Mohon tunggu...
Mahyu Annafi
Mahyu Annafi Mohon Tunggu... Guru Ngaji

Hamba yang sedang belajar menulis, suka membaca dan menelaah berbagai pemikiran. Saya condong menulis ke dunia pendidikan, mental, politik dan isu sosial. Angkatan ke 38 di Kelas Menulis Rumah Dunia (KMRD) di Serang.

Selanjutnya

Tutup

Diary

Hari Lahir: Tidak Ada Lilin di Tujuh Februari Kemarin

22 Februari 2025   23:03 Diperbarui: 22 Februari 2025   23:03 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
tiada lilin di tanggal tujuh februari kemarin. (dokpri)

Tanggal tujuh di bulan februari seharusnya special bagiku, karena sebagaimana tercatat di akta kelahiran aku berojol. Meski pun orangtuaku masih bingung akan kebenaran tanggal itu, sebab aku ditulis di bulan hijriah, tanggal hijriah dan harinya sabtu. Sedangkan di akta masehi, lai lagi. Jadi di sini, telah terjadi konspirasi nyata sekali.

Aku sendiri tidak terlalu memikirkan, sudah lahir ke dunia saja dengan kondisi sehat wal'afiat saja sudah bersyukur. Punya emak dan bapak yang punya hubungan sah secara agama dan negara meski surat nikahnya sampai sekarang masih ditahan pihak KUA, sudah bersyukur. Sudah pula dua kali tasyakuran atas namaku. Jadi, apa yang perlu dirisaukan. Memang bapakku bukan presiden pun pejabat negara, ya sudah terima saja. Mungkin itu yang terbaik.

Dipikir-pikir, sudahlah, mau tanggal berapa atau hari apa lahir sama saja selama hidup itu tidak bawa ke jalan yang terang. Semua kita, pasti bakal diminta pertanggungjawaban. Semua gimana kadar, apa banyak yang ke kanan atau justeru yang kiri.

Baca juga: Hari Lahir Merdeka

Di al-Waqi'ah di sebut ashabul yamin dan ada pula ashabul syimal. Di mana kita berada, tergantung nikmat yang kita gunakan sekarang. Seharusnya, masa sekarang yang kita harus pikirkan bukan masa lalu pun masa yang akan datang.

Di tanggal aku lahir kemarin, tidak ada yang mengujarkan selamat, tidak ada perayaan dan tidak ada yang mengingatkan. Bahkan aku sendiri pun lupa, baru ingat sekarang. Hiks, betapa aku terlupa semasih hidup pula. Tak apa, kan aku bukan siapa-siapa, hanya manusia biasa yang ingin abadi di surga, takut ke neraka tapi kerapkali lupa sama dosa-dosa jiwa.

Tidak ada kesedihan melanda. Tidak ada rasa apa-apa, aku hanya berpikir: usiaku bertambah, apa amal baikku sudah bertambah? Apa ilmuku makin berguna? Apa taatku makin meningkat? Apa maut semakin mendekat, saat menyapa, apa aku tengah salat? Apa sikapku sudah sejalan dengan kebaikan yang aku tahu?

Dan aku, terus berpikir dan memikirkan banyak hal. Semakin bertambahnya usia sejatinya berkurangnya umur di dunia. Betapa banyak kita tersenyum, merayakan hari lahir seolah kita akan hidup lebih lama lagi. Entah betapa juta habis untuk perayaan yang terkesan dibuat-buat, lagi dan terus tiap tahun.

Kalau kata sahabat Abu Darda radiyallahu anhu, berapa banyak orang tertawa tetapi mereka lupa, nanti akan menangis sekeras-kerasnya. Sesal tiada tiara, karena lupa merenungi, sisa usia itu untuk apa dan nanti akan digunakan untuk apa.

Beberapa tahun ke sini, di kampungku pun ada perayaan-perayaan hari lahir begitu. Hari di mana seperti acara hajatan, mengundang tamu dan butuh anggaran yang pastinya tidak sedikit. Acara ultah yang birday-birtday begitu. Aku melihatnya, miris!

Apa esensi acara begitu? Lah iya, kalau di sana sekedar acara syukuran saja, maka tak masalah. Tak masalah juga kalau ada majlis merenung, atas apa yang sudah terjadi dan ke mana langkah bakal diperbaiki; jadi rancu kalau sekedar haha-hihi tanpa punya nilai untuk diri dan ajaran agama yang diyakini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun