Mohon tunggu...
Mahyu Annafi
Mahyu Annafi Mohon Tunggu... Guru Ngaji

Hamba yang sedang belajar menulis, suka membaca dan menelaah berbagai pemikiran. Saya condong menulis ke dunia pendidikan, mental, politik dan isu sosial. Angkatan ke 38 di Kelas Menulis Rumah Dunia (KMRD) di Serang.

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal

Isu Sampah yang Masih Bau di Pandeglang

13 Agustus 2025   21:17 Diperbarui: 13 Agustus 2025   21:17 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Isu sampah masih menggema di ranah maya, dilanjutkan ke aksi nyata di depan kantor pemerintahan Pandeglang. Suara itu masih nyaring, menganulir keputusan untuk bekerja sama dengan pemerintah Tangsel soal sampah. Sampah yang bau itu tak boleh ditampung pun menjejal bumi Pandeglang, apa pun alasannya.

Menampung sampah per hari 300-500 ton itu bukan perkara sepele. Apalagi kita tahu, bagaimana absurd-nya pengelolaan sampah itu sendiri. Sampah yang ada saja menumpuk dan berantakan, kemudian menimbulkan bau yang tak sedap. Perlu kerja keras dan kerja sama mengelola apa yang ada.

Kalau kebijakan ini terus dilanjutkan, tentu kita bisa belajar dari kasus pengelolaan di TPA Bojong Canar yang telah ditutup itu. Dua puluh tahun beroperasi menampung sampah dari 15 kecamatan, tapi sekarang masih menyisakan tanya dan kecewa di lingkungan masyarakat sekitar. Memang sudah ditutup tapi sampah plastik dan lainnya masih jadi warna yang kuran enak dilihat.

Entah bagaimana kalau TPA Bangkonol menambah volume sampah, sudah dari kota sendiri akan ditambah dengan kota sebelah itu. Cuan yang besar perlu ditimbang pula dengan efek negatif yang bakal dihirup masyarakat sekitar.

Cuan bisa dicari tapi keripuhan warga yang tiap hari bertempur dengan baunya itu sampah perlu juga dipikirkan. Belum kerusakan ekologi juga polusi udara yang menyesakkan dada.

Selama ini sampah di TPA belum maksimal dikelola dan diolah oleh dinas terkait, berbeda kalau sampah itu sudah didaur ulang dengan baik dan tak tercecer. Artinya, masyarakat merasa puas. Bukankah hal polemik ketika mau nyari cuan.

Masalahnya di sini adalah, yang wajib dahulukan baru nyari yang sunah. Jangan main cuan, dahulukan yang memang sudah kewajiban. Dengan respon masyarakat yang begitu masif, apalagi sampah kantor pemerintah di sawer oleh sampah oleh masa demonstrasi, maka pertimbangkan dengan matang.

Kemarahan itu tentu saja bukan tanpa api. Ada asap yang sebelumnya lahir dari provokasi kebijakan yang merasa tidak terwakili. Ada rasa yang dilukai. Oleh karenanya, kapan duduk dan mendudukan masalah sampah ini agar tidak lagi bau? (**)

Pandeglang, 13 Agustus 2025   20.56

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun