Mohon tunggu...
Sucahya Tjoa
Sucahya Tjoa Mohon Tunggu... Konsultan - Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Dilema Hubungan NATO-Uni Eropa dan Rusia

26 Juni 2017   19:24 Diperbarui: 26 Juni 2017   19:31 4264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilusrasi dari :World Flag Database+ Theodora.com+ Getty Images+ Forbes+ The Telegraph-enchandlearning.com

Ilusrasi dari :World Flag Database+ Theodora.com+ Getty Images+ Forbes+ The Telegraph+enchandlearning.com

NATO dan Uni Eropa. NATO adalah mekanisme pertahanan utama Eropa, Uni Eropa adalah organisasi untuk mengintegrasikan Eropa yang menggabungkan politik dan ekonomi.

Terakhir ini, kebijakan mereka terhadap Rusia, masing-masing bersikap radikal yang berbeda. Di Eropa Timur konflik militer antara NATO dan Rusia terus meningkat. Dan di Moskow dan Sochi, Wakil Presiden Komisi Eropa Frederica Mogherini dan kunjungan Kanselir Jerman Angela Merkel mengirim sinyal untuk mengurangi ketegangan.

Di satu sisi mengerahkan pasukan, dan satu sisi lainya berusaha meredakan situasi. Situasi yang tampaknya bertentangan ini tidak bisa tidak menimbulkan pertanyaan bagi dunia luar: Sikap seperti apa yang diambil Eropa terhadap Rusia? Dan terobosan macam apakah hubungan Rusia-Eropa yang dihadapi setelah mengalami kesuraman untuk waktu yang cukup lama?

AS Mengerahkan Jet Tempur F-35 Di Perbatasan Rusia

F-35 adalah salah satu pesawat tempur multirole generasi kelima AS, dan dilengkapi dengan peralatan avionik dan kemampuan stealth baru. Pesawat jenis ini terutama digunakan untuk memberi dukungan garis depan, pemboman target di darat, pertahanan udara dan intersepsi, dan tugas lainnya. Ini adalah satu-satunya pesawat jet tempur generasi kelima yang saat ini sedang beroperasi di dunia.

Pada 25 April lalu, dua jet tempur F-35A terbaru AS terbang ke Pangkalan Udara Amari dekat ibukota Estonia Tallinn. Selama beberapa minggu berada di sana, mereka melakukan misi latihan dengan AS dan sekutu NATO-nya. Ini merupakan yang pertama kali bagi jet tempur F-35 melakukan latihan di luar negeri.

Komandan AU-AS Evans, mengatakan: "Pesawat ini jelas merupakan representasi dari langkah perubahan dalam kemampuan."

Situs AS sebelumnya ada memberitakan,  jet tempur F-35 AS pernah menggunakan "open airspace" dan simulasi komputer untuk melakukan pelatihan tempur untuk sistem pertahanan udara generasi berikutnya dari Rusia.

NATO Melakukan Tekanan Militer terhadap Rusia

Pangkalan Udara Amari, Estonia hanya berjarak 225 km dari perbatasan Rusia, dengan mengerahkan F-35 disini tidak diragukan lagi ini merupakan sinyal bahwa NATO mendekati Rusia. Dengan mengerahkan jet tempur F-35 untuk memperkuat kehadiran militer NATO yang jelas telah "mengganggu di ambang pintu Rusia."

Memang akhir-akhir ini, NATO terus melakukan tekanan militer terhadap Rusia. Dari tanggal 5 sampai 15 Maret, tujuh negara NATO melakukan latihan militer gabungan "Poseidon 2017" di perairan Rumania, di Laut Hitam bagian barat. Pada akhir Maret, pasukan multilateral NATO mulai berkumpul di pangkalan militer Orzysz di perbatasan Polandia selama enam bulan berturut-turut.

Pada 17 April, latihan gabungan militer "Summer Shield" di 12 negara NATO dimulai di negara Baltik di Latvia. Program fitur latihan untuk pertahanan melawan senjata pemusnah massal dan rudal. Sebelum latihan militer di Latvia berakhir, pada tanggal 28, NATO memulai dengan latihan militer lainnya di Jerman. Dan untuk latihan militer, NATO secara khusus merekrut orang-orang yang bisa berbicara bahasa Rusia-dengan alasan yang jelas untuk menghadapi Rusia.

Reaksi Rusia Terhadap Tekanan NATO

Dengan meningkatnya tekanan militer NATO, Rusia juga tidak mau menampakan lemah. Pada 28 Maret, Presiden Rusia Vladimir Putin menandatangani sebuah perintah untuk meningkatkan jumlah tentara bersenjata Rusia dari 1,885 juta menjadi 1,903 juta di bulan Juli. Pada 31 Maret, kapal selam multiguna bertenaga nuklir Yasen kelas dua Rusia "Kazan" diluncurkan di Severodvinsk.

Selama latihan militer NATO, Angkatan Laut Rusia juga melakukan latihan militer di Laut Baltik dan Laut Hitam, terus-menerus membentuk "arena" dengan NATO. Untuk sementara waktu, NATO dan Rusia tampaknya seperti sedang beradu kepala dan berhadap-hadapan dalam keadaan saling berlawanan (oposisi).

Namun, walaupun oposisi mereka ini meningkat, Moskow tetap menyambut baik Wakil Presiden Komisi Eropa dan Perwakilan Tinggi Uni Eropa untuk Urusan Luar Negeri dan Kebijakan Keamanan, Ferderica Mogherini.

Dibandingkan dengan agresivitas NATO, Uni Eropa telah tampil jauh lebih moderat. Federica dalam sambutannya mengatakan: "Selama bertahun-tahun, Uni Eropa dan Rusia bekerja pada perspektif kemitraan strategis. Kami ingin kembali ke situasi seperti itu."

Pada 24 April, saat bertemu dengan Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov, Mogherini mengatakan bahwa Uni Eropa tidak berencana untuk memberi sanksi kepada Rusia "selamanya," dan bahwa Uni Eropa bersedia untuk terus mengembangkan kerjasama dengan Rusia.

Tiga tahun lalu, krisis Ukraina menyebabkan hubungan Rusia-Uni Eropa dengan cepat turun ke titik terendah sejak Perang Dingin. Rusia dan Uni Eropa telah membayar harga yang sangat besar untuk pertentangan dan ketegangan bersama mereka. Karena itu, pesan hangat Mogherini membuat banyak orang percaya bahwa perjalanannya ke Moskow bisa membuka pintu bagi dialog antara Rusia dan Uni Eropa, dan mempromosikan hubungan Rusia-Uni Eropa.

Seperti yang telah disebutkan diatas NATO adalah mekanisme pertahanan utama Eropa, dan Uni Eropa adalah satu organisasi untuk integrasi Eropa yang menggabungkan politik dan ekonomi. Kedua badan ini bersikap yang sangat berbeda terhadap Rusia, yang tidak saling membantu tapi membuat beberapa keanehan, hanya siapa yang lebih mewakili hubungan antara Eropa dan Rusia?

Jika kita membedakan kedua badan ini secara paralel. Ketika menyangkut hubungan Uni Eropa-Russia, maka dipimpin oleh "Eropa lama" dan dipimpin untuk kepentingan ekonomi, negara-negara "Eropa lama" ini seperti Jerman, Prancis dan Italia, mereka ini sangat dekat dengan Rusia. Jadi sangat saling tergantung satu sama lain secara ekonomi. Jadi mereka ini benar-benar ingin menemukan cara untuk mengontrol krisis Krimea di Ukraina, dan menginginkan hubungan Rusia-Uni Eropa kembali pada jalur yang benar tidak memanas.

Namun, pada saat sekarang dimana hubungan NATO-Rusia yang sekali lagi saling mengasah dan mengayunkan pedang, bisakah pesan hangat yang dikirim oleh Uni Eropa mendorong hubungan Rusia-Uni Eropa kembali ke posisi yang lebih hangat?

Pertentangan militer dan politik yang tegang antara NATO dan Rusia bagaimanapun akan mempengaruhi hubungan hubungan antara anggota Uni Eropa dan Rusia. Jika NATO dan Rusia tetap berada di tenggorokan masing-masing di kawasan ini, kemungkinan Uni Eropa dan Rusia untuk semakin dekat dan memperbaiki hubungan mereka akan sangat kecil.

Krisis Ukraina yang terjadi tiga tahun lalu menyebabkan hubungan Rusia-Uni Eropa turun ke titik terendah sejak Perang Dingin.

Sekarang pada tahun 2017, Donald Trump yang unik adalah Presiden AS; Eropa telah memasuki tahun pemilihan, dan kekuatan sayap kanan Eropa yang ingin mempertahankan hubungan dengan Putin meningkat, dan mungkin merestrukturisasi peta politik Eropa.

Namun ada banyak tanda tampaknya mendorong masyarakat untuk dengan penuh semangat mengharapkan sesuatu: Saatnya untuk melakukan terobosan dalam hubungan Rusia-Uni Eropa tampaknya telah tiba.

Tapi dengan adanya perbedaan saat ini, dari sikap NATO dan Uni Eropa terhadap Rusia membuat banyak pihak  mengakui bahwa masih terlalu dini untuk mengharapkan hal itu terjadi.  Jadi, apa kiranya hambatan yang menghalangi kedua belah pihak untuk melakukan penghangatan lagi?

Pada 2 Mei lalu, Kanselir Jerman Angela Merkel mengunjungi Rusia. Jerman adalah yang paling dekat dengan Rusia dari semua negara Uni Eropa. Pada tahun 2014,  saat krisis Ukraina menjadi titik fokus global, dan Kanselir Jerman Merkel memainkan peran penting dalam komunikasi antara Rusia dan Barat untuk suatu waktu, di mata orang-orang Rusia, "Jerman pernah menjadi pelumas untuk hubungan Rusia dengan Uni Eropa . "

Kali ini, setelah dua tahun, Merkel kembali ke Rusia. Sebagai pemimpin Uni Eropa, apakah Jerman akan terus menjadi "pelumas" hal itu tampaknya tidak diragukan lagi merupakan titik fokus opini publik.

Sebagian pengamat memperkirakan perjalanan Kanselir Merkel bukan perjalanan untuk memecahkan es---perjalanan ini hanya untuk menghilangkan suasana tegang di antara kedua belah pihak.

Karena pada bulan Pebruari tahun ini, sebagai bagian dari rencana NATO untuk meningkatkan pasukan di garis depan melawan Rusia, 450 tentara Jerman dikirim ke Lithuania. Ini adalah pertama kalinya Rusia "melihat" militer Jerman dikirim ke depan pintunya sejak Perang Dunia II. Jadi Rusia menjadi sangat kesal untuk hal ini.

Menanggapi situasi ini, Kementerian Pertahanan Rusia membangun gedung Reichstag tiruan (gedung parlemen Jerman) di pinggiran kota dekat Moskow dan melatih pemuda Rusia untuk bagaimana cara menyerang gedung Reichstag. Tindakan simbolis ini menimbulkan kontroversi di kalangan masyarakat.

Menurut analisis media Jerman percaya bahwa Rusia membangun gedung Reichstag tiruan dan melakukan pelatihan untuk menyerangnya membuat orang percaya bahwa Rusia memandang Jerman sebagai "musuh hipotetis", yang mengindikasikan bahwa hubungan dua negara tersebut mengkhawatirkan.

Analis dan pengamat melihat eposode ini mencerminkan ketegangan antara kedua negara ini. Putin awalnya percaya kepada Uni Eropa, jika ada negara yang memiliki kesadaran independen, dan dapat menindaklanjuti tindakannya, negara tersebut benar-benar Jerman. Tapi sekarang, Putin melihat bahwa Jerman telah memihak sepenuhnya dengan AS, dan militer Jerman mungkin semakin berkonsentrasi untuk memainkan peran yang semakin besar dalam konflik masa depan di Eropa Timur, jadi dalam tiga bulan terakhir, hubungan Rusia-Jerman telah goyah. Bergoyang dari hubungan stabil mereka yang didirikan berdasarkan persahabatan tradisional, ikatan ekonomi, dan ikatan historis.

Ketegangan antara dua mantan "sahabat" merupakan bayang-bayang hubungan Rusia-Uni Eropa saat ini.

Jens Stoltenberg sekjen NATO mengatakan: "Hari ini kita akan mengambil langkah berikutnya. Kami akan setuju untuk meningkatkan kehadiran kami di sini di Polandia dan juga di Estonia, Latvia, dan Lituania."

Di satu sisi melakukan pengembangan kekuatan lapis baja, dan di sisi lain melakukan latihan militer NATO yang terus-menerus di negara-negara di sekitar Rusia seperti Lithuania dan Polandia. Skala dan frekuensi telah meningkat pesat dibandingkan dari tahun lalu, dan ini jelas bermaksud untuk menunjukkan resolusi NATO untuk berlawanan dengan Rusia.

Dalam mennaggapi hal ini, Rusia meningkatkan penempatan militernya di Kaliningrad, di sepanjang perbatasan Rusia-Ukraina, dan di Krimea, mengadakan latihan militer untuk setiap ada latihan NATO, dan menentang provokasi militer NATO.

Sebagai kontes dan pertentangan antara kedua belah pihak terus bertambah tegang, sebuah "garis pertahanan" yang memisahkan utara dan selatan yang dipertahankan secara ketat muncul, terbentuk, dan dipadatkan di Eropa Timur. Banyak pihak yang khawatir bahwa Eropa akan memasuki Perang Dingin yang baru.

Baik Jerman mupun Amerika Serikat telah mengerahkan senjata berat di kawasan tersebut, dan mengerahkan "pasukan elit"  sebanya empat batalyon mereka. Setiap batalion memiliki 1.000 tentara yang ditingkatkan. Selain itu, AS dan NATO telah mengerahkan alat berat yang cukup untuk memobilisasi tiga batalyon. Padahal tidak ada peduduk di sana, tapi telah mengerahkan tiga batalyon alat berat di kawasan tersebut, jadi jika terjadi sesuatu, mereka bisa hanya mengedrop pasukan payung kesana, dan membuka gudang senjata langsung bisa melakukan konfrontasi dengan Rusia.

Kedua belah pihak telah membentuk situasi eskalasi progresif di kawasan ini. Di Ukraina dan Laut Baltik, Rusia telah mengerahkan pasukan militer 300.000, dan semua alat beratnya berkumpul di kawasan tersebut.

Kedua belah pihak telah kembali ke situasi konfrontatif ini, atau "situasi Perang Dingin". Tapi tentu saja Perang Dingin adalah hal global. Ini termasuk konsep politik di bidang ideologi, namun di kawasan ini, jika kita melihatnya di tingkat mikro, kita dapat melihat bahwa kawasan ini telah terbentuk Perang Dingin.

Opini publik bahkan percaya pada saat dimana NATO dan Rusia jelas-jelas mengerahkan militer, maka hubungan mereka benar-benar sudah mengucapkan selamat tinggal, dan berada dalam keadaan pertempuran yang sulit terhindari tanpa pertumpahan darah.

Kondisi kerja-sama telah menjadi permusuhan, dan itu semua karena krisis Ukraina tiga tahun lalu.

Pada 21 Nopember 2013, mantan Presiden Ukraina Viktor Yanukovych tiba-tiba menolak untuk menandatangani Perjanjian Bergabung dengan Uni Eropa yang telah melakukan negosiasi sejak 2007, dan malah berpihak pada Rusia.

Tindakan ini menyebabkan protes di seluruh Ukraina, dan turbulensi mulai terjadi di negara ini. Pada bulan Pebruari 2014, dengan intervensi dari AS dan kekuatan eksternal lainnya, pemerintah Ukraina digulingkan, namun situasinya tetap tidak tenang.

Pada saat itu, Putin dengan cepat mengirim pasukan ke Krimea dan menganeksasinya, melepaskan Krimea dari Ukraina dan mencaploknya ke dalam Rusia. Kemudian AS dan Uni Eropa bergabung bersama untuk menerapkan beberapa kali sanksi terhadap Rusia. AS dan Uni Eropa mengeluarkan Rusia dari G8 dan benar-benar mengisolasi Rusia. Namun Rusia tidak mau tampil lemah, juga membalas dengan meng-sanksi ekonomi Eropa.

Tiga tahun telah berlalu, "simpul" krisis Ukraina tetap tak mencair antara Rusia dan Uni Eropa.

Masalah Uni Eropa cukup menjadi rumit sekarang. Bagi Uni Eropa, tidak dapat melupakan dan tidak dapat sepenuhnya berkompromi dengan masalah Krimea, karena bagaimana mungkin organisasi abad ke-21 seperti Uni Eropa mengizinkan logika politik abad ke-19 untuk tetap bekerja? Dan membiarkan hal ini terjadi, jika dibiarkan terjadi maka keseluruhan moral seluruh Uni Eropa akan benar-benar hilang. Jika hal itu diakui, maka akan mengarah ke sepuluh negara Eropa Timur lainnya. Jadi sebenarnya Uni Eropa dalam situasi yang sulit.

Dengan "simpul" masalah Ukraina belum terselesaikan, selama tiga tahun ini, Uni Eropa telah menyadari bahwa dikarenakan hubungannya dengan Rusia memburuk, Uni Eropa telah membayar harga yang lebih tinggi daripada AS.

Menurut penelitian dari Austrian Institute of Economic Research menunjukkan bahwa sanksi terhadap Rusia dan konter sanksi dari Rusia terhadap Uni Eropa, telah menyebabkan kerugian ekonomi bagi Uni Eropa dengan kehilhangan 17,6 milyar euro dan kehilangan 400.000 pekerjaan pada tahun 2015. Hal ini menyebabkan kerusakan baru pada ekonomi Uni Eropa yang telah mengalami stagnasi. Tapi bagi AS justru perdangangannya dengan Rusia meningkat dalam jumlah besar.

AS mempertimbangkan isu-isu ini berdasarkan kepentingannya. Jadi ketika AS mendapati Uni Eropa menjatuhkan sanksi kepada Rusia, hal itu terutama karena di satu sisi, AS tidak dapat benar-benar memberikan sanksi apapun. Karena total perdagangan AS dan Rusia kurang dari 30 miliar USD per tahun, tapi lebih dari 20 miliar USD per tahun. Itu harus mengkondidikan Uni Eropa dan Jepang untuk ikut memberi sanksi kepada Rusia.

Jadi dalam hal sanksi dan balas sanksi antara Uni Eropa dan Rusia, yang menjadi korban utama adalah Uni Eropa. Hal dlam hal ini negara-negara Uni Eropa yang menjatuhkan sanksi keras terhadap Rusia, sedang AS hanya menumpang saja. Meski AS menjatuhkan sanksi terhadap Rusia tahun lalu dan tahun sebelumnya, tapi total perdagangan AS dengan Rusia justru menaik. Jadi membuat perusahaan Uni Eropa kesal melihat hal ini. Saat Uni Eropa memberlakukan sanksi keras terhadap Rusia, namun perusahaan-perusahaan AS telah menaikan perdagangannya dan menggunakan kesempatan untuk mengambil alih pasar di Rusia yang mereka tinggalkan.

Selain itu, banyak negara Eropa saat ini menghadapi pemilihan dan membutuhkan lingkungan keamanan yang stabil. Secara geopolitik Uni Eropa yang bertetangga dengan Rusia, jika sekarang ini  terjadi peningkatan kebuntuan antara NATO dan Rusia, yang pertama terkena dampak adalah negara-negara Uni Eropa.

Dalam isu Ukraina, Uni Eropa lebih merasa sakit daripada AS karena Ukraina berada di sebelah timur Eropa, dan karena ada tujuh anggota Uni Eropa yang berada di sekitar Ukraina dan sekitar Rusia, maka ini telah menjadi area garis depan untuk konfrontasi namun AS sangat jauh sekali. Setiap perselisihan yang terjadi di kawasan tersebut tidak akan mempengaruhi keamanan AS, namun akan mempengaruhi keamanan anggota Uni Eropa.

.

Eropa membutuhkan lingkungan sekitarnya yang stabil. Isu terbesar adalah hubungannya dengan Rusia. Eropa telah ada isu salah satu anggotanya yang meninggalkannya (Brexit), dan juga sebagai isu pemilihan, dan kebanyakan dari mereka adalah pemilihan dari negara-negara utama (Pemilu Prancis yang baru usai). Jadi perasaan di Uni Eropa adalah salah satu yang menggemparkan.

Agar Uni Eropa bisa membentuk citra unifikasi dan menjadi kuat, perlu dilakukan semacam kohesi agar bisa berkomunikasi dengan Rusia. Jadi, pada tingkat ini, Uni Eropa memiliki kebutuhan ini untuk dirinya sendiri.

Kini menghadapi sikap "panas dingin" dari NATO dan Uni Eropa terhadap Rusia, beberapa analis percaya bahwa zona penyangga antara politik dan ekonomi lebih besar daripada militer dan keamanan untuk tumbuh lebih kencang, namun itu bukan sesuatu yang bisa tumbuh dalam semalam dengan sikap positif.

Lain lagi dengan Rusia, strategi terhadap Uni Eropa dan AS telah konstan dalam waktu yang lama, hal itu tidak akan berubah hanya karena satu atau dua pertemuan. Ketika untuk krisis Ukraina, isu Ukraina tidak mungkin bisa diselesaikan secara mendasar tanpa masalah Rusia dan Uni Eropa terpecahkan.

Dari sini, kita dapat melihat bahwa sebelum konflik geopolitik struktural antara NATO dan Rusia pada dasarnya diselesaikan, memulihkan kontak antara negara-negara Uni Eropa dan Rusia saja tidak mungkin cukup untuk benar-benar bisa meningkatkan kehangatan hubungan Rusia-Uni Eropa saat ini.

Berdasarkan kepemimpinan AS atas NATO, hubungan Rusia-AS mugkin merupakan faktor penentu yang mempengararuhi hubungan Rusia-Uni Eropa di masa depan. Jadi dengan Presiden Trump yang baru mejabat, efek apa yang akan disesuaikan kembali AS dalam kebijakan Rusia mengenai Rusia-Uni Eropa yang rumit ini?

Pad 11 April, Presiden Trump menantangani dokumen yang mengkonfirmasi Montegero bergabung dengan NATO, dan  bulan Mei Montegro resmi menjadi angota NATO yang ke-29. Ini telah menjadi ekspansi pertama keanggotaan NATO setelah Aljazair dan Kroasia yang bergabung pada 2009 delapan tahun lalu.

Montegero pernah menjadi sekutu Rusia.  Terletak di bagian barat daya Balkan di Eropa Tenggara, dan memiliki luas 13.800 km persegi, dan berpenduduk sekitar 620.000. Untuk sebuah negara kecil untuk bergabung dengan NATO menimbulkan kekhawatiran dari "The Hill" terbitan yang berbasis di AS. "Tindakan oleh AS dan NATO ini mungkin akan memperburuk ketegangan dengan Rusia, karena Rusia selalu menentang ekspansi NATO ke arah timur." Ketika mengungkapkan yang keprihatinan ini, surat kabar ini telah mengungkapkan kekurang pemahaman Presiden Trump yang mendukung perluasan ke timur NATO. Dan Trump berbicara tentang NATO dengan cara yng tidak sopan.

Trump mengatakan: ...saya berada di CNN dan mereka bertanya kepada saya pertanyaan besar, dan mereka bertanya, "Nah, apa pendapat Anda tentang NATO," dan saya mengatakan itu sudah usang dan harganya terlalu mahal. Banyak negara-negara yang tidak membayar bagiannya yang adil. Mereka harus membayar, termasuk untuk kekurangan masa lalu, atau mereka harus keluar. Dan jika hal itu menghancurkan NATO, biarlah hal itu menghancurkan NATO."

Komentar Trump bukan hanya tentang NATO bahkan untuk seluruh Eropa komentarnya bisa dianggap "kasar dan tak kenal ampun." Dia mengatakan bahwa Kanselir Jerman Angela membuat "kesalahan dan bencana" dan mengatakan Uni Eropa telah menjadi "alat Jerman." Dia juga mengatakan Brexit itu hebat" dan negara-negara lain akan megikuti jejak Inggris.

Ketika untuk masalah perundingan TTIP/Transaltalntic Trade and Investment Partnership, Trump bahkan lebih langsung dalam menyerukan penghentiannya. Namun ketika untuk masalah Rusia, Trump tampaknya hatinya berubah secara tiba-tiba.

Trump mengatakan: Saya pikir saya akan memiliki hubungan yang sangat baik dengan Putin. Dan saya pikir saya akan memiliki hubungan yang sangat baik dengan Rusia.

Sebenarnya, menurut kampanye kepresidenan sebelumnya, Trump tidak berusaha menyembunyikan pendapatnya yang menguntungkan tentang tokoh politik yang kuat, Vladimir Putin. Tidak hanya dia melimpahi Putin dengan berbagai pujian, dia bahkan melakukan ini dengan resiko untuk menyinggung kaum establsihment di AS sendiri. Sikap seperti itu yang menjauhkan dia dari Uni Eropa, namun kedekatannya dengan Rusia menyebabkan kekhawatiran dan teguran dari Eropa.

Ketika Trump coba membawa dengan cepat memperbaiki hubungan dengan Rusia saat pertama kali menjabat, Uni Eropa benar-benar gugup. Rasanya gugup akan ada terjadi seperti Konferensi Yalta kedua. Konperensi Yalta kedua ini akan seperti isu internasional dan perbatasan Eropa yang diputuskan oleh kekuatan utama sebelum PD II berakhir di Yalta, jadi orang Eropa sangat khawatir setelah Trump berkuasa, AS akan berkeliling ke sekutunya di Eropa untuk mencapai semacam kompromi dengan Rusia, terutama di wilayah garis timur, garis sepanjang Laut Baltik, Polandia, Hongaria, dan Rumania bahwa hal itu akan mengorbankan kepentingan negara-negara Eropa.

Eropa juga khawatir bahwa Rusia dan AS akan meninggalkan negara-negara Eropa dalam serangkaian isu seperti Suriah dan Timur Tengah dan menyelesaikan urusan internasional melalui sebuah bentuk bilateral. Itulah "Konferensi Yalta kedua" yang dikhawatirkan Uni Eropa.

Opini Publik di Eropa telah menunjukkan bahwa jika AS menyesuaikan kebijakan Rusia seperti ini, Eropa pasti akan perlu memainkan peran geopolitik yang lebih independen. Merkel mengatakan: "Kita orang Eropa perlu mengendalikan nasib kita sendiri."

Setelah Trump menjabat, hubungan AS-Uni Eropa benar-benar memiliki beberapa keretakan baru. Karena pada umumnya dia tidak senang dengan Eropa, jadi pendiriannya sudah terdapat pertentangan di sana, dan sekarang sudah semakin besar. Pendapatnya tentang masalah keamanan, masalah ekonomi, dan urusan internasional antar negara lainnya terlihat berbeda. Dalam situasi seperti ini, tentu saja Eropa harus memikirkan sesuatu.

Mungkin mereka berpikir untuk menampilkan independensi kebijakan Rusia mereka lebih jauh lagi. Negara-negara Uni Eropa masih sangat khawatir dengan AS yang menyesuaikan strategi Eropa-nya. Dari perubahan hubungan AS-Uni Eropa, kita dapat melihat bahwa Eropa perlu memperbaiki hubungannya dengan negara-negara utama. Selain menyesuaikan hubungannya dengan Tiongkok dan meningkatkan kemitraan dengan Tiongkok, hanya hubungan yang bisa diperbaiki adalah hubungan dengan Rusia. Juga, kita harus mengatakan bahwa inisiatif dalam memperbaiki hubungan Rusia-Uni Eropa lebih banyak berada di tangan Eropa. Dari perspektif ini, Eropa rela mencapai pemahamannya.

Eropa Masih Ada Ketergantungan Dengan AS

Meskipun Eropa ingin menjadi lebih mandiri, kemampuan keamanannya sendiri terbatas, dan karena  mereka mengandalkan AS untuk mendapatkan jaminan keamanannya, maka hal itu harus mendengarkan pimpinan AS. Dan ini bahkan lebih jika menyangkut hubungannya dengan Rusia.

Ketika menyangkut bagaimana Eropa memandang Rusia, pertama-tama, mereka harus melihat AS. Sulit menekankan suatu menyeimbangan berdasarkan kepentingannya sendiri. Dalam isu lain, mungkin dapat mendasarkan kebijakannya pada kepentingannya sendiri, namun jika menyangkut Rusia, harus mempertimbangkan sikap AS.

Yang ssangat mengejutkan dunia luar, setelah presiden Trump resmi menjabat, "periode bulan madu" yang dibayangkan antara AS dan Rusia tidak pernah terjadi. Justru apa yang terjadi adalah peluncuran 59 Tomahawk AS terhadap Suriah pada 6 April. Hal ini tidak saja tidak menghangatkan hubungan AS-Rusia, bahkan lebih mendinginkan hubungan kedua negara tersebut.

Trump megatakan: Sekarang kita sama sekali tidak bergaul dengan Rusia. Kita mungkin berada dalam posisi terrendah sepanjang masa dalam hubungannya dengan Rusia. Yang telah dibangun untuk jangka waktu yang panjang.

Putin mengatakan: Anda bisa mengatakan bahwa saling percaya pada tingkat kerja antara Rusia dan AS belum membaik, dan bahkan telah benar-benar memburuk, terutama secara militer.

Presiden Trump sebenarnya ingin memperbaiki hubungan dengan Putin, namun sentimen anti-Rusia di AS terlalu banyak. Ketika sampai pada kebijakan Eropa, terutama kebijakan Rusia-nya, militer AS nampaknya memainkan peran utama.

Saat ini, ada situasi unik di kabinet diplomatik Trump yang masih belum lengkap. Hanya ada Sekretaris Negara, dan semua wakil sekretaris negara. Jadi sekarang ada situasi yang unik, tim pembuat keputusan sepertinya hanya pendapat militer ada di atas angin. Hal ini disebabkan oleh kondisi historis yang unik ini.

Bukan hanya kebijakan pemerintah baru pemerintah AS dan sikapnya terhadap Eropa juga telah membentuk sebuah wajah. Pada 24 April, Menteri Perdagangan AS Wilbur Ross bertemu dengan Komisaris Eropa untuk Perdagangan Anna Malmstrom untuk secara resmi membahas bagaimana mendorong perundingan TTIP ke depan.

Negosiasi TTIP telah dimulai ulang lagi. Dan ketika menyangkut NATO: Trump mengatakan: "Saya mengeluh tentang hal itu sejak lama dan mereka membuat perubahan. Dan sekarang mereka memerangi terorisme. Kukatakan itu sudah usang. Tapi kini sudah tidak usang lagi."

Media telah menyesalkan bahwa pemerintahan baru AS tampaknya kembali ke jalur strategis tradisional menjadi pro-Uni Eropa dan anti-Rusia.  Selama "putaran U yang menakjubkan" ini, seperti yang dijelaskan oleh CNN, penyesuaian macam apa yang akan dilakukan terhadap hubungan Rusia-Uni Eropa?

Meskipun Trump telah dibatasi oleh banyak hal di AS, keinginan pribadi Trump untuk memperbaiki hubungan AS-Rusia, dan khususnya hubungannya dengan Putin, sangat kuat. Jadi ini telah menyebabkan Eropa juga memikirkan masalah ini. Kebijakan Rusia AS lebih banyak dipandu oleh militer, setidaknya untuk saat ini, dan militer selalu memiliki banyak rasa permusuhan dengan Rusia.

Mungkin dalam enam bulan lagi ketika tim kebijakan luar negeri Trump sudah mantap, dia mungkin akan mencoba menyeimbangkannya lagi. Ini karena penyesuaian AS terhadap kebijakan ini, dengan beberapa didorong ke depan dan sebagian lagi menyatakan bahwa setiap orang memiliki tebakan dan ketidakpastian mereka sendiri mengenai bagaimana kebijakan Uni Eropa dan kebijakan Rusia akan berkembang.

Ketidakpastian inilah yang membuat kawasan ini sangat sulit bagi hubungan antara Rusia-Uni Eropa menjadi pasti. Dengan latar belakang seperti ini, Rusia dan Eropa telah mulai mencari jalan bagi mereka untuk tumbuh lebih dekat satu sama lain. Tapi saat ini, kita hanya bisa mengatakan bahwa mereka mencari ini, mereka menyelidik untuk melihat apakah mereka dapat tumbuh lebih dekat, dan jika mereka dapat menemukan titik temu antara kepentingan mereka. Apakah ini sebuah pertunjukan untuk orang Amerika? Atau apakah mereka benar-benar menemukan kepentingan bersama mereka? masih terlalu dini untuk mengatakannya sekarang juga.

Baca juga tulisan terdahulu: Mengapa Hubungan AS-Rusia Susah Menghangat

Sumber: Media TV dan Tulisan Luar Negeri.

Is Russia Starting to Realize That 'Dialogue' With Washington Is a Massive Waste of Time?

Russia retaliates for NATO drills, U.S. sanctions

SHARE & EMBED Would Russia Attack & Invade the Baltics? Could US F-35s and Special Ops Forces Stop a Russian Invasion?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun