Mohon tunggu...
Sucahya Tjoa
Sucahya Tjoa Mohon Tunggu... Konsultan - Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Perang Dingin Baru: Konfrontasi AS-Tiongkok Makin Meningkat

10 Oktober 2020   17:33 Diperbarui: 10 Oktober 2020   17:41 599
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam salah satu orasi paling terkenal dari periode Perang Dingin di Fulton, Missouri, mantan PM Inggris Winston Churchill mengutuk kebijakan Uni Soviet di Eropa pada Maret 1946 dikenang sebagai momen kunci dalam pecahnya perang dingin, dan menyatakan: Dari Stettin di Baltik ke Trieste di Laut Adriatik, sebuah "tirai besi"(Uni soviet) telah turun ke seluruh benua.

Jika sejarawan masa depan mencari pidato yang menandai dimulainya perang dingin kedua, yang dimulai oleh AS kali ini antara AS-Tiongkok, mereka mungkin menunjuk pada pidato Mike Pence yang disampaikan di Washington's Hudson Institute pada Oktober 2018. "Tiongkok menginginkan setidaknya mendorong AS dari Pasifik barat. . . Tapi mereka akan gagal, "kata wakil presiden AS. "Kami tidak akan terintimidasi dan kami tidak akan mundur." Menunjuk ke sistem politik Tiongkok, Pence berargumen: "Sebuah negara yang 'menindas' rakyatnya sendiri jarang berhenti di situ."

Bagi siswa perang dingin pertama antara AS dan Uni Soviet, beberapa di antaranya terdengar asing dan menakutkan. Sekali lagi, AS berhadapan dengan negara adidaya saingannya. Sekali lagi, persaingan militer mulai terbentuk - meskipun kali ini, teater utamanya adalah Pasifik barat daripada Eropa tengah. Dan sekali lagi, konflik ini dibingkai antara satu dunia bebas dan "kediktatoran". Untuk menambah kesan simetri, RRT seperti Uni Soviet dijalankan oleh partai Komunis.

Bahkan dalam beberapa bulan terakhir, kemerosotan hubungan antara AS-Tiongkok dengan cepat meningkat, dengan latar belakang kampanye pemilu yang meriah di AS. Ketegangan militer di Pasifik meningkat. Para pejabat Taiwan mengatakan latihan bulan September oleh PLA di dalam zona penyangga pertahanan udaranya adalah ancaman paling signifikan bagi keamanannya sejak Beijing meluncurkan rudal ke laut di sekitar pulau itu pada tahun 1996. AS memiliki "komitmen" untuk membantu Taiwan mempertahankan diri.

AS telah bergerak agresif untuk memblokir perusahaan teknologi Tiongkok, seperti TikTok dan Huawei dari memperluas operasi internasional mereka, atau melarang membeli chip komputer buatan AS. Tiongkok dan AS bahkan terlibat dalam pengusiran jurnalis secara balas membalas.

Henry Kissinger, mantan Menlu AS yang membantu mencapai pemulihan hubungan antara AS dan Tiongkok pada tahun 1970-an, tahun lalu mengatakan bahwa Beijing dan Washington sekarang berada di "kaki bukit perang dingin".

Keunggulan teknologi Tiongkok yang berkembang telah menarik perhatian AS tahun ini, kemampuan pertahanannya juga mendorong kecemasan yang semakin meningkat. Pembangunan militer Tiongkok yang cepat telah mengubah keseimbangan kekuatan antara Beijing dan Washington. AL-PLA sekarang memiliki lebih banyak kapal perang daripada AL-AS, dan semuanya dapat terkonsentrasi di Pasifik barat. Tiongkok juga telah mengembangkan berbagai persenjataan rudal dan satelit yang dapat mengancam kapal induk AS dan mengganggu komunikasi militer AS.

Dalam sebuah artikel baru-baru ini, Michle Flournoy, yang disebut-sebut sebagai bakal menteri pertahanan AS jika Joe Biden memenangkan pemilihan presiden, khawatir bahwa "ketidakpastian baru yang berbahaya tentang kemampuan AS untuk memantau berbagai gerakan Tiongkok. . . dapat mengundang pengambilan risiko oleh para pemimpin Tiongkok", dia menambahkan: "Mereka dapat menyimpulkan bahwa mereka harus bergerak ke Taiwan lebih cepat daripada menunggu nanti."

Rekomendasi Michele Flournoy menunujukkan AS harus memperkuat kapasitas militernya, untuk memulihkan deterrence/pencegahan. Fakta bahwa seorang tokoh Demokrat mengambil posisi ini menunjukkan aspek penting dari persaingan baru AS-Tiongkok: persaingan itu tidak akan hilang jika Trump kalah dalam pilpres.

Tidak ada keraguan bahwa presiden AS saat ini menggunakan bahasa yang jauh lebih konfrontatif dengan Tiongkok daripada para pendahulunya. Fokus tunggal Trump pada defisit perdagangan AS dengan Tiongkok dan kebijakan proteksionisnya juga berbeda. Tetapi Trump mungkin telah membantu membawa perubahan permanen dalam opini ortodoks di Washington.

Daniel Yergin, seorang sejarawan ekonomi, mencatat bahwa "sementara Demokrat dan Republik hampir tidak sepakat tentang apa pun saat ini di Washington, satu hal yang mereka sepakati adalah bahwa Tiongkok adalah pesaing global dan bahwa kedua negara sedang dalam perlombaan teknologi".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun