Mohon tunggu...
Sucahya Tjoa
Sucahya Tjoa Mohon Tunggu... Konsultan - Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kiprah Kebijakan Luar Negeri AS-Biden terhadap Tiongkok

20 Februari 2021   18:25 Diperbarui: 20 Februari 2021   18:28 604
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tahun 2020 juga menjadi tahun bersejarah dalam sejarah perdagangan dunia, dan pola perdagangan dunia sedang mengalami perubahan besar. Dari perspektif ini, kita dapat memahami mengapa UE mengabaikan oposisi yang kuat dari AS dan Inggris.

Belum lama ini, UE telah berhasil mencapai kesepakatan investasi dengan Tiongkok.

Tentu saja, ini adalah situasi yang baik, tetapi selalu ada arus balik. Ketika PM Australia Morrison mengumumkan bahwa perjanjian "One Belt One Road" yang ditandatangani oleh Victoria dan Tiongkok tidak akan ada gunanya bagi Australia, hal itu dapat dihapus dalam waktu beberapa minggu. Dan sperti juga Inggris yang melakukan Brexit.

Namun yang tidak dapat dipercaya justru Inggris dan Tiongkok juga tampaknya telah berantakan, sedemikian rupa sehingga artikel terbaru oleh RIA Novosti mengemukakan: "Sekarang tidak ada negara Barat yang antusias menghancurkan fondasi kerja sama dengan Tiongkok yang telah diletakkan oleh Inggris."

Mengapa ini bisa terjadi? Ada faktor lintasan politik yang rumit. Tentu saja, sedikit mentalitas yang tidak seimbang tidak dapat dikesampingkan. Beberapa orang Barat terbiasa selalu berada di atas dari dunia luar, jadi tentu saja sulit untuk menerima kebangkitan negara lain.

Oleh karena itu, tidak heran jika orang AS mengeluh: bagaimana Washington telah menjadi Baghdad dan bagaimana Uni Eropa akan merangkul Tiongkok.


Perlawanan Tiongkok

Jet Tempur andalan AS siap bertiarap, ini sebagai nasib dari memprovokasi dengan memusuhi dan sanksi terhadap Tiongkok. Akibat balasan atas sanksi dilawan sanksi dalam perdagangan, yang mengakibatkan kekurangan bahan mentah seperti logam tanah jarang, F-35 AS terpaksa menghentikan produksi. Sanksi yang diberlakukan oleh AS terhadap negara Tiongkok mendapat reaksi negatif. Dengan pembatasan Tiongkok terhadap ekspor tanah jarang dan sumber daya penting lainnya , AS telah kehabisan stok dan telah mempengaruhi produksi F-35. Menurut para ahli Rusia berspekulasi kemajuan produksi F-35 terhambat, dikarenakan stok tanah jarang di gudang AS sudah mulai tidak mencukupi dan kekuarangan stok.

Jadi selanjutnya produksi harus ditunda. Di masa lalu, bahan tahan panas untuk fans/bilah-bilah mesin pesawat tempur AS disediakan oleh Tiongkok. Dalam dua tahun terakhir, Tiongkok secara ketat mengontrol ekspor bahan tersebut, sehingga menyebabkan AS kekurangan pasokan.

Tindakan Tiongkok ini secara langsung menutup pintu untuk kelanjutan produksi teknologi tinggi di AS. Tidak mungkin lagi untuk mendapatkannya, bahkan sejumlah kecil bahan sekali pun dari Tiongkok di masa depan. Jadi untuk masa depan, AS hanya dapat mengumpulkan bahan khusus ini dengan harga tinggi untuk membeli dari tempat lain. Jika tidak, F-35 dan jet tempur lainnya tidak dapat di produksi. Sedang F-35 merupakan alutsista yang terpenting bagi AS saat ini untuk jangka waktu lama.

Dan sekarang, sebagian besar sekutu AS telah membeli pesawat tempur F-35, dan  ini menjadi sumber uang AS yang sudah bakal di tangan jika tidak terkena sanksi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun