Ketika Imam sedang khutbah jum'at, tiba-tiba seorang jama'ah teriak tak karuan. Kontan saja membuat kepanikan seantero Masjid al-Ikhlas, tadi siang, jum'at (16/05/25) di kampung Kami.
Siapa yang teriak itu?
Ternyata, jama'ah dari kampung sebelah yang memang tengah diuji kesehatan mentalnya. Itu berlangsung beberapa tahun. Kenapa bisa begitu? Ada banyak asumsi juga opini tersiar di lisan para tetangganya.
"Siapa itu tadi yang teriak-teriak," kata seorang sepuh, setelah selesai salat, yang mendengar keributan tapi tidak melihat pelakunya.
"Oh, itu santri-nya ustaz Jamal," jawab seorang imam muda yang menjawab, tapi jawaban itu seperti angin lalu. Antara didengar dan tidak.
***
Kami biasa menyebutnya si ay-ay. Entah kenapa harus disebut begitu. Mungkin tubuhnya tinggi dan agak bungkuk, atau karena lisannya sering berujar 'ay-ay'. Ada juga yang manggil si Oray, karena ya... badannya mirip begitu.
Setahu saya, kegonjangan pikirannya gak terlalu lama. Artinya bukan bawaan dari orok. Sekitar lima tahunan ini. Sebelumnya, dia remaja yang rajin ibadah dan masih pula nyantri di ustaz tak jauh dari rumahnya. Memang pendiam, tapi gak ada gejala yang aneh. Kalau ketemu kami saling sapa kok. Usianya sekitar 20-an tahun.
Saya gak tahu pasti kenapa dia bisa begitu. Namun pernah saya tanya ke pamannya (adik dari ibunya) kenapa dia bisa begitu. Sekitar dua tahunan lalu.
"Lah kak, laju namah karunya kak kolot. Anak loba tapi te aya nu usaha. Mikiran manehna, ya terus ngalamun, ya kitu. Makana ku urang tah ka Jakarta, supaya bek-bar pikiran na." Kenyataannya, penyakit mental itu masih melekat sampai sekarang.