Mohon tunggu...
Mahyu Annafi
Mahyu Annafi Mohon Tunggu... Guru Ngaji

Hamba yang sedang belajar menulis, suka membaca dan menelaah berbagai pemikiran. Saya condong menulis ke dunia pendidikan, mental, politik dan isu sosial. Angkatan ke 38 di Kelas Menulis Rumah Dunia (KMRD) di Serang.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Lagi-Lagi Speaker Masjid Bising

4 Maret 2025   01:05 Diperbarui: 4 Maret 2025   01:05 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi speaker masjid. (Sumber: CNN Indonesia.com)

Di media x, seorang warga mencurahkan kejengkelannya atas TOA Masjid tidak jauh dari rumahnya. Dia mengeluh di bulan suci ini, kenapa mereka yang membaca tilawah al-Qur'an begitu asyik dengan kalam ilahi sampai menjelang sahur, dan di sahur pun ditambah berisik pula dengan ulah sekelompok remaja membangunkan sahur.

Hal yang bikin dia jengkel, yang membaca al-Qur'an tidak paham isinya dan yang mendengarkan pun tidak paham---sekedar membaca lafad-nya. Apa esensinya. Singkatnya, dengan kebisingan suara itu, ia dan istirahatnya terganggu.

Ngomongin TOA dan Masjid, penulis punya pengalaman sendiri, bagaimana ketika lagi asyik tilawah lantas ditegur, "Jangan keras-keras, jauhkan speker-nya," kata seorang tokoh tepat di depan orangnya langsung.

Di kesempatan lain, saat lagi riungan di Masjid yang bersangkutan berseloroh bahwa mengaji di masjid itu menganggu dan komentar lain yang kurang bersahabat. Apa itu cukup? Ternyata tidak, ketika ada yang azan nadanya mendayu-dayu pun dikomentarinya. Pun ketika ada yang tahrim, ditegur pula.

Sampai-sampai mereka yang sering azan agak trauma kalau mau azan. Sebagai awam, agak mengherankan saking anti dengan speaker tiap azan pun jarang sekali menggunakan alat tersebut. Entahlah, apa sebegitu bisingnya sampai begitu takut dengan suaranya.

Efeknya apa, ketika masuk salat dan orang menunggu azan di masjid, tak jua terdengar. Ketika masuk ke Masjid ternyata salat telah didirikan dengan jamaah yang tak lebih dari lima orang, kadang bisa kurang. Kalau tidak ada jamaah, maka menunggu berharap ada yang datang.

Sampai di sini, penulis sungguh mempertanyakan, apa sih motif orang sebegitu antipati dengan suara ngaji di masjid? Lagian kalau boleh curiga, bising dengan suara ngajinya atau volumenya yang kurang enak di kuping?

Saran penulis sederhana, kalau memang kurang nyaman sama volumenya, maka apa tidak bisa di komunikasikan dengan DKM setempat. Daripada ngedumel tak jelas di media atau lain tempat selain tak soluktif juga menguras emosi maka apa tidak bisa coba-coba mencari solusi.

Hal yang penulis takutkan, kalau upaya untuk "speker" tidak boleh lagi bersuara maka bakal terjadi "tradisi yang lumpuh". Anak muda yang makin ke sini agak hati-hati sowan ke masjid, karena tidak merasa kenyamanan lantas "dikekang" lagi oleh batasan agar tidak berisik.

Saya pikir apa tidak lebih baik kita sama-sama membenahi rumah kita ini, bagaimana agar bisa membuat nyaman dan aman. Kalau kita tanya kepada mereka yang suka tilawah di TOA masjid, apa benar tujuannya ingin dipuji saja oleh masyarakatnya, pasti akan terjadi dualisme: antara yang setuju dan tidak setuju.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun