Mohon tunggu...
Sucahya Tjoa
Sucahya Tjoa Mohon Tunggu... Konsultan - Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Meneropong Situasi Lautan di Kawasan Asia Timur Tahun 2019

23 Februari 2019   19:24 Diperbarui: 24 Februari 2019   20:49 628
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Wei Zongyou, seorang profesor hubungan internasional di Universitas Fudan Shanghai, mengatakan potensi konflik di LCS, mengutip rancangan perjanjian tentang kode etik antara Tiongkok dan ASEAN sebagai bukti kemajuan para pihak pada resolusi atas perbedaan mereka di kawasan tersebut. Dia juga optimistik bahwa AS dan Tiongkok akan terhindar dari konflik di kawasan tersebut.

"Hal ini bisa dilihat kejadian yang sudah-sudah, dimana pemerintahan Trump telah melakukan 9 kali provokasi dengan alasan "kebebasan bernavigasi" tapi ternyata Tiongkok tidak ingin terjadi gesekan dengan AS di LSC demikian juga dengan AS." Lanjutnya.

Tetapi semenanjung Korea tetap menjadi titik api potensial bagi Washington di tengah kurangnya kemajuan yang terlihat dalam pemusnahan senjata nuklir dari Korea Utara, menurut laporan itu.

Prospek perdamaian agak redup meskipun KTT Singapura yang terkenal dengan Kim Jong-un pada bulan September, setelah itu presiden AS mengklaim bahwa negara tertutup itu "tidak lagi menjadi ancaman nuklir".

Laporan itu mengatakan potensi perang AS-Korea Utara atas program senjata nuklir dan rudal balistik Korea Utara (Korut) adalah penyebab utama kecemasan pada tahun 2018, dan ketegangan dapat meningkat kembali pada tahun 2019 jika negosiasi yang rapuh itu gagal.

Pemulihan hubungan diplomatik yang cepat tahun ini yang memuncak pada pertemuan Singapura antara pemimpin Korut, Kim Jong-un dan Trump pada Juni mengalami kemunduran setelah pembicaraan macet tentang pemusnahan persenjataan nuklir Pyongyang.

Di Singapura, Trump dan Kim menandatangani pernyataan dapat dikatakan samar tentang denuklirisasi, sehingga tidak ada kemajuan yang dicapai dari perjanjian tersebut.

Akhir-akhir ini, Pyongyang telah menuntut sanksi terhadapnya dilepaskan dan mengutuk desakan Washington untuk perlucutan sejata nuklirnya sebagai "seperti gangster". Untuk bagiannya, Washington terus mendorong untuk mempertahankan langkah-langkah hukuman terhadap Korut sampai memenuhi permintaan untuk "denuklirisasi sepenuhnya dan diverifikasi".

Jika AS atau Korut membuat langkah tidak bersahabat, itu dapat mempengaruhi proses denuklirisasi yang sudah sangat rapuh ini. Namun kita menantikan pertemuan ke-2 Kim-Trump di akhir bulan Pebruari ini di Vietnam.

Menurut laporan ketegangan terkait Taiwan muncul menjelang pemilihan presiden 2020 ketika hubungan lintas selat antara daratan dan Taipei telah dibekukan di bawah presiden Taiwan Tsai Ing-wen yang berpihak pada kemerdekaan.

Pulau Taiwan dipandang Tiongkok Beijing sebagai provinsi yang harus patuh jika tidak harus disatukan dengan kekerasan jika perlu. Washington, bagaimanapun, memiliki perjanjian pertahanan bersama dengan Taiwan dan telah lama memberikan senjata ke pulau itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun