Mohon tunggu...
Sucahya Tjoa
Sucahya Tjoa Mohon Tunggu... Konsultan - Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Mengintip Kekuatan Militer India dan Ambisi Berkembang Ke Timur dengan Kebijakan "Act East"

16 Januari 2018   18:54 Diperbarui: 16 Januari 2018   19:06 11151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Sumber: www.defencetalk.com

PM India pertama Jawaharlal Nehru pernah mengatakan tujuan negara India adalah untuk menjadi negara kuat. Untuk mencapai tujuan ini, India mulai menerapkan kebijakan "Look East (Memandang Ke Timur)" sejak tahun 1990an. Setelah Narendra Modi menjabat sebagai PM India, dia meningkatkan kebijakan "Look East" menjadi "Act East."

Sepanjang tahun 2017 lalu, India sering berinteraksi dengan AS dan Jepang, serta mengambil tahapan baru kerjasama strategis antara India, Jepang dan Australia, dengan sering beroperasi di kawasan Samudra Hindia dan Samudera Pasifik.

India Memperkuat Alutsista Militer

Baru-baru ini India telah mengumumkan pengadaan alutsista milternya. Dengan pengadaan ini bisakah mendukung kebijakan "Act East" India yang dicanangkan oleh PM Narendra Modi?

Pada bulan November 2014, PM India Narendra Modi secara resmi meningkatkan kebijakan "Look East" ke kebijakan "Act East" dalam pidatonya di KTT Asia Timur di Myanmar.

Kebijakan "Look East" adalah upaya untuk menumbuhkan hubungan ekonomi dan strategis yang luas dengan negara-negara terdekat Asia Tenggara dengan ASEAN sebagai pusatnya. Kini di-upgrade oleh Narendra Modi memperluas cakupan geografis dan kerjasama dari hanya Asia Tenggara di masa lalu ke lebih banyak wilayah, termasuk Asia Timur dan Pasifik Selatan, memperdalam kerjasama ekonomi, dan membuat kerjasama keselamatan dan kerjasama baru yang mengfokuskan pada pembangunan.

Untuk mengimplementasikan kebijakan "Act East", angkatan bersenjata India menginvestasikan alutsista besar-besaran, sehingga menarik banyak kalangan dunia luar.

Perbedaan antara bom terpandu presisi (precision guided bombs)  dan rudal adalah bahwa mereka pada dasarnya tidak memiliki sistem propulsi, namun mengandalkan inersia saat dilepaskan. Tidak seperti bom konvensional, bom terpandu presisi dapat dipandu dengan laser atau dipandu dengan INS / GPS.

Rudal "Barak" adalah rudal pertahanan udara berbasis kapal yang dikembangkan oleh Israel Aerospace Industries dan Rafael Advanced Defense Systems Ltd.

Sumber: CCTV China
Sumber: CCTV China
Kedua senjata diatas ini adalah daftar pengadaan militer India yang dirilis India pada tanggal 2 Januari. Daftar ini juga mencakup pembelian 240 bom terpandu presisi dari Rusia dan 131 rudal  "Barak" dengan total hampir 300 juta USD.

Amunisi terpandu presisi udara yang dibeli terutama berupa alutsista. Sebagian besar alutsista udara India saat ini berupa Su-30 yang menjadi pesawat tempur utamanya, saat ini India memiliki lebih dari 200 pesawat tempur.

Rudal "Barak" terutama digunakan di kapal AL-India, seperti kapal perang besar dan menengah sampai kapal perusak besar Delhi-class, begitu juga kapal fregatnya sekarang dipersenjatai dengan rudal anti-udara ini.

Sumber: Military Today.com
Sumber: Military Today.com
Kurang dari dua minggu setelah pesanan hampir 300 juta USD, India mengatakan bahwa mereka akan membeli lebih dari 120 pesawat nir-awak (high-altitude long-endurance drones) pesawat drone dengan daya tahan untuk terbang diketinggian tinggi, dan lebih dari 100 pesawat drone "Predator-C" buatan AS, yang sekarang dikenal sebagai pesawat tak berawak "Avenger".

Pesawat drone dengan daya tahan ketinggian tinggi dapat terbang terus menerus di ketinggian yang tinggi 18.000 meter selama lebih dari 30 jam untuk melakukan pengintaian jangka panjang untuk target di daratan.

Drone "Predator-C" berkemampuan untuk membawa bom, pesawat ini bisa mengisi celah dari kondisi drone bersenjata India, MQ-9B (Predator B) yang memiliki kemampuan untuk membawa bom. Ini bisa membawa setidaknya dua sampai empat bom terpandu presisi atau rudal udara-ke-permukaan "hellfire." Jika India mengimpor drone daya tahan lama ini, hal ini akan membentuk sistem pengintaian dan offensif atau penyerangan sekali gus.

Pada bulan Maret 2016, Kementerian Pertahanan India merancang sebuah cetak biru untuk mengalokasikan 3 miliar USD dalam sepuluh tahun ke depan untuk membeli lebih dari 5.000 drone yang meningkatkan pengawasan terhadap wilayah perbatasannya, ini menunjukkan bahwa India telah semakin cemas tentang keamanan perbatasannya.

Pesawat-psawat ini oleh pengamat diperkirakan untuk mengawasi perbatasan India, terutama yang ke arah ke Khasmir dan daerah ketegangan dengan Pakistan.

India meskipun masih dikategorikan sebagai negara berkembang, namun cukup berani untuk belanja untuk keperluan militer dengan dana yang begitu menakjubkan.

Di Paris Air Show pada bulan Juli tahun lalu, India menggunakan 10 miliar USD untuk membeli pesawat jet tempur F-16 buatan Lockheed Martin. Tak lama kemudian, saat PM India Modi berkunjung ke AS, ia membeli 22 pesawat Reaper dengan harga lebih dari 90 juta USD.

Menurut laporan, Wakil Presiden Rusia Dmitry Rogozin mengatakan kepada media pada 27 Desember 2017 bahwa mereka mungkin dengan segera akan menandatangani kontrak dengan India untuk memasok sistem S-400.

Pada tahun 2011, skala pembelian militer India beralih dari tingkat yang tertinggi kedua di dunia ke tingkat yang tertinggi, dan mereka berturut-turut menjadi yang tertinggi selama tujuh tahun.

Para ahli dari Jane's Defense Weekly di London mengatakan: "Skala pengadaan militer India sangat besar sehingga melampaui skala pengadaan negara manapun, selama ini."

Menurut para pengamat militer saat ini, 70% dari alutsista yang digunakan militer India didapat dari impor dari luar negeri. Kita bisa melihat sejak Modi menjabat sebagai PM slogannya adalah "Made in India" proporsi buatan dalam negeri harus 50%, 60% dan 70%. Tapi untuk menasionalisasikan produk militernya, nampak hanyak slogan saja. Karena kita pahami untuk  mengubah basis industri sebuah negara tidak mungkin hanya dalam beberapa tahun. Jadi tampaknya India ingin berkembang dengan cepat, maka untuk "mencapai" hal ini Modi harus menggunakan saluran pengadaan, tapi kita semua mengetahui untuk pertahanan nasional tidak dapat dibeli.

Jadi, dengan mengandalkan "jalan pintas" pengadaan luar negeri, bagaimana kekuatan militer India?

Kekuatan Militer India

Informasi yang bisa didapat dari berbagai sumber telah menunjukkan bahwa saat ini, India memiliki 4,21 juta tentara dalam dinas aktif dan cadangan, sekitar 1,4 juta di antaranya aktif, dan termasuk Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara.

Dari tiga cabang militer India mempunyai tentara sekitar 1,12 juta orang, 7.414 unit artileri yang dapat ditarik, 6.704 kendaraan tempur lapis baja, dan 4.426 tank, termasuk tank Rusia T-55, T-72, PT-76 dan PT-90S, dan tank "Arjun" yang mereka kembangkan secara mandiri.

Alutsista pertahanan udara "Akhas" adalah rudal anti-udara penting India untuk mencegat target terbang dalam radius 30 km dan ketinggian 19.000 meter.

AL-India memiliki kekuatan sekitar 70.000 pasukan,  saat ini memiliki satu kapal induk aktif "INS Virkramaitya", yang dibeli dari Rusia. dengan bobot muat lebih dari 40.000 ton, dan dapat dilengkapi dengan 36 jet tempur, termasuk 26 jet tempur MiG-29K buatan Rusia.

Memilki dua kapal selam nuklir, salah satunya pinjam dari Rusia---"INS Chakra" dan buatan India sendiri "INS Arihant". Juga memiliki 11 kapal perusak. Kapal perusak Delhi-class merupakan kapal permukaan dengan disain stealth (siluman) dengan bobot muat penuh 2.600 ton, dan dilengkapi dengan rudal anti-kapal permukaan, dan kapal selam. Juga memiliki 14 kapal fregat, 15 kapal selam konvensional, dan 139 kapal patroli.

Angkatan Udara India memiliki kekuatan sekitar 150.000 personil dan total 2.102 pesawat, terdiri dari 676 jet tempur, termasuk jet tempur buatan Rusia Su-30, jet tempur MiG-29, pesawat buatan Mirage 2000s dan Cougar buatan Inggris dan Prancis.

Menurut statistik dari Stockholm International Peace Research Institute, anggaran militer India mencapai 55,9 miliar USD pada tahun 2016, menjadi yang terbesar kelima di dunia.

Baru-baru ini, situs "Global Firepower" yang berbasis di AS merilis peringkat kekuatan militer terakhir tahun 2017. India berada di urutan keempat setelah AS, Rusia, dan Tiongkok.

Tampaknya strategi "membeli, membeli dan membeli" telah membuat India dengan cepat meningkatkan kekuatan militernya dalam waktu singkat.

Tulang punggung tempur dari AL-Inida saat ini, ada pada kapal perusak kelas Delhi, kapal selam konvensional, dan kapal selam nuklir. Dari kapal selam konvensional mereka, yang satu adalah buatan Rusia, satu lagi adalah kapal selam kelas Scorpene buatan Prancis, dan ada juga kapal selam kelas Nerpa buatan Rusia dan kapal selam kelas "Akula-II" yang mereka sewa.

Ada juga kapal selam bertenaga nuklir yang dikembangan secara mandiri oleh India, tapi mungkin tidak memiliki kemampuan tempur, menurut para pengamat militer luar. Kapal selam ini reaktor nuklirnya masih berteknologi Rusia.

Jika kita membicarakan alutisista tempur utama AD-India, tank tempurnya terutama berasal dari Rusia. Beberapa roket berasal dari Rusia, dan ada beberapa roket M77 buatan AS, dan sejenisnya, begitu juga dengan 155.

Jadi untuk urusan alutsista tiga cabang militer India, kekuatannya semua hampir seluruhannya didapat dari impor. Pengamat belum melihat satu cabang militer yang senjata utamanya adalah buatan India.

Dengan alutsista yang masih bergantung tinggi pada kekuatan asing, hal ini sebenarnya sangat membatasi kekuatan pembangunan otonom India, dan pada dasarnya membatasi pengembangan kekuatan militer India. Sehingga menyebabkan India perlu waktu yang lama untuk bisa memproduksi alutsista utamanya sendiri.

Sebuah laporan dari auditor nasional India telah mencatat bahwa sebanyak 30% sistem rudal "Akhas" India telah gagal bahkan pada saat tes dasar. Rudal permukaan-ke-udara Akhas adalah penangkal (deterent) penting bagi India, terutama untuk daerah perbatasan.

Sumber: Grabed from TV "India Today"
Sumber: Grabed from TV "India Today"
Rudal pertahanan udara "Akhas" India adalah sebuah proyek yang dikembangkan secara mandiri oleh India. Pada bulan Agustus 2017, rudal pertahanan udara "Akhas" diketemukan adanya kerusakan parah.

Menurut sebuah laporan dari "The Economic Times" India, model rudal ini telah banyak digunakan di sepanjang Koridor Siliguri di India utara. Namun, laporan dari auditor umum tersebut menggambarkan rudal ini sebagai "produk tiga no"--- "three-no product"---"no reliability," "no usability," and "no combat experience."  ("tidak ada keandalan," "tidak berguna," dan "tidak ada pengalaman tempur.")

Sebagai tambahan "Defense News" di AS, mengutip dari seorang pejabat senior AL-India yang mengatakan bahwa pesawat berbasis kapal induk yang aktif saat ini di AL-India menghadapi krisis pemeliharaan logistik yang serius. Laksamana AL lainnya yang pensiun mengatakan bahwa setiap kali pesawat berbasis kapal induk mendarat di kapal induk, ada bagian pesawat akan rusak, dan menjadi rusak, atau bahkan berhenti bekerja, dan setiap pendaratan seperti baru terjadi  kecelakaan.

Baru-baru ini, seorang informan AL-India mengungkapkan bahwa kapal selam nuklir buatan India "INS Arihant" telah berada dalam keadaan "lumpuh" sejak terjadi sebuah kecelakaan sepuluh bulan yang lalu. Militer pertama kali mengira itu adalah masalah kecil, tapi setelah mencoba untuk mengujinya. Mereka menemukan bahwa sejak disain yang berasal dari Rusia, dan adanya beberapa ketidakcocokan dengan desain Rusia serta proses pembuatan India sendiri, selain dari pekerjaan pemeliharaan normal, banyak pipa internal harus dilepas dan diganti, oleh karena itu kapal selam masih diperbaiki dan dibersihkan sampai hari ini.

Menurut analis dan pengamat, India memiliki kelemahan besar dalam hal mengembangkan senjata dan peralatan konvensional. Untuk menjadi kekuatan utama, kekuatan pertahanan nasional semacam ini tidak dapat mendukung ambisinya untuk menjadi kekuatan utama. Untuk menjadi kekuatan utama dunia tidak hanya mengandalkan senjata strategis, karena dalam pertempuran normal, senjata strategis tidak bisa digunakan jika tidak dibuat mandiri (jika diembargo komponennya saja akan lumpuh). Dan tidak bisa hanya melawan dengan perang nuklir dengan pihak manapun kapan pun mereka mau. Yang digunakan masih konvensional, dan kekuatan konvensionalnya bergantung pada negara lain, jadi ini adalah status deplotasinya. Analis dan pengamat luar menganggap hal ini adalah kesalahan serius dalam strategi India.

*(Masih ingat Indonesia pada zaman Trikora alutsista kita menjadi terkuat di Asia Tenggara berkat bantuan dari Uni Soviet, tapi kita lupa me-mandirikan produk alusista militer kita. Ketika rezim Orba berkiblat ke AS dan Barat, alutsista kita cendrung impor dari AS dan Barat, tapi tidak memandirikan produk domestik, akibatnya berlarut-larut hingga kini kita masih impor)

India Berpeluang Menjadi Kekuatan Ekonomi Dunia Dan Ambisi Strategisnya

Meskipun lebih mengandalkan strategi "membeli, membeli dan membeli", dan itupun masih banyak kesalahan, tapi secara obyektif, kekuatan militer India masih memiliki ruang untuk tumbuh sebagai salah satu negara berkembang di dunia yang memiliki ekonomi yang sedang meningkat.

Dengan kebijakan India "Act East", setelah kekuatan militernya meningkat, India mulai mengambil panggung baru di wilayah Indo-Pasifik. Dan melihat ke kawasan Asia-Pasifik, kawasan apa saja yang bisa dicapai India?

Pada 10 Juli 2017, latihan militer gabungan "Malabar" yang diselenggarakan oleh AS, India, dan Jepang dimulai di Teluk Benggala di Samudra Hindia timur laut.

Hyperlink Harish Bisht Komandan Pelaksana AL-India Timur menyatakan: Tema dasar Latihan Malabar adalah untuk memahami prosedur operasi masing-masing dengan lebih baik, saling memahami praktik masing-masing dengan lebih baik, cara masing-masing bekerja dengan lebih baik, dari kapal induk, kapal penjelajah, kapal perusak, dan kapal selam bertenaga nuklir---(Inti dari angkatan laut tiga negara ditampilkan, sehingga membuat ombak di Samudera Hindia yang tenang).

Ini adalah untuk pertama kalinya terjadi dalam 25 tahun sejarah latihan "Malabar". Sebagai tambahan, sebagai aliansi bilateral terbesar di dunia, AS dan Jepang sering berinteraksi dengan India---anggota terbesar dalam Gerakan Non-Blok, dan mengadakan latihan militer bersama terbesar yang pernah ada di Samudra Hindia. Kejadian ini tentu saja akan membuat banyak pihak berpikir, tidak peduli dari sudut mana hal itu dipandangnya (terutama bagi kaum pasifis).

Kini kita bisa melihat kegiatan militer India semakin meningkat di kawasan Pasifik. Lihat saja latihan Malabar misalnya, kini diadakan bukan hanya di Samudera Hindia saja. Latihan ini dulu dipimpin oleh India, dan dilakukan di Samudera Hindia dan di sekitar India.

Tapi sekarang telah memasuki Laut Tiongkok Timur Laut dan telah bersama-sama dengan Jepang telah memasuki kawasan Pasifik. Latihan Malabar telah memasuki Samudra Pasifik. Ini adalah tren yang telah diset. Itu tidak akan berubah. Ini menunjukkan bahwa kehadiran militernya saat ini berkembang pesat.

Sebenarnya latihan militer gabungan "Malabar" hanyalah puncak dari gunung es. Sebelumnya, pada 2009 dan 2010, Japan Coast Guard juga melakukan patroli maritim bersama yang ditujukan untuk menyerang bajak laut di Selat Malaka.

Saat ini, interaksi sering terjadi antara Jepang dan India dan telah menjadi semakin positif dan semakin komprehensif.

Pada 13 September 2017, PM Jepang Shinzo Abe mengunjungi India. Ini adalah kunjungan ketiga yang dilakukan Abe ke India sejak awal pemerintahan keduanya. Ditambah dengan saat dalam acara pertemuan internasional, Abe dan PM Modi telah bertemu sembilan kali, dan Jepang jelas menilai India berharga.

Mantan Menteri Luar Negeri Jepang Yoriko Kawaguchi pernah mengatakan seperti ini: "Jepang beruntung dalam banyak hal, karena kita memiliki India di Asia."

Shinzo Abe menyatakan: "Jepang dan India akan bekerja sama untuk mewujudkan konvergensi lebih lanjut antara "Keterbukaan Strategi India-Samudera Pasifik" dan kebijakan "Act East" India." Pernyataan Abe ini mendapat tanggapan positif dari pejabat senior India

Sekretaris Menteri Luar Negeri India, Surachmanyam Jaishankar mengatakan: "Kami mencoba dalam kasus kami untuk menyelaraskan pendekatan masing-masing terhadap dunia, dan ke kawasan ini. Dalam kasus Jepang yaitu strategi Keterbukaan Indo-Pasifik dan dalam kasus kami ini adalah kebijakan "Act East".

Sejak 2017, pengamat melihat bahwa "gendrang" kerja sama geostrategis Jepang dan India telah muncul sangat tergesa-gesa. "Strategi Indo-Pasifik Jepang" tampaknya berbaris pada irama kebijakan "Act East" India.

Analis melihat, kedekatan antara India dan Jepang ini sebenarnya terdapat latar belakang yang lebih besar,  karena mereka melihat Tiongkok terus berkembang dan tumbuh lebih kuat di kawasan ini, dan Jepang merasa cemas dan tidak nyaman.

Jadi hal diatas ini benar-benar bertemu dengan mentalitas India, dan telah menciptakan reaksi kimia atau "kecocokan". Kenyataannya, kedua belah pihak tampaknya memiliki banyak kesamaan dalam hal ini, jadi kedua negara ini sebenarnya memiliki semacam kecenderungan mental ketika merasa tertekan oleh Tiongkok. Tapi sesungguhnya kedekatan dengan Jepang tidak dapat mendukung keseluruhan perkembangan kebijakan "Act East".

Tetangga India, ASEAN, adalah tempat yang harus dilalui untuk mencapai Samudra Pasifik. Pada tahun lalu, India telah memperkuat hubungannya dengan negara-negara ini. Sebagai satu-satunya negara ASEAN yang memiliki perbatasan dengan India, Myanmar merupakan pijakan penting bagi kebijakan Modi "Act East".

Pada bulan Juli 2017, Panglima Angkatan Bersenjata Myanmar, Min Aung Hlaing, mengunjungi India. India dapat dikatakan telah menerima jenderal Myanmar dengan segala upaya yang dapat dilakukannya dengan istimewa, dalam sebuah resepsi dengan spesifikasi tinggi dan standar tinggi.

Pada 12 November 2017, India mengadakan pertemuan kuadranateral pertama dengan AS, Jepang, dan Australia sejak strategi "Koalisi Quadrilateral" diusulkan. Hal ini terjadi pada pertemuan tidak resmi antara para pemimpin APEC di Vietnam.

Pada 11 Desember 2017, KTT Konektivitas ASEAN-India dimulai di New Delhi. Sepuluh negara ASEAN semua menerima undangan ke ibukota India, di mana mereka membahas penguatan konstruksi infrastruktur dan proyek konektivitas informasi digital dengan India.

Selain itu, India juga memutuskan untuk mengundang para pemimpin negara-negara ASEAN untuk menghadiri "Hari Republik" India pada bulan Januari 2018. Kesepuluh pemimpin semuanya akan menjadi tamu utama; Bisa dikatakan bahwa ini adalah posisi diplomatik historis yang belum pernah terjadi sebelumnya yang menekankan bagaimana India memandang ASEAN dan hubungannya dengan negara-negara ASEAN sangat berkepentingan dan sesuai dengan keinginannya.

Ini adalah pilihan alami bagi India untuk memperbaiki hubungan dengan ASEAN, termasuk ekonomi, politik, dan keamanan, karena seperti yang telah dikatakan, langkah awal kebijakan "Act East" adalah memasuki Samudera Pasifik. Dimana langkah pertama ke Samudra Pasifik adalah Laut Tiongkok Selatan, dan negara-negara ASEAN adalah yang ada di sekitar Laut Tiongkok Selatan, jadi ini adalah pilihan yang wajar.

Singapura Menjadi Pijakan Penting Kebijakan "Act East"

Yang lebih banyak mendapat perhatian adalah kerjasama dengan Singapura. Pada 29 September 2017, Menteri Pertahanan Singapura, Ng Eng Hen mengunjungi India dan mencapai sebuah perjanjian kerjasama angkatan laut dengan Menteri Pertahanan India Baldev Singh, kerjasama mencakup kerjasama keamanan maritim, mengadakan latihan bersama, penggunaan sementara fasilitas angkatan laut masing-masing, dan memberikan dukungan logistik.

Saat menjelaskan kesepakatan ini, Ng Eng Hen menyebutkan bahwa Singapura menyambut Angkatan Laut India untuk menggunakan Pangkalan Angkatan Laut Changi, dengan mengatakan: "Saya akan mendorong Angkatan Laut India untuk mengunjungi pangkalan angkatan laut Changi lebih sering. Dan saya akan berbagi dengan Anda bahwa perjanjian angkatan laut bilateral ini juga memiliki ketentuan untuk dukungan logistik."

Pangkalan Angkatan Laut Changi dikenal sebagai "ujung tombak Selat Malaka." Kali ini, setelah Singapura dan India menandatangani kesepakatan ini, India dapat mengatur kapal angkatan laut untuk mengisi bahan bakar dan mendapat pasokan logistik di Singapura.

"The Tribune" India menulis bahwa ini adalah perjanjian logistik militer pertama yang ditandatangani India dengan sebuah negara di sebelah timur Selat Malaka, dan mengindikasikan bahwa Angkatan Laut India telah mulai bergeser ke timur.

"AL-India telah memperoleh basis logistik di sisi timur Selat Malaka." "Kehadiran India meningkat di dekat Laut Tiongkok Selatan." Media India bersorak untuk India memperluas kehadirannya di Laut Tiongkok Selatan.

Kesepakatan yang diraihnya dengan Singapura terutama adalah penggunaan bersama basis militer mereka. Dari perspektif India, ini memberikan dukungan militer untuk strategi Act East-nya, karena beberapa tahun terakhir, India terus-menerus mengirim angkatan laut dan angkatan udara untuk beroperasi di Laut Tiongkok Selatan, termasuk dalam latihan militer. Ini sudah menjadi bentuk normal.

Bagi India ini menjadi yang pertama-tama kehadirannya disini, karena jika bisa hadir di kawasan ini, maka itu benar-benar akan memberikan dukungan besar untuk strategi Act East-nya.

Singapura dapat dikatakan sebagai salah satu mitra strategis India yang paling efektif dalam kebijakan "Act East", dan kerja sama pertahanan mereka telah menjadi sorotan lebih dalam beberapa tahun terakhir ini. Pada tahun 2007, kedua negara menandatangani "Perjanjian Bilateral Angkatan Udara" yang diperbaharui pada bulan Januari 2017. "Perjanjian Bilateral Angkatan Darat" yang ditandatangani pada tahun 2008 juga akan diperbaharui pada tahun 2018 jika semuanya berjalan dengan baik.

Pada tahun 2015, kedua negara menandatangani sebuah "Perjanjian Kerjasama Pertahanan." Pada bulan Juni 2016, mereka memulai dialog para Minteri Pertahanan untuk pertama kalinya, yang bahkan lebih menekankan peran khusus Singapura dalam kebijakan "Act East" India.

Pertimbangan India untuk berpijak di Singapura agar semakin banyak negara besar bertindak sebagai penyeimbang kekuatan di kawasan Laut Tiongkok Selatan, jadi walaupun kerjasama semacam ini antara India dan Singapura adalah kesepakatan untuk tempat berlabuh sementara, dan penggunaan fasilitas militer bersama, persiapannya adalah apa yang media India anggap ini berarti bahwa India dapat benar-benar memasuki Laut Tiongkok Selatan saat ini.

Sebuah laporan dari "Global Times" mengklaim bahwa India saat ini sudah memiliki komando dari tiga cabang di Kepulauan Andaman dengan pasukan defensif yang kuat yang menjaga jalan keluar dari Selat Malaka bagian barat. Kini setelah mencapai kesepakatan angkatan laut dengan Singapura, Angkatan Laut India secara berkala akan mengunjungi pangkalan angkatan laut Singapura, dan pengaruhnya akan meluas ke ujung timur Selat Malaka dan kemudian ke Laut Tiongkok Selatan dan kawasan Asia Pasifik.

Sumber: Ilustrasi dari www.vacationstage.com
Sumber: Ilustrasi dari www.vacationstage.com
Pada tahun 2017, India secara aktif terlibat dalam lingkaran inti dari kontes kekuatan utama di kawasan Asia Pasifik.

Intervensi AS di Laut Tiongkok Selatan dan Samudra Pasifik

Namun, pemain utama lainnya di Asia-Pasifik adalah AS. Meskipun teritorinya berada jauh dari Samudra Pasifik barat dan Laut Tiongkok Selatan, AS masih terus-menerus turun tangan atau intervensi di perairan ini.

Jika India ingin maju ke timur dan ke Samudra Pasifik, maka India tidak akan dapat menghindari berurusan dengan AS.

Bagaimana pandangan AS tentang kebijakan "Act East" India? Perhitungan macam apa yang dilakukan oleh AS dan India?

Pada 25 Januari 2015, Presiden AS Barack Obama ketika itu berkunjung ke India. Keesokan harinya, Obama dan Modi menyaksikan parade militer pada hari nasional India bersama. Kedua pemimpin terlihat berinteraksi sangat akrab di mata media, dan diyakini ini merupakan awal perbaikan untuk hubungan AS-India.

Sebelum kebijakan Modi, lebih dari sepuluh tahun yang lalu, India mengusulkan kebijakan "Look East/Lihat Timur", dan sebuah kebijakan Strategi seperti "Act East", tapi pada saat itu, India akan menggunakan kekuatannya sendiri, namun tidak berhasil, karena tidak memiliki kemampuan untuk memainkan peran penting dan berpengaruh di sini. Dan dalam lebih dari sepuluh tahun, terutama dalam dekade terakhir, mengapa peran India begitu dinilai berharga? Isu utamanya adalah karena AS di paruh kedua kepresidenan Obama, dia mengusulkan strategi untuk menyeimbangkan kembali kawasan Asia-Pasifik.

Pertukaran antara India dan AS cepat menghangat. Ketika Modi mengunjungi AS pada 2016, India dan AS menandatangani "Logistics Exchange memorandum of Agreement" (LEMOA), yang selanjutnya memperdalam kerjasama pertahanan antara kedua negara.

Memasuki tahun 2017, meski kepala di Gedung Putih berubah, hubungan India-AS semakin dekat. Pada 26 Juni 2017, PM Modi memulai kunjungannya ke AS, di mana dia melakukan pertemuan tatap muka pertamanya dengan Donald Trump. Kali ini, Modi menggunakan "pelukan beruang" untuk mengganti jabat tangan Trump, yang membuatnya menjadi headline.

Sumber: Hindustan Times
Sumber: Hindustan Times
Trump mengatakan: "Hubungan antara India dan AS tidak pernah lebih kuat, tidak pernah lebih baik seperti sekarang."

Selama kunjungan ini, India membeli 22 pesawat drone pengintai dari AS dengan total 2 milyar USD. Kedua belah pihak juga berharap bisa menyelesaikan negosiasi untuk memindahkan lini produksi jet F-16 AS ke India sesegera mungkin.

Narendra Modi mengatakan: Penguatan kemampuan pertahanan India dengan bantuan AS adalah sesuatu yang kami hargai. Kami memutuskan untuk meningkatkan kerjasama keamanan maritim antara kedua negara.

Pada tahun 2017, peran India dalam pertimbangan strategis AS meningkat banyak. AS dan India meningkatkan skala dan tingkat latihan militer gabungan mereka.

Dalam latihan militer bersama "Malabar" pada bulan Juli 2017, AS mengirim seluruh gugus kapal induk serang untuk berpartisipasi, termasuk kapal induk bertenaga nuklir ASS Nimitz.

Pada bulan September 2017, AS dan India mengadakan latihan militer bersama dengan kode nama "Yudh Abhyas" di Pangkalan Bersama AS Lewis-McChord.

Pada bulan Agustus 2017, Presiden AS Donald Trump dengan berani meluncurkan sebuah kebijakan baru untuk Asia Selatan yang jelas condong ke India dengan harapan membuat India menjadi asisten strategis AS di Afghanistan, dan menekankan kemitraan strategis antara AS dan India.

Pada 25 September 2017, Menteri Pertahanan AS James Mattis mengatakan tentang peran India: "India, dari sudut pandang kita, jelas merupakan pilar stabilitas dan keamanan regional. Kami berbagi visi bersama untuk visi yang damai dan sejahtera di wilayah Indo-Pasifik, yang didasarkan pada peraturan internasional yang kuat, dan penyelesaian sengketa dan integritas teritorial secara damai."

Dengan Trump menerapkan strategi Indo-Pasifik membuat posisi India telah meningkat begitu tiba-tiba. Peningkatan ini mulai dengan strategi untuk menyeimbangkan kembali selama pemerintahan Obama di Asia Pasifik, dan sekarang bahkan lebih tinggi lagi.

Alasan mengapa AS ingin membuat India berada di sisinya mudah dikonfigurasikan dan ditebak. Seperti situs "The National Interest" yang berbasis di AS menunjukkan: "Bagi AS, India adalah satu-satunya negara yang bobot dan skalanya dapat membendung pengaruh Tiongkok."

Sepanjang Indo-Pasifik, jika AS ingin memiliki apa yang disebut dengan kontes skala penuh dengan Tiongkok, intinya harus menarik India.

Namun, beberapa analis masih meragukan seberapa dekat AS, India dan Jepang bisa terjadi. Beberapa ilmuwan telah menganalisis hal ini, dan percaya bahwa meskipun mereka saling menggunakan satu sama lain, mereka memiliki tujuan yang tidak sama untuk melakukan kedekatan antara India, AS dan Jepang, tujuan diplomatik India berbeda dengan tujuan AS dan Jepang.

Bagi AS, tujuannya untuk menarik India di pihaknya adalah untuk memaksa India mengandalkan AS, dan menggunakan India sebagai agennya di Samudera Hindia. Bagi India, tujuan mendekati AS untuk mengejar menjadi kekuatan utama,  sementara juga tidak kehilangan identitas independennya.

Tiongkok adalah tetangga yang tidak bisa dilepas India. Meskipun AS telah menggunakan sikap India untuk berharap dapat diakui sebagai kekuatan utama, dan keinginannya untuk bersaing dalam pengaruhnya dengan Tiongkok, India tidak mungkin membiarkan dirinya benar-benar tenggelam dalam keterbukaan strategis yang tidak dapat lepas darinya.

Jika India hanya menggunakan kebijakan "Act East" untuk memasuki Samudera Pasifik, sebagai negara besar dengan jumlah penduduk lebih dari satu miliar, mengembangkan ekonomi dan militer, itu adalah fenomena normal yang tidak akan dikritik Tiongkok. Karena hal itu bermanfaat bagi Tiongkok dan India untuk bekerja sama, namun jika terjadi konflik maka akan merusak keduanya.

Maka jika ingin menjadi kekuatan utama yang terkemuka, maka India tidak mungkin mengikuti AS atau Jepang dan menjadi pion mereka. Cita-cita politik diplomatik India yang mandiri dan non-blok memiliki akar yang dalam.

Meskipun hal ini tampaknya telah menjadi longgar dalam beberapa tahun terakhir, tapi masih tidak mengalami perubahan mendasar. Mungkin ini seperti yang ditunjukkan "The Economic Times" India dalam sebuah laporan baru-baru ini: "Saat ini, saat pemerintahan Partai Bharatiya Janata (India People Party) yang berkuasa dan dipimpin oleh PM Modi berusaha untuk mengubah India menjadi salah satu negara utama dengan menukar dengan negara-negara utama di dunia, tindakan itu merupakan mempertahankan "keseimbangan rapuh".

Tapi jika India semakin dekat dengan AS dan Jepang sambil menarik diri lebih jauh dari Tiongkok dan Rusia, maka jalan "keseimbangan diplomasi" India hanya akan semakin sempit dan susah. Demikian menurut pandangan beberapa analis dunia luar.

Sumber: Media TV dan Tulisan Luar Negeri

https://thediplomat.com/2017/11/whats-next-for-india-philippines-defense-cooperation/

https://www.defencetalk.com/indian-army-equipments-weapons-weapons-2015-part-5-26737/

https://sputniknews.com/asia/201703031051224200-indian-army-artillery-weapons/

https://thediplomat.com/2017/11/whats-next-for-india-philippines-defense-cooperation/

https://thediplomat.com/2017/11/revisiting-asean-india-relations/

https://thediplomat.com/2017/09/china-and-india-the-roots-of-hostility/

http://www.atimes.com/india-switching-look-east-act-east-policy/

https://www.lowyinstitute.org/sites/default/files/indias-new-asia-pacific-strategy-modi-acts-east.pdf

https://thewire.in/167884/india-defence-preparedness-china-doklam-pakistan-loc/

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun