Mohon tunggu...
Mahir Martin
Mahir Martin Mohon Tunggu... Guru - Guru, Aktivis dan Pemerhati Pendidikan

Penulis: Satu Tahun Pembelajaran Daring, Dirayakan atau Disesali? (Penerbit Deepublish, 2021); Hikmah Pandemi Covid-19 Relevan Sepanjang Masa (Guepedia, 2021); Catatan dari Balik Gerbang Sekolah untuk Para Guru (Guepedia, 2022); Motto: Reflection Notes: Ambil hikmahnya...

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Apakah Hukuman Mendidik Benar-benar Mendidik?

24 Oktober 2020   21:00 Diperbarui: 25 Oktober 2020   08:22 374
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Thinkstockphotos via kompas.com)

"Mimi, katanya kamu mau ikut lomba ya?" tanyaku kepada salah satu siswi. "Ya Pak, tapi tidak diizinkan karena nilai weekly test saya turun Pak..." itu jawaban yang diberikan siswi yang akrab dipanggil Mimi itu.

Mimi memang adalah siswi yang rajin mengikuti lomba. Di masa libur akhir tahun pelajaran lalu, yang bertepatan juga dengan masa awal-awal pandemi, Mimi mengikuti beberapa lomba. Hasilnya, bisa dibilang tidak mengecewakan.

Prosedur Lomba

Di sekolah kami, banyak siswa yang tertarik untuk mengikuti lomba-lomba di luar sekolah. Apalagi di masa pandemi seperti sekarang, lomba-lomba yang bersifat online menjamur. Jika tidak dikontrol, lomba-lomba yang diikuti akan tidak beraturan, tujuan mengikuti lomba untuk menunjang pembelajaran di sekolah akan tidak tercapai.

Oleh karena itu, mulai minggu ini diterapkan standar prosedur untuk siswa yang ingin mengikuti perlombaan di luar sekolah. Prosedur utamanya adalah siswa harus memiliki nilai weekly test di atas standar minimum jika ingin mengikuti lomba. 

Weekly test adalah sebuah tes yang dilaksanakan di akhir pekan untuk menguji pemahaman siswa terhadap materi pelajaran yang dipelajari pada minggu tersebut.

Prosedur ini kami buat dalam rangka mengontrol siswa yang akan mengikuti lomba. Sehingga siswa tidak asal mengikuti lomba, tetapi perlu ada mekanisme yang harus diikuti.

Sudah tentunya, nilai weekly test bukan satu-satunya syarat. Ada juga pembinaan dari guru dan seleksi (jika diperlukan) yang harus diikuti.

Dengan adanya prosedur ini diharapkan siswa yang mengikuti lomba benar-benar siswa yang terpilih dan memiliki motivasi untuk berprestasi, tidak hanya asal ikut-ikutan. Dan juga siswa tersebut akan bisa menjaga fokusnya dalam mengikuti pelajaran di sekolah dengan baik, tanpa harus terganggu dan ada yang tertinggal.

Apresiasi dan Hukuman

Prosedur ini dibuat berdasarkan prinsip memberikan apresiasi dan hukuman dalam pendidikan. Bagi yang nilainya mencukupi, apresiasi diberikan dengan pemberian izin mengikuti lomba. Sebaliknya, bagi yang nilainya masih kurang, hukuman diberikan dengan tidak memberikan izin untuk mengikuti lomba.

Apresiasi (reward) dan hukuman (punishment) digunakan dengan tujuan yang sama, yaitu memotivasi siswa dalam belajar. Apresiasi diberikan untuk memotivasi siswa untuk meningkatkan prestasinya. Hukuman diberikan untuk memotivasi siswa memperbaiki diri sehingga menjadi lebih baik.

Mendiskusikan apresiasi dan hukuman memang penting dalam pendidikan. Memberi apresiasi mudah, memberi hukuman yang sulit. Apresiasi selalu disenangi, hukuman tidak ada yang suka.

Pendidikan tempo dulu biasanya memberi hukuman fisik. Jika tak bisa menjawab soal di kelas, siswa dihukum berdiri dengan satu kaki di depan kelas atau lari mengelilingi lapangan sekolah.

Sekarang, tak boleh lagi ada hukuman fisik. Jika masih dilakukan, guru bisa dituntut, bahkan bisa saja dipenjarakan. Hukuman yang dibenarkan adalah hukuman yang mendidik. 

Pertanyaannya adalah apakah hukuman mendidik benar-benar bisa mendidik? Bagaimana bentuk hukuman yang mendidik? Ketika hukuman diberikan apakah benar-benar bisa meningkatkan motivasi siswa atau justru sebaliknya? 

Permasalahan memberikan hukuman mendidik yang baik dan sesuai kepada siswa memerlukan pemikiran yang mendalam. Karena sejatinya, tidak ada satu siswa pun yang suka untuk dihukum, apapun bentuk hukumannya. Di mata siswa, hukuman fisik atau hukuman mendidik terasa sama saja, sama-sama tidak enaknya.

Memberi hukuman

Lantas, apa kiranya yang perlu dilakukan seorang pendidik mengenai hal ini?

Memberi hukuman tidak mesti diartikan dengan memberikan kesengsaraan, tidak memberikan kenikmatan pun juga bermakna hukuman.

Prinsip ini yang kami pakai pada konteks weekly test di sekolah kami. Sebenarnya, siswa yang nilai weekly testnya di bawah standar tidak diberikan hukuman, mereka hanya tidak bisa mengikuti lomba-lomba di luar sekolah. Tujuannya, agar siswa termotivasi untuk terus belajar dan memperoleh nilai yang baik di weekly test. 

Dalam realitasnya, bisa terjadi kebalikannya. Siswa justru semakin menurun motivasinya ketika tidak diberikan izin mengikuti lomba. Hal ini memang dilematis, diberi hukuman salah, tidak diberi hukuman juga salah.

Sebuah Hikmah

Seharusnya, agar pemberian hukuman bisa sesuai dengan tujuannya untuk memotivasi siswa, diperlukan tindakan tambahan untuk memastikan siswa memahami apa maksud dari hukuman yang diberikan. 

Prinsip ini yang saya terapkan pada Mimi. Setelah tahu Mimi tidak bisa mengikuti lomba karena nilai weekly testnya turun, saya mencoba menjelaskan maksud dari hukuman yang diberikan kepadanya itu. Saya khawatir motivasinya justru semakin turun dengan adanya hukuman itu.

Dan ternyata, ada hikmah di balik usaha yang saya lakukan. Setelah diperhatikan, pendaftaran lomba yang ingin diikuti Mimi masih dibuka sampai minggu depan. Itu artinya, Mimi masih memiliki kemungkinan untuk diizinkan mengikuti lomba, asal nilai weekly test Mimi minggu ini bisa di atas standar minimum.

Langsung saya berkata kepada Mimi, "Akhir pekan ini kan ada weekly lagi, kamu belajar benar-benar..jika nilai bagus bisa mendaftar lomba", kataku.

Pada akhirnya, nilai weekly test Mimi minggu ini bisa melampaui standar dan Mimi diizinkan mendaftar mengikuti lomba. Mimi sangat bahagia. Senang rasanya melihat kebahagiaan pada diri siswa.

Alhasil, pertanyaan apakah hukuman mendidik benar-benar bisa mendidik terjawab sudah. Intinya adalah ada pada prosedur hukuman itu sendiri. 

Memberikan hukuman kepada siswa tidak selesai dengan sekedar mengikuti prosedur yang ada. Yang perlu dilakukan adalah memberikan pemahaman dan pencerahan kepada siswa agar hukuman yang diberikan benar-benar bisa memotivasi, bukan justru kebalikannya. Inilah sejatinya makna hukuman yang mendidik dalam pendidikan.

[Baca Juga: Kesuksesan adalah Akumulasi dari Hal-hal Detail yang Dilakukan]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun