manusia yang menyadari bahwa alam adalah ibu yang memiliki segalanya untuk manusia "anaknya", ia merupakan sebuah tata kesempurnaan. Maka, penyatuan manusia dengan alam adalah wujud keluhuran warisan mentalitas itu sendiri.

Komentar

Mengapa alam disebut sebagai kehidupan? Pertanyaan ini menghantar orang untuk menengok para filosof awali. Meraka  melihat segala sesuatu yang ada adalah berasal dari alam. Alam yang memberikan kehidupan bagi manusia. Ketika manusia menyadari hakikat adanya di semesta ini, ia mampu berinteraksi dengan alam dan menciptakan kehidupan yang harmonis. Teks di atas mengajak setiap orang untuk introspeksi diri. Bagaimana kehadiran aku sebagai manusia yang berakal budi? Apa sumbangsihku kepada alam yang memberikan kehidupan? 

Dengan bertanya pada diri sendiri, manusia dihantar pada suatu kesadaran. Sebab, pada tahap ini orang akan mampu melihat alam sebagai "sesuatu" secara objektif. Selain itu, orang akan masuk pada relasi aku-engkau, dengan alam sebagai sahabat. Persahabatan tersebut terjalin karena ada kesadaran dengan logika yang berbeda, engkau bukan objek. Relasi itu adalah sebuah relasi komunikatif. 

Buber bukan ingin menjelaskan relasi "aku-engkau" dalam perspektif psikologi, melainkan fenomenologis. Di sini alam dipandang sebagai "aku yang lain" yang semakin penuh. Kebersamaan baru yang sangat intens dalam beberapa pengertian dapat disebut persahabatan. Persahabatan pada level tertinggi tidak memiliki keterarahan satu sama lain. 

Persahabatan bukan untuk saling menyukakan, melainkan "aku bersama-sama"- aku (manusia) dan alam (aku yang lain), saling memberi dalam peziarahan menuju Sang Sahabat sejati, Tuhanku. Ketika orang telah memasuki persahabatan ini- aku dan alam- kehidupan menjadi sungguh bermakna. Alam memberikan kehidupan padaku. Sebab, alam adalah kehidupan itu, yang menuntun manusia untuk melihat dan mengarahkan hati menuju Sang Kehidupan itu sendiri. Alam bak gambaran nyata kehidupan yang abadi.

Remah &Daun Kering

Menjadi Pribadi yang Rendah Hati (A1-A15)

Orang menjadi rendah hati bukan semata kreativitas dan usahanya. Melainkan pertama-tama merupakan anugerah dari Allah. Mencapai kerendahan hati tidak seperti orang pergi berbelanja di swalayan, ambil barang, bayar lalu pulang. Menjadi rendah butuh waktu dan latihan terus menerus, sepanjang hidup. Menjadi rendah hati bukan soal merasa lega atau puas dengan pencapaian diri sendiri. Tidak juga sekadar memilki perilaku yang santun akan tetapi kerendahan hati hanya diperoleh dengan menjadi pembelajar yang ulet. Dalam hal ini kerendahan hati tidak dipandang sebagai sebuah cita-cita pribadi melainkan seperti yang dicita-citakan Tuhan. 

Kerendahan hati diibaratkan seperti mendaki gunung yang tidak memilki "puncak". Akan digapai hanya melalui ketekunan yang berlangsung sepanjang hidup. Sekolah yang tiada pernah berkahir hingga akhir hayat. Maka, tidak dapat dirasakan sebagai suatu penggapaian seketika. Kerendahan hati adalah perkara hati yang senantiasa bergumul dengan aneka pengalaman hidup sehari-hari. Halnya tidak dapat disamakan begitu saja dengan perilaku sopan atau tata krama. Walaupun, pada umumnya orang mengatakan itu sebagai kerendahan hati. Sebab, jika demikian orang akan merasa puas dengan diri sendiri. Hal ini justru membawanya pada kepalsuan belaka.

Komentar

Menjadi pribadi yang rendah hati adalah hasrat semua orang. Namun, apakah semua orang dapat menggapainya? Acap kali orang berpikiran menjadi pribadi yang hati tentu mudah saja. Anggapan ini dengan alasan yang penting baik dihadapan orang lain. Ketika terjebak pada gagasan ini, orang jatuh dalan suatu sikap yang "suam-suam kuku", mencari aman saja. Orang akan tinggal dalam zona nyaman "status quo". 

Kisah Ayub dapat dijadikan teladan hidup agar menjadi pribadi yang rendah hati. Sabda Tuhan menyatakan "Allah merendahkan orang yang angkuh tetapi menyelamatkan orang yang menundukkan kepala" (Ayb. 22:29). Apa yang mau ditegaskan di sini ialah bahwa usaha yang hanya didasarkan pada kekuatan manusia saja, justru mengantar orang pada kepongahan. Orang akan menjadi angkuh dan memegahkan diri. 

Menjadi pribadi yang rendah hati berarti tidak memegahkan diri atas segala sesuatu yang digapai. Yesus berkata: "Barangsiapa merendahkan diri dan menjadi seperti anak kecil ini, dialah yang terbesar dalam Kerajaan Surga" (Mat.18:4). Analogi tersebut mau menunjukkan kepada orang bahwa menjadi seperti "anak kecil" adalah cara orang mencapai pribadi yang rendah hati. Orang dapat membayangkan bagaimana "anak kecil" itu selalu tampil apa adanya. Menjadi pribadi yang rendah hati tidak serta merta diraih. Ada sebuah proses yang panjang dan membutuhkan ketekunan. Sampai tahap ini pun orang tidak boleh bermegah sebab semuanya itu adalah anugerah dari Allah.

 Kerendahan Hati adalah Relasi Tuhan dan Manusia (A16-24)

Kerendahan hati meruapakan anugerah Tuhan semata sehingga manusia perlu berusaha untuk menggapainya. Usaha dari manusia itulah harus ditunjukkan melalui sikap, tindakan nyata, dalam kesehariannya. Hal ini patut diketahui bahwa kerendahan hati memiliki "wilayah relasi" antara Tuhan dan manusia. Salah satu sikap yang dapat dijadikan contoh kerendahan hati ialah menyadari bahwa pribadi diri sendiri adalah "pendosa". Berangkat dari kesadaran itu, manusia dihantar pada jalan kerinduan akan kasih Tuhan sendiri. Sebab, Allah yang mahakasih adalah tumpuan hidup setiap orang. 

Selain itu, kerendahan hati ialah cetusan iman bukan sekadar perasaan, perilaku atau gerak tubuh dan simbolisme verbal. Jika dikatakan sebagai cetusan iman maka perlu direalisasikan dengan tindakan nyata tanpa ada "embel-embelnya". Hal tersebut patut difundasikan pada jalan keutuamaan yakni iman, pengharapan, dan kasih. Dengan kata lain hanya Tuhan yang menjadi andalan orang yang rendah hati dan tidak tergantung pada kekuatan diri sendiri. Dengan demikian, orang yang rendah hati selalu mengarahkan hidupnya pada kebenaran sejati yakni di dalam Tuhan sendiri. Sebab, tiada lain di luar dirinya yang dapat diandalkan selain kemurahan kasih Allah sendiri.

Komentar

Kerendahan hati yang terdalam hanya dalam relasi dengan Tuhan. Manusia yang menganggap dirinya rendah hati, harus menyadari bahwa itu adalah berkat kasih Tuhan. Iman Kristiani yang memercayai Kristus, mengajarkan dengan jelas bahwa kerendahan hati sejati hanyalah diperoleh melalui relasi dengan Tuhan Yesus. Manusia boleh bertanya apa yang membuat orang percaya pada Kristus hingga saat ini. Satu hal yang pasti bahwa apa yang dikatakan selalu dibuktikan dengan tindakkan nyata. Meskipun Ia adalah Anak Allah, tetapi Ia tidak memegahkan diri. Justru dalam "inkarnasi-Nya", Yesus menunjukkan kepada manusia sikap kerendahan hati yang sejati. Dalam relasi-Nya dengan Bapa-Nya, Yesus sungguh memberikan teladan yang hakiki.

Menjadi pribadi yang rendah hati berarti memiliki kebijaksaan. Bagi Thomas Aquinas, kebijaksanaan itu adalah Allah sendiri. Untuk itu manusia yang rendah hati (bijaksana) akan membangun relasi yang dengan Tuhan, Sang Kebijaksanan Ilahi. Relasi ini terbangun hanya melalui iman. Imanlah yang memungkinkan manusia dapat bersatu dengan Tuhan secara sempurna. Beriman berarti menapaki jalan menuju kebijaksanaan itu. Apa yang dikatakan Pengkothbah adalah benar jika manusia mengandalkan diri sendiri, semuanya adalah kesia-siaan belaka. "Hidup ini sungguh sia-sia saja, ketika seluruh kerja keras hidup sehari-hari tidak tidak terarah kepada Tuhan". Manusia tidak boleh menyandarkan hidupnya kepada hal-hal yang sia-sia itu. Orang harus mengejar segala sesuatu yang bijaksana, yakni keterarahan kepada yang Ilahi.

Tuhan Yesus adalah Dasar Kerendahan Hati  (A25-30)

Kerendahan hati disebut dasar keutamaan yakni Yesus Kristus sendiri. Hanya Dia sendiri yang telah mengajarkan jalan keutamaan ini maka Ia dapat berkata: "Belajarlah dari pada-Ku, sebab Aku ini lemah lembut dan rendah hati" (Mat. 11:29). Tuhan Yesus adalah "Roh" kerendahan hati itu sendiri. Teladan hidup-Nya menunjukkan bukti nyata yang tidak dapat disangkal oleh perjalanan sejarah manusia di dunia ini. Jalan keutamaan ini perlu disadari bahwa orang tidak harus mengulangi kisah sengsara Kristus di Kalvari. Akan tetapi, mesti dengan setia memanggul salib-salib kecil kehidupan masing-masing. Salah satu hal yang nyata ialah senantiasa bersyukur atas apa yang dimiliki dan tidak berpuas diri dengan pencapaian-pencapaian yang ada. Mencapai kerendahan hati perlu memiliki cita-cita yang luhur, jauh mengatasi ambisi belaka. Orang yang rendah hati dapat dikenali dari caranya menyikapi kenyataan hidup. Ia senantiasa hidup dalam kedamaian. Kerendahan hati hanya dapat diperoleh ketika hati selalu damai dan tenang. Sebagaimana Tuhan Yesus telah mengungkapkannya: "Aku datang untuk melakukan Kehendak Bapa". Sebab, kerendahan hati tidak berakhir di kenikmatan batin, melainkan terarah kepada Salib.

Komentar

Teladan hidup Sang Kerendahan itu tidak dapat disangkal oleh siapa pun. Yesus yang adalah Tuhan, berkata: "Akulah Jalan, Kebenaran dan Hidup". Apa yang yang disampaikan dari kata-kata-Nya ini, tidak lain dan tidak bukan adalah ajakan untuk belajar dari-Nya. Manusia perlu menjadi pribadi pembelajar. Belajar dari Tuhan, sumber kehidupan itu sendiri. Tuhan sebagai Jalan berarti hanya melalui Dia orang dapat mencapai Kebenaran; sebab Dialah Sang Kebenaran sejati. Orang yang tinggal dalam "kebenaran" akan mencapai "Hidup Kekal", sebab Tuhan Yesuslah Kehidupan itu sendiri. Santo Agustinus mungkin menjadi contoh nyata seorang manusia yang "beruntung" karena ia dapat berkata bahwa segala kehausannya akan kebijaksanaan hanya terpenuhi dalam Allah. Keyakinan Agustinus barangkali menjadi contoh juga bahwa kebijaksanaan itu bukanlah berupa kalimat atau kata-kata indah yang melegakan hatinya. Kebijaksanaan ialah cinta itu sendiri. Tidak ada cinta yang lebih dikejar oleh manusia selain cinta yang sempurna yakni Sang Cinta itu sendiri. 

Agustinus menjumpai Sang Cinta itu dalam Allah. "Terlambat aku mencintai-Mu, oh Allahku, sebuah ungkapan kebijaksanaan yang menjadi kehausannya". Hal ini menjadi contoh konkret orang yang membangun kerendahan hati secara benar. Ia senantiasa haus akan kebenaran dan kebijaksanaan. Suatu kenyataan yang tidak dapat disangkal kebenaran yakni keteladanan Yesus Kristus sebagai pribadi yang rendah hati. Begitu dalamnya jejak yang telah dipatrikan oleh Tuhan Yesus dan tidak dapat lekang waktu. Ia bersabda: "Langit dan bumi akan berlalu tetapi setitik iota pun sabda-Ku tidak akan berlalu, sebelum semuanya terlaksana".

Kerendahan Hati yang Palsu (A31-B6)

Orang yang hidup dalam kepalsuan akan mudah terbaca. Kepalsuan itu terletak pada rasa nikmat ketika mendengar pujian dari orang lain. Atau dapat dikatakan bahwa ada intensi untuk mencari perhatian orang lain. Orang akan selalu memandang dirinya lebih dari yang lain. Selalu merasa bangga dengan diri sendiri, dan merasa puas dengan pencapaian-pencapaian kecil. Orang yang menghidupi semnagat ini akan menutup diri dari kebaikan sesamanya. Kepalsuannya ialah selalu merasa diri paling hebat dan tidak mendengarkan intepretasi keliru dari orang lain mengenai tindakannya. Ia selalu memberi kesan pada orang bahwa dirinya jauh lebih unggul. Rendah hati palsu dapat menghinggapi setiap individu tanpa mengenal waktu dan alasan. Sebab, ketika seseorang mulai melepaskan diri dari kehendak Allah dengan segera tergelincir dalam kubangan kepalsuan. Orang demikian akan terlihat "suam-suam kuku" dengan maksud agar tidak terkesan buruk di mata orang lain. Ia tidak mau mengambil risiko dalam membela kebenaran. Hidupnya selalu dibayangi rasa takut untuk gagal. Dengan demikian, hidupnya  hanya mau mencari aman, atau istilahnya main aman saja.

Komentar

Dewasa ini, manusia hidup dalam bayang-bayang perubahan dunia yang tidak menentu. Situasi ini tentu tidak dapat disangkal bahwa akan membawa orang pada kepalsuan. Apabila orang hanya mau ikut arus, mudah saja untuk digiring kepada kepalsuan itu. Untuk itu, Paulus- Sang Rasul Para Bangsa-menunjukkan sikap kerendahan hati yang utuh dalam pelayanannya. Hal ini dikisahkan dalam Kisah Para Rasul. Terutama dalam pidato perpisahannya, ia merangkum segalanya dalam satu frase "rendah hati". Dikatakan, "Dengan segala rendah hati aku melayani Tuhan" (Kis. 20:19). Itulah sikap dasar pelayanan Paulus. Semua yang lain mengalir dari sana. Memang benar demikian karena kerendahan hati adalah subur. Dalam bahasa Latin, rendah hati adalah humilis. Kata itu berhubungan dengan kata "humus", lapisan tanah yang paling subur.

Sebagai seorang rasul yang rendah hati, Paulus mempunyai penilaian benar terhadap diri sendiri. Ia menilai dirinya bahkan melalui kelemahan-kelemahan dan kegagalan. Hal ini tentu ingin membongkar mental "kepalsuan" yang kian merogoti hati manusia. Kepada orang Korintus, ia menulis, "... dan yang paling akhir dari semuanya Ia menampakkan diri juga kepadaku, sama seperti kepada anak yang lahir sebelum waktunya. Karena aku adalah yang paling hina dari semua rasul, sebab aku telah menganiaya Jemaat Allah" (1Kor. 15:8-9). Kelemahan dan kegagalan tidak membuat Paulus kecil hati atau menyalahkan dirinya sendiri. Sesudah mendapat banyak penderitaan, ia dapat berkata, "Hal itu terjadi supaya kami jangan menaruh kepercayaan pada diri sendiri tetapi hanya kepada Allah yang membangkitkan orang-orang mati" (2Kor. 1:8-9).

Kematangan Hidup Rohani (hlm. 55-82)

Spiritulitas daun kering menjadi sebuah permenungan hidup rohani. Kematangan hidup rohani bak daun kering yang jatuh ke tanah. Inilah tahap baru memulai peziarahan (menjadi-mencintai) yang merupakan anugerah berharga dari Allah. Spiritualitas merupakan sebuah peziarahan, perjalanan, dan peralihan menjadi-mencintai. Hidup rohani adalah relasiku dengan Tuhan dan sesamaku, yang keduanya mengandaikan aku berdamai dengan diri sendiri. Hidup rohani--dalam metafora daun kering---merupakan perkara "melepaskan". Gambaran ini mau menunjukkan bahwa manusia tidak berkuasa atas apa pun. Cahaya matahari yang "mematangkan" daun tersebut tiada lain adalah kuasa Tuhan yang mematangkan hidup manusia melalui berbagai liku kehidupan. Perjalanan "daun kering" adalah perjalanan iman atau perjalanan doa, membiarkan diri, berpasrah diri kepada "angin" yang diperintahkan Tuhan untuk menerbangkan dan menjatuhkannya ke tempat di mana Tuhan kehendaki. Saat daun mengering sesungguhnya identik dengan saat hidup manusia menyilahkan yang lain untuk masuk, memenuhi, dan menyempurnakannya. Betapa sering spiritualitas dimaknai selfish (untuk diri sendiri), yaitu dikelola sejauh untuk kenyamanan diri sendiri. Padahalnya ketika dimaknai lebih jauh, dalam maksud dirinya memasuki sebuah ketulusan untuk menumbuhkan sesamanya. Momen hidup rohani, daun kering terbang diterpa angin bukan momen menjelang ajal tetapi saatnya berserah diri pada penyelenggaraan Ilahi.

Komentar

     Kematangan hidup rohani tercapai hanya melalui suatu relasional antara aku dan Liyan, dalam peziarahan menuju Sang Cinta sendiri. Cinta adalah "itu" yang yang memampukan manusia untuk membangun hidup rohaninya. Pembangunan hidup rohani tidak terlepas dari relasi manusia (aku) dan liyan  (aku yang lain). Relasi ini menghantar aku dan liyan masuk dalam perjumpaan yang saling memberi diri, menyokong, dan membagi cinta.  Dalam cinta, aku dan Liyan  tidak tinggal diam tetapi menjadi manusia baru. Aku keluar dari zona nyaman diri sendiri dan melampaui kemampuanku. Di dalam cinta  aku melebur bagaikan dedaunan kering yang menghancurkan diri dan melebur menjadi tanah, tidak lenyap, tetapi memiliki kehadiran ntaya yang menyuburkan dan menumbuhkan. 

Kematangan rohani diandaikan aku sadar bahwa hidup yang dilakoni sekrang adalah kehidupan baru, menjadi manusia baru. Manusia baru antara aku dan liyan melebur dalam cinta yang menghidupkan. Liyan bukan sebagai eksistensi lain yang kehadirannya mengganggu. Justru ia hadir menjadi aku, bersama melangkah melampaui cinta akan diri sendiri. Cinta mengenal prinsip keselarasan. Artinya, "cinta kepada Tuhan" harus selaras dengan "cinta kepada sesama". Dalam frase harus selaras menjadi titik tekannya, sebab relasi antara aku dan Engkau (Tuhan) tidak bisa menganggap Liyan di luar jalur peziarahan. Cinta semacam ini memungkinkan relasi Aku dan Liyan memesona secara luar biasa. Relasi cinta ini mengungkapkan "cinta platonis", sebab cinta menjadi milik subjek-subjek yang berelasi. Dengan demikian , relasi ini membawa orang pada kematangan hidup rohani.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun