Mohon tunggu...
Mahir Martin
Mahir Martin Mohon Tunggu... Guru - Guru, Aktivis dan Pemerhati Pendidikan

Penulis: Satu Tahun Pembelajaran Daring, Dirayakan atau Disesali? (Penerbit Deepublish, 2021); Hikmah Pandemi Covid-19 Relevan Sepanjang Masa (Guepedia, 2021); Catatan dari Balik Gerbang Sekolah untuk Para Guru (Guepedia, 2022); Motto: Reflection Notes: Ambil hikmahnya...

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Membangun Sekolah yang Berbudaya

28 Desember 2020   14:07 Diperbarui: 29 Desember 2020   11:36 365
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi guru menjelaskan di dalam kelas (KOMPAS.COM/KRISTIANTO PURNOMO via kompas.com) 

"Pastinya Anda pernah mendengar selentingan terjadinya perpeloncoan di sekolah berasrama, bukan?" Baik perpeloncoan fisik atau psikis memang rentan terjadi di asrama, karena siswa tinggal bersama.

Dengan kampanye yang dilakukan pemerintah, patut diakui kasus perpeloncoan di sekolah memang sudah jarang terdengar, walaupun kita tak tahu apakah budaya perpeloncoan sudah benar-benar hilang atau masih ada.

Budaya perpeloncoan tidak hanya terjadi di asrama. Biasanya perpeloncoan juga terjadi ketika masa-masa orientasi siswa baru. Tanpa pengawasan guru, kakak kelas yang  ditunjuk sebagai koordinator kegiatan orientasi terkadang berlaku semena-mena kepada adik kelasnya.

Budaya Sekolah Berasrama

Dulu, perpeloncoan memang menjadi budaya di beberapa sekolah berasrama. Biasanya, yang terjadi adalah kakak kelas memelonco adik kelasnya, terutama adik kelas yang baru masuk ke asrama. Meskipun hal ini hanya terjadi di beberapa sekolah saja, karena hebohnya pemberitaan, masyarakat pun ramai membicarakannya.

Ya, ada yang beranggapan bahwa perpeloncoan yang terjadi memang sudah menjadi budaya di sekolah. Menarik untuk membahas hal ini dari sisi budayanya. 

Menurut KBBI, budaya adalah sesuatu yg sudah menjadi kebiasaan yang sudah sukar diubah. Jika kebudayaannya baik, tak menjadi masalah, tetapi jika kebudayaannya buruk, seperti halnya kasus perpeloncoan ini, maka akan menjadi masalah besar.

Sebagai guru yang mengajar di sekolah berasrama, saya patut bersyukur, perpeloncoan tidak terjadi di sekolah tempat saya mengajar. Di sekolah kami justru sebaliknya, kakak kelas sangat membantu adik kelasnya. Terlebih lagi, bantu membantu ini sudah menjadi budaya di sekolah kami. Setiap individu di asrama merasa terpanggil untuk membantu penghuni baru asrama.

Ketika siswa baru masuk ke asrama, kakak kelasnya menunjukkan apa yang seharusnya dilakukan siswa baru, menjelaskan peraturan yang ada di asrama, menjelaskan bagaimana rangkaian kegiatan harian di asrama yang harus diikuti. Kakak kelas merangkul adik kelasnya yang baru untuk menjalani semua kegiatan di asrama.

Bukan hanya yang berhubungan dengan kegiatan, kakak kelas juga aktif membantu guru dan pembina asrama untuk memberikan motivasi kepada adik kelasnya agar betah tinggal di asrama. Hal ini sangat penting, karena bagi sebagian siswa, masuk ke asrama adalah hal baru dalam kehidupannya.

Mungkin ada sebagian siswa yang baru pertama kali tinggal jauh dari orang tuanya. Pastinya, hal ini akan menjadi sesuatu yang sulit. Bagi sebagian siswa baru, adaptasi bukanlah sesuatu yang mudah untuk bisa dilakukan. Siswa baru sangat membutuhkan seseorang yang akan bisa menjadi teman curhatnya untuk menguatkan mental dan motivasi dalam dirinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun