Foto seorang jenazah yang mati tersenyum adalah gambar yang terus aku lihat dan perhatikan. Bahkan, aku perlihatkan ke Emak dan adikku, sambil berujar, "lihatlah, ini kematian indah. Tertawa renyah saat nyawa diambil pemilik-Nya."
Karena itu, aku terus merenung di dalam hati: Apa aku bisa mati seindah itu?
Kalian jangan berpikir aku tengah putus asa. Tak usah pula berpikir aku orang yang lagi tidak punya pikiran dan mimpi lagi di alam raya ini. Sama sekali tidak. Aku hanya tengah memastikan diriku, apa aku sudah siap dan menyiapakan bekal abadi untuk di alam yang tak ada lagi perih pun ketidakadilan di sana.
Kita dikejutikan dengan roboh dan ambruknya bangunan masjid di ponpes Al-khoziny di Sidoarjo. Tragedi itu menjadi sorotan karena ada ratusan korban dan puluhan nyawa gugur di saat waktu salat asar. Bagaimana bisa, bangunan yang baru di bangun dan di cor bisa runtuh, saat di mana kumpulan santri menyatu dalam pelukan intim ketaatan.
Suara di luar terbagi dua kutub, antara yang pro dan kontra. Mereka yang kontra jelas menyalahkan pihak pondok yang teledor membangun tanpa meperhatikan IMB dan aturan teknis keselamatan. Banyak yang ingin pihak pondok diusut dengan seksama. Selama ini bangunan di kawasan pondok banyak yang menyalahi wewenang, dan itu tentu perlu ditindak.
Hilangnya nyawa adalah tragedi menyedihkan pun memilukan. Para penuntut ilmu itu pergi di saat waktu ijabah. Kenapa ini terjadi dan kenapa harus begitu banyak korban. Terbongkar mekanisme yang kurang memperhatikan aturan, tentu saja hukum negara harus bicara di sini.
Di lain sisi, suara lain berkata ini murni musibah. Ini takdir yang Kuasa. Siapa yang mau ini terjadi. Oleh karenanya, tidak usah mencari siapa yang salah tapi merenungkan hikmah apa yang di baliknya. Mereka yang terus memojokkan pihak pondok bahkan mencaci seolah-olah ini "kesengajaan" adalah orang yang tidak beradab.
Jelas semua berduka, tapi kenapa sibuk mencari kesalahan daripada berempati. Apalagi terus menyalahkan Pak Kiai dengan kata dan penggalan kalimat yang mengiris rasa! Apa mereka pikir kiai sepuh tidak merasakan luka dan juga sesak dadanya menyaksikan kenyataan pahit, santri-santrinya gugur tertimpa reruntuhan bangunan mulia itu?
Terus begitu polemik, salah dan benar adalah gambaran nyata kehidupan. Semua bisa berkata, tapi kita percaya, ini luka untuk semua. Siapa yang salah, biarkan penegak hukum nanti menentukan. Beri waktu untuk meneliti, menyelidiki dan memutuskan siapa pihak yang pantas ditunjuk sebagai tersangka.
Namun, aku pun mungkin kamu, tersentuh dengan akhlak anak-anak santri itu yang menampilkan ketataan dan ketabahan di tengah tragedi ini. Ya, betapa suci dan putihnya hati mereka. Setidaknya, kita melihat dari video viral yang disuguhi di laman medsos.