Mohon tunggu...
Mahrun Nisa
Mahrun Nisa Mohon Tunggu... Akuntan - Mahasiswi Akuntansi

Mahasiswi Akuntansi Peduli Perubahan

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Tolak Angin, Jadi Benteng Pertahananku Selama di Ketinggian 1726 MDPL

21 Juli 2018   16:24 Diperbarui: 21 Juli 2018   16:45 652
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagi kalian yang memiliki hobi mendaki gunung mungkin sudah tidak asing lagi dengan gunung yang satu ini, terlebih lagi apabila domisili kalian berada di sekitaran Jogja dan Magelang. Ya, Gunung Andong. Gunung yang memiliki ketinggian 1999 dan terletak di Magelang ini memang menjadi favorit para pencari sunrice dengan view yang menakjubkan.

Selain medan yang tidak sulit, berada dibawah ketinggian 2000 MDPL juga menjadi alasan utama mengapa gunung ini selalu menjadi magnet dan dipenuhi oleh para pendaki. Bahkan di weekend dan hari libur, gunung ini sudah over load menurut saya, karena yaaa di atas sudah penuh sekali. 

Sehingga untuk kalian yang mencari ketenangan, gunung ini tidak direkomendasikan. Tapi, kalau kalian masih pemula seperti saya dan ingin coba-coba merasakan sensasinya berada di alam bebas, gunung ini patut kalian jadikan sebagai alternative pilihan.

Sekitar satu tahun yang lalu, saya memberanikan diri untuk mencoba mendaki gunung. Maklum, posisi saya sebagai seorang cewek dan baru kedua kalinya mendaki dengan pengalaman yang terbilang sangat sedikit. Apalagi di pendakian pertama saya gagal dan tidak mencapai puncak. Tapi, berkat support dari teman-teman, ditambah rasa penasaranku membuat saya sangat ingin untuk menjajaki gunung untuk yang kedua kalinya.  Dan kali ini gunung yang akan saya daki adalah Gunung Andong dengan ketinggian 1726 MDPL

"Bu, aku naik gunung yaa. Sama temen-temen kok, ngga tinggi-tinggi amat kok, boleh ya? Please?". Tanyaku.

"Yes, love you ibu " Kataku sambil ketawa dikit.

Menjelang hari yang ditungu-tunggu berbagai persiapan telah saya lakukan, terutama persiapan fisik yang menjadi perhatian saya. Iyaa lah, fisik yang kuat dan stamina yang prima memang menjadi modal utama dalam pendakian gunung. Makan secara rutin dan bergizi, ditambah olahraga ringan menjadi cara saya dalam menjaga kesehatan fisik. 

Selain persiapan fisik, berbagai persiapan teknis juga saya lakukan. Tentunya dengan koordinasi bersama teman, seperti menyiapkan peralatan, bekal, apa aja yang perlu dibawa dan lain sebagainya. Dalam ekspedisi pendakian, ada beberapa barang yang wajib dibawa selain tenda beserta aksesorisnya, seperti obat-obatan pribadi, baju hangat, baju ganti, senter, bekal makanan & minuman, jas hujan, dan tak lupa ada tolak angin + madu untuk meningkatkan daya tahan tubuh selama di ketinggian.

Ehh, ada yang kelupaan. Bawa juga aksesoris sebagai penunjang saat foto di atas, hihihi.

Serius bawa tolak angin nih?

dokpri
dokpri
Serius, pake banget malah, menurut saya dan berbagai pengalaman teman-teman saya. Daya tahan tubuh itu sangat diperlukan di ketinggian, apalagi posisinya saya sebagai seorang cewek dan berada di alam terbuka yang kita tidak tahu kedepannya akan seperti apa, apakah hujan, cerah, mendung atau seperti apa. Suhu yang relative lebih dingin juga menuntut kita untuk memiliki daya tahan tubuh yang lebih kuat,  apalagi ditambah efek kelelahan karena menapaki jalan yang menanjak terus menerus. 

So, saat mendaki minimal saya bawa 3 tolak angin untuk menjaga kesehatan tubuh saya saat mendaki, satu diminum saat naik, satu sachet saat sudah dipuncak dan sisanya untuk jaga-jaga. Selain tolak angin saya juga bawa madu untuk menambah stamina. Walaupun dalam tolak angin juga ada kandungan madunya, tapi saya rasa perlu tambahan madu lagi untuk menambah stamina.

Oke, biar ngga nanggung kita lanjutin ceritanya yaa.

Di hari H pendakian, saya bersama 7 orang lainnya berangkat dari Sukoharjo sekitar jam 10 pagi.  Sekitar 3 jam perjalanan, akhirnya jam 1 an kami sampai di basecamp Sawit di Salatiga. Kami memilih jalur pendakian Sawit karena "katanya" lebih enjoy selama pendakian, medan yang tidak terlalu berat dengan pemandangan yang menakjubkan.

Setelah istirahat sebentar dan sholat, kami melanjutkan dengan packing-packing dan breaving sebentar untuk memantapkan sebelum pendakian. Tepat jam 2 kami langsung berangkat dari basecamp sawit, tidak lupa berdoa terlebih dahulu dan minum tolak angin untuk meningkatkan kekebalan tubuh.

Kami pun memulai pendakian dengan melewati jalan stapak yang kanan kirinya masih ada rumah-rumah penduduk. Sampai di pintu gerbang, kami berkumpul kembali dan doa bersama.

Dari pintu gerbang kami sudah langsung disuguhkan dengan pemandangan yang indah, kanan kiri adalah sawah milik petani sekitar dan di atas terlihat puncak dengan awan-awan putih yang sungguh indah. 

sumber : krjogja.com
sumber : krjogja.com
Beberapa langkah setelah itu kami langsung dihadapkan dengan trek menanjak yang untungnya sudah dibuatkan tangga untuk memudahkan pendakian, dan itu lumayan banget untuk pemanasan karena tangganya menurut saya terlalu tinggi jaraknya. 

Sekitar 30 menitan kami sampai di Pos 1 yang disitu ada sebuah gubug yang bisa kami gunakan untuk minum air dan istirahat sebentar. Maklum kami naik di siang hari dan jam 2 lagi, beruntung kami diuntungkan dengan adanya pohon-pohon yang rindang disepanjang perjalanan, jadi ngga terlalu panas.

Setelah istirahat 5 menit, kami langsung mendaki lagi, masih dengan trek yang hamper sama. Sekitar 40 menit kemudian baru sampai di Pos 2. Maklum kami kebanyakan wanita dan rata-rata pemula seperti saya. Jadi masih belum terbiasa dengan trek menanjak seperti ini.

Dari pos 2 kami istirahat sebentar, tapi lebih lama dari di pos 1, sekitar 10 menitan lah. Di pos 2 ini sudah terasa capek, sudah ngos-ngosan, dan kaki sudah kaku-kaku. Tapi itu bukan masalah, "Ayoo lanjut, tinggal dikit lagi !" Kata temenku yang mencoba menyemangati kami yang sudah loyo.

10 menit kemudian kami melanjutkan perjalanan, dan waahhh. Dari pos 2 ke pos 3 medannya lebih berat lagi. Tanjakan yang lebih curam, tapi pemandangan yang menakjubkan sudah mulai kami rasakan. Ditambah di pertengahan jalan ada mata air yang bisa kami gunakan untuk sekadar cuci muka, teman kami juga ada yang meminumnya.

Sumber : wisatalicious.com
Sumber : wisatalicious.com
"Segerr, air dari gunung itu alami".

Di perjalanan menuju puncak ini kami lebih sering berhenti, kadang baru 5 langkah terus berhenti. 10 langkah berhenti. Beruntung kami memiliki teman yang sudah terbiasa mendaki, jadi bisa menjadi penyemangat dan sabar lagi, ha ha ha.

Sekitar jam setengah 5 kami sampai di puncak, SubhanaAllah, waaahhh indahnyaaa ciptaanmu Ya Allah. 

Angin begitu kencang, dengan kabut yang tebal. Terlihat jauh mata memandang sekumpulan tenda-tenda warna warni berdiri. Terlihat juga semacam makam yang menambah indah pemandangan di sudut barat (menurut saya :v), maklum disana buta arah.

dokpri
dokpri
Ada juga semacam rumah, yang ketika saya datangi ternyata ada sebuah warung yang jualan berbagai makanan dan minuman. Waaah asik nih, bisa pesen makanan dan minuman di puncak ketinggian.

Dengan istirahat sejenak, kami lanjutkan dengan mendirikan tenda di dekat warung, di sebelah barat dayanya kalau ngga salah (maklum, kan tadi udah dibilang buta arah disana + ngga bawa kompas). Karena kami sudah tidak sabar lagi untuk berbaring melepas penat. 

Dengan kerjasama yang baik, tendapun berhasil berdiri dan srrrrr semua langsung tiduran.

"Minggir-minggir, kita tata dulu, kita bagi tempat biar muat untuk semuanya" Kata temenku yang ngga mau disebut namanya.

Terpaksa deh bangun lagi, dan menata diri beserta barang-barang yang ada. Setengah jam kemudian, setelah capeknya udah mulai hilang. Kami keluar untuk melihat-lihat pemandangan yang sungguh menakjubkan.

Tapi sayang waktu itu kabut begitu tebal, hanya terlihat sinar pudar berwarna orange dari arah barat. Menandakan matahari sudah mulai terbenam, dan bentar lagi akan memasuki malam.

Kami pun kembali ke tenda dan mulai menyiapkan untuk makan malam. Setelah makan malam saya sendiri minum tolak angin, karena kebetulan angina diatas begitu kencang dan dinginnya  berkali-kali lipat dibandingkan di rumah saya. Tentunya untuk menjaga kestabilan dan kekabalan tubuh saya.

Singkat cerita, di pagi harinya kami melihat sunrice yang SubhanAllah begitu indahnya. Cahaya matahari yang berwarna orange, dengan awan-awan disekelilingnya ditambah udara segar yang tidak terkontaminasi dengan polusi, rasanya menjadi momen special di pagi hari itu.

dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
Setelah menikmati indahnya pemandangan dan foto-foto, kami pun mulai packing dan persiapan untuk turun. Terhitung hanya 2 jam waktu yang kami butuhkan dari puncak sampai ke basecamp. Alhamdulillah kami juga selamat sampai rumah masing-masing, sungguh menjadi pengalaman yang sulit untuk dilupakan bagi saya. 

Pelajaran pertama dari mendaki ini saya mulai mengerti tentang pentingnya menjaga kelestarian alam bumi nusantara, jangan sampai kita merusak dan jangan sampai anak cucu kita nanti tidak dapat menikmati keindahan Alam yang ada di Indonesia ini.

Pelajaran kedua adalah tentang kerja keras dalam mendaki, dan yang paling penting adalah bukan tentang sampai puncaknya. Tapi keselamatan kita itu yang paling penting. Seperti yang saya lakukan, untuk menjaga kestabilan dan meningkatkan daya tahan tubuh, saya minum tolak angin. Karena di atas ketinggian, udara begitu dingin dan angin juga sangat kencang. 

Jadi rawan sekali terjadi masuk angin, terlebih lagi posisi kita pasti capek dan makanan yang kita bawa juga ngga banyak gizinya (biasanya sih mie instan). Jadi kita perlu semacam jamu herbal untuk meningkatkan daya tahan tubuh, dan menghindari agar tidak masuk angin atau kedinginan saat di puncak ketinggian. Dan yang paling pas adalah tolak angin, selain pas dikantong tolak angin juga dibuat dari bahan herbal jadi aman untuk di konsumsi. 

Apa saja sih manfaat tolak angin?

dokpri
dokpri
Tolak Angin sebagai obat herbal terstandar dan diproduksi di pabrik berstandar GMP (Good Manufacturing Process) yang berkhasiat untuk menghilangkan gejala masuk angin, seperti : mual, perut kembung, sakit kepala, tenggorokan kering, badan meriang, dan demam. Tolak Angin terbuat dari bahan-bahan alami berkhasiat antara lain : madu, jahe, daun mint, cengkeh, buah adas., diresepkan untuk pertama kali pada tahun 1930 dan mulai diproduksi dalam skala pabrik pada tahun 1951.

Apakah kalian juga demikian ketika mendaki? Share disini juga yaa 

Ini adalah pengalaman nyata saya, dengan sedikit modifikasi dan olesan sastra untuk menciptakan keindahan karya tulisan. Terimakasih sudah membaca. #tolakanginberkhasiatlebih

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun