Mohon tunggu...
Maik Zambeck
Maik Zambeck Mohon Tunggu... corat coret

semoga menjadi orang yang sadar sesadar-sadarnya

Selanjutnya

Tutup

Roman

Salju di Pantai Padang

23 September 2025   20:39 Diperbarui: 23 September 2025   20:39 8
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Roman. Sumber ilustrasi: pixabay.com/qrzt

Bab II
Bergabung dengan Harlely School


Sudah hampir setengah dari jumlah kawan-kawan satu angkatan Amir yang sudah di wisuda. Amir baru menemukan ide penelitiannya, sejak bertemu dengan Pak Hari di Mesjid Nurul Ilmi pada hari Sabtu saat Bapak itu mengasuh anaknya yang berumur 4 tahun di sana. Pak Hari baru kembali dari pendidikan S.2 nya di Surabaya, bercerita banyak tentang judul penelitian yang bisa dikerjakan bersama. Dari penggunaan laser, image sensing dengan komputer, pemograman, elektronika dan sebagainya. Amir bingung, sebenarnya apa spesialisasi dan keahlian Bapak ini. Namun karena sudah saling kenal sejak lama, sejak ngekos di Anduring dimana Amir dan Pak Hari pernah ngekos ditempat yang sama, kemudian Pak Hari berkeluarga lalu pindah rumah barunya di Tanah Sirah. Dari pertemuan di Mesjid Nurul Ilmi waktu itu akhirnya Amir memutuskan untuk menjadi anak bimbingan dan akan melakukan penelitian dengan Pak Hari. Amir senang bukan kepalang, dalam pikirannya.." Oh.. begini ya rasanya punya dosen pembimbing penelitian." Pikir Amir, mirip-mirip seperti mempunyai pacar baru. Sekilas terbayang langkah yang akan di ambil untuk mencapai gelar sarjana. Pak Hari pun sepertinya begitu, saking senangnya dia mengundang Amir untuk makan Tongseng di kisaran lapangan Imam Bonjol dekat Balai Kota Padang. Amir tak menyangka akan diperlakukannya seperti itu, seperti orang berharga, tambah lagi dia belum pernah mencicipi Tongseng, tentu kesempatan itu tidak akan disia-siakan.
"Jadi nanti kita akan menggunakan laser untuk mengukur benda yang bergetar, cukup dengan menembakkan laser saja, kita sudah tahu berapa frekuensi benda yang bergetar itu." Pak Hari memulai pembicaraanya pada Amir.
Amir yang belum mengerti apa-apa tentang apa yang akan dikerjakannya, terkesima dengan penjelasan Pak Hari. Sangat sederhana, sepertinya begitu simple. Hanya dengan menembakkan laser kita sudah bisa mengetahui berapa
frekuensi benda yang bergetar.
"Di sini kita akan mengguakan interferometer Michalson.." Sambung Pak Hari.
Amir pernah mendengar interferometer itu, tapi dia tidak tahu kalau interferometer juga bisa digunakan untuk melakukan penelitian lain. Amir mencoba besikap wajar, agar tidak benar-benar kelihatan seperti orang gaptek (gagap teknologi). Sambil menyeruput kuah Tongsengnya dia mulai mengajukan pertanyaan.
" Lalu sinar laser itu, ditembakan ke benda. Benda apa yang di pakai Pak? Bagaimana kita mengetahui frekuensinya Pak ? Apa akan menggunakan alat bantu lain?."
Pak Hari terdiam, dia tidak menyangka akan mendapat pertanyaan seperti itu, dari raut mukanya terlihat dia menyembunyikan sesuatu, wajahnya jadi kaku.
"Nanti di sisi salah satu cermin interferometer itu ditempelkan speaker piezo? Jadi dibuka dulu cerminnya ditempelkan piezo di situ lalu di pasang kembali cermin pada speaker piezonya. Kalau di Surabaya banyak macam piezonya dan murah didapatkan." Jawab Pak Hari agak Panjang.
"Lalu bagaimana mengukur lasernya Pak, apa kita pakai osiloskop? Amir melanjutkan pertanyaannya.
Muka Pak Hari makin kaku, lama ia terdiam lalu berkata.
"Ya.. nanti kita bisa melihatnya di komputer." Jawabnya singkat.
Sekarang Amir yang mulai bingung, bagaimana bisa terbaca di komputer?, Apa Bapak ini mengharapkan dia membuat satu program pembaca frekuensi di komputer, yang itu berarti penelitianya bertambah batasannya, sedangkan itu saja sudah satu penelitian tersendiri menggabungkan sensor dan komputasi. Amir terdiam, dia tak ingin melanjutkan tema ini untuk beberapa waktu takut merusak hubungan baik yang baru saja terjalin antara dia dengan Pak Hari. Di sisi lain dia menyadari ada sesuatu miss link dengan apa yang di jelaskan Pak Hari
padanya, apa itu karena penelitian ini baru ditemukan orang jadi sulit diterangkan atau ada alasan lain. Perlahan-lahan Amir menyeruput kuah Tongseng nya yang hampir dingin, di buang pandangannya ke lapangan Imam Bonjol yang mulai diramaikan anak-anak sekolah yang bermain bola.
Minggu berikutnya Amir di temani Pak Hari ke Laboratorium Fisika Dasar untuk meminjam Interferometer Michalson yang lebih sering tersimpan daripada dipakai paratikum oleh mahasiswa kepada Pak Mul. Dengan senang hati Pak Mul meminjamkannya dengan menyerahkan sebentuk case dari plastik hitam. Pak Mul bilang interferometer ini sering tersimpan dan tidak terpakai karena rusak. Tidak tau mengapa pola fringinya tidak berbentuk bulat. Amir terdiam, pikirnya asal dia dapat melakukan penelitian, asal tidak mengeluarkan biaya yang banyak seperti penelitian fisika nuklir ke BATAN atau Fisika Material dengan mengambil data kalau tidak dibilang membeli data ke PT. SEMEN PADANG.
Selanjutnya Amir dan Pak Hari pergi ke Laboratorium Instrumen ditemani Bu Dewi kepala laboraratorium disana. Ruangannya semua berdebu, tidak terawat, terlihat bahwa disini sangat jarang di datangi orang. Kumparan kabel lebih kurang satu meter panjangnya tergeletak di salah satu meja. Seperti ada orang yang pernah melakukan penelitian disini dan meninggalkan begitu saja perkakasnya. Sedang benda yang dicari Laser He Ne 720 nm tergeletak di sudut lain ruangan diselimuti debu. Amir bertanya apakah benda ini masih bekerja atau tidak? Bu Dewi menjawab , "Tidak tahu... coba saja sendiri.!" Amir bingung, kenapa orang yang diberi tugas mengepalai suatu laboratorium, tidak mengetahui apa benda yang ada di dalamnya dan bagaimana kondisinya. Amir mencoba mencolokkan kabel yang terjulur dari kotak berdebu itu hingga keluarlah sinar berwarna merah.
"Ah... masih bekerja." tanggap Pak Hari di selingi tawanya yang bergelombang gelombang keluar meledak ledak dari pangkal kerongkongannya
sebagaimana ciri khasnya menunjukkan bahwa dia senang.
Semua peralatan yang diperlukan Amir, dikumpulkannya ke ruangan di bawah Laboratorium Instrumen, tepatnya di Laboratorium Elektronika. Di sana Pak Hari meminta kepada Pak Wildi kepala laboratorium Elektronika untuk meengizinkan Amir melakukan penelitian di suatu ruangan tertentu yang tertutup rapat karena dia membutuhkan ruangan yang gelap. Dengan senang hati Pak Wildi memberikan ruangan khusus didepan ruangannya sendiri, tidak terpakai yang hanya berisikan satu komputer bekas dan banyak perkakas tidak terpakai lainnya bekas praktikum, satu buah lemari berkaca penuh buku-buku tebal dan satu buah meja besar penuh dengan barang-barang berserakan dan berdebu di atasnya.
" Ini.. komputernya bisa kamu pakai.. " kata Pak Hari menunjukkan komputer bekas dengan monitor tabungnya yang besar dan CPU dengan prosesor rendah. Amir yakin komputer ini kalau dihidupkan pasti mengeluarkan suara yang bising sebagaimana komputer di luar, yang biasa dipakai mahasiswa praktikum di labor Elektronika tersebut. Ya.. boleh lah.. pikir Amir. Hitung-hitung dia menapak setapak lagi untuk menjadi sarjana. Apa yang harus dilakukannya sekarang? membersihkan ruangan itu, dibuat sedemikian agar menjadi nyaman baginya. Amir meletakkan Laser di ujung meja yang satu dan Interferometer di ujung meja yang lainnya. Menutup setiap celah dimana kemungkinan cahaya dari luar bisa masuk dengan kertas hitam. Memasang Piezo dan sensornya yang berupa dioda pemberian pak Hari ditempatnya. Selanjutnya apalagi yang akan harus dilakukan? Baik, mungkin pola fringi dari laser ke interferometer. Amir mencobanya dan benar saja fringi yang terbentuk tidak seperti lingkaran. Lama dia berfikir, termenung. " Ah.. biarlah apa yang mau dicari pun bukan ini."
Amir mencoba mengutak atik sensornya. Sekali dia melihat sensor, sekali melihat komputer. Bagimana menghubungkannya? Lalu apa yang membut speaker piezo itu berbunyi, benda apa yang akan memberi dia getaran. Amir
terdiam... dan akhirnya cukup sudah untuk hari ini, besok saja dia akan mendiskusikannya dengan Pak Hari yang diketahuinya sudah pulang duluan dari tadi karena jam kantor sudah berakhir.
Keesokan harinya, Pak Hari datang lebih pagi daripada Amir. Pak Hari memeriksa ruangan yang disusun Amir kemarin. Dia tidak berkata banyak meski sebenarnya dia tidak terlalu puas dengan meja besar dudukan eksperimen dimana disana terletak kotak laser dan interferometer. Pak Hari bilang ini seharusnya meja anti getar. Yang Amir tahu meja anti getar itu terbuat dari besi padat, dengan lubang-lubang di seluruh permukaannya, sedemikian berat sehingga tidak bisa tergeser dengan gerakan tidak sengaja dan kalau ada getaran yang tidak diharapkan tidak akan berpengaruh pada pancaran laser ke interferometer. Tapi dimana mencari meja seperti itu? Di lihat di seluruh laboratorium pun tidak ada, mau di beli? Itu lebih tidak mungkin. Pak Hari mengeluarkan kotak kecil dari tasnya. "Ini.. " katanya memberikan kotak itu ke Amir. Amir membukanya ternyata di dalamnya ada webcam yang sudah dipreteli lensanya, cd driver dan komponen-komponen elektronika yang sepertinya sudah tidak baru lagi. Mungkin ini semua alat-alat yang dipakai Pak Hari dalam penelitiannya waktu di Surabaya itu.
" Ini nanti webcam nya di letakkan disini, dan ini dicopot dulu." Kata Pak Hari menunjukkan cermin dimana tidak ada piezonya.
"Lalu, apa yang akan kita ukur dengan webcam ini, Pak? Tanya Amir membuka kotak itu dan memberikan webcamnya ke Pak Hari.
Pak Hari terlihat mulai tegang lagi, yang semula dia terlihat gembira mulai melemahkan suaranya mengalihkan perhatian Amir dengan memintanya memasang webcam di dekat interferometer.
Amir pun terdiam dan menuruti apa yang diminta Pak Hari.
Siang itu berlalu dengan Amir sibuk mengutak-atik mainan barunya. Pak
Hari sudah lama pergi ke Jurusan sejak waktu makan siang. Mungkin sekarang Pak Hari pun sudah bersiap- siap mau pulang karena jam sudah menunjukkan pukul 4 sore.
Amir semakin bingung dengan apa yang akan dia kerjakan ini. Buku referensi dari Pak Hari cuma menjelaskan tentang bagaimana Berrilion ilmuwan Prancis menjelaskan gelombang elektromagnetik berintraksi dengan gelombang mekanik. Namun, bagimana melakukan ekperimen ini dia tidak benar-benar mendapatkan kejelasan yang pasti. Amir terduduk lemas di bangkunya sambil membuka internet di komputer bising dalam ruangan itu. Lalu dia teringat Efri, yang berada di ruang sebelah, teman seangkatannya yang cerdas, yang biasa menerangkan hal-hal rumit sedemikian sederhana menjadi mudah dimengerti.
Amir pun menyelonong masuk ke ruang sebelah. Efri sedang memeriksa kertas ujian paraktikum labor elektronika mahasiswa pertanian.
"Gimana ini Fri..? Aku benar-benar tidak mengerti tentang apa yang akan aku kerjakan ini. Aku sudah tanya ke Pak Hari, dia tidak menjelaskan apa sebenarnya yang mau dicari dalam penelitian ku ini." keluh Amir mengernyitkan dahinya sambil menggaruk garuk kepala. Efri hanya tertawa, di balik kacamata itu, sorot matanya seperti dia mengatakan, "makanya jangan mengambil penelitian yang susah-susah".
"Apa judul penelitianmu?" Tanya Efri singkat.
" Pengukuran Benda Bergetar dengan Interferometer Michalson."
"Apa yang mau diukur?" Tanya Efri sambi memeriksa kertas ujian, sesekali tangannya mencoret-coret kertas itu denga pena merahnya. "Apa ya?" Jawab Amir kebingungan.
"Lah.. kamu sendiri tidak tahu, lalu mau bikin apa?" Jawab Efri yang mulai serius bicara, menghentikan pekerjaannya.
"Di situ kamu menggunakan laser kan, terus Interferometer. Yang mau diukur yang mananya?"
"Kata Pak Hari getaran piezo yang di interferometer.
"Baik kalau getaran itu bisa kita anggap gelombang, di gelombang ada besaran-besaran fisika seperti frekuensi, perioda dan amplitudo. Lalu yang mananya yang mau diukur." Amir terdiam.
"Ya sudah, kita ambil saja frekuensinya. Saya pikir itu saja sudah cukup." "Tapi kata Pak Hari melihatnya pakai komputer."
"Kamu mau mengukur frekuensi itu pakai komputer? Berarti kamu harus membuat sensornya dulu dan membuat rangkaian elektronik pendukungnya, lalu membikin program drivernya untuk dapat di baca di komputer."
"Sebegitu rumitkah.?!" sahut Amir tidak percaya sambil membelalakkan matanya.
"Bagaimana aku bisa melakukannya, aku mengambil penelitian ini agar murah dan simple. " sambung Amir.
"Tapi, kalau itu maunya Pak Hari ya.. demikianlah jalan keluarnya." Sambung
Efri.
"Aku membikin rangkaian pendukung sensor itu sudah satu penelitian di bidang elektronika, lalu bikin driver sudah satu penelitian lagi di bidang komputasi. Jadi aku akan membikin tiga penelitian sekaligus. Tidak.. tidak... ini gila." Jawab Amir.
"Atau begini saja kamu tes dulu saja, apa sensor yang di berikan Pak Hari bekerja untuk mengukur benda bergetar itu atau tidak? Dari pola fringi hasil interferometer itu, kan?."
Amir hanya mengangguk lemas, dia tidak terlalu yakin dengan anggukannya apakah telah menjawab pertanyaan Efri atau tidak, karena dia pun tidak terlalu mengerti dengan pertanyaanya itu.
"Oke.. bikin saja nanti aku bantu." Jawab Efri enteng sambil melanjutkan pekerjaanya memeriksa kertas tes yang berserakan dimejanya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Roman Selengkapnya
Lihat Roman Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun