Mohon tunggu...
Mahir Martin
Mahir Martin Mohon Tunggu... Guru - Guru, Aktivis dan Pemerhati Pendidikan

Penulis: Satu Tahun Pembelajaran Daring, Dirayakan atau Disesali? (Penerbit Deepublish, 2021); Hikmah Pandemi Covid-19 Relevan Sepanjang Masa (Guepedia, 2021); Catatan dari Balik Gerbang Sekolah untuk Para Guru (Guepedia, 2022); Motto: Reflection Notes: Ambil hikmahnya...

Selanjutnya

Tutup

Sosok Artikel Utama

Apresiasi dan Sanjungan dalam Pusaran Pilkada

9 September 2020   09:17 Diperbarui: 9 September 2020   19:18 862
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Spanduk ajakan memerangi politik uang dan politisasi SARA saat pilkada terpasang di kawasan Pamulang Timur, Tangerang Selatan, Banten, Selasa (4/8/2020). (Foto: KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN)

Anda pasti pernah mendengar nama Stevie Wonder, musikus Amerika yang terkenal lewat lagu romantis berjudul "I just called to say I love you" yang dirilis tahun 80-an.

Stevie Wonder adalah musikus legendaris yang dikenal tak bisa melihat. Di dunia musik nama besarnya tak diragukan lagi. Banyak sekali penghargaan yang diraihnya selama meniti karirnya.

Memberi Apresiasi

Ada hal yang menarik dalam kehidupan Stevie, seperti ditulis Paul Audrant dalam bukunya yang berjudul, Paul Harvey's The Rest of the Story, pernah menceritakan bagaimana awal mula karir Stevie.

Diceritakan bahwa ada seorang guru yang meminta tolong kepada Stevie untuk mencarikan tikus yang hilang di dalam kelas.

Stevie merasa dirinya mendapatkan apresiasi dengan permintaan tolong itu. Ia merasa dirinya memiliki talenta alami dengan kemampuan mendengar telinganya yang diatas rata-rata sebagai ganti matanya yang tak bisa melihat. Dan talenta itu di apresiasi.

Stevie merasa bahwa bentuk apresiasi ini adalah permulaan kehidupan baru baginya.

Lain halnya dengan Stevie Wonder yang merasa sangat beruntung mendapatkan apresiasi dari seorang guru, Andrew Carnegie, seorang industrialis, pengusaha, dermawan besar dan salah satu orang terkaya di dunia pada akhir abad ke-19 mempunyai kisah yang berbeda.

Dikisahkan oleh Dale Carnegie dalam bukunya yang berjudul How to win friends and influence people tentang bagaimana Andrew Carnegie bisa begitu sukses dalam karirnya. Sebagai catatan penulis buku memiliki nama belakang yang sama dengan Andrew Carnegie, tetapi mereka tidak memiliki hubungan keluarga. 

Dalam kisahnya Andrew Carnegie mengangkat Charles Swab menjadi presiden direktur pada sebuah perusahaan baja miliknya yang baru saja berdiri. Uniknya, ketika itu Swab masih berusia tiga puluh delapan tahun. Usia yang relatif masih sangat muda untuk jabatan setinggi itu.

Andrew tidak melakukan ini karena Swab jenius atau memiliki pengetahuan yang baik tentang baja, tetapi karena Swab memiliki kemampuan untuk berurusan dengan orang. 

Ya, itulah Andrew Carnegie. Bisa begitu sukses karena dia tahu bagaimana memberikan apresiasi kepada seseorang secara individu maupun dimuka publik.

Di dalam kehidupan keluarga, apresiasi juga memiliki tempat yang penting. Istri/suami memerlukan apresiasi dari pasangannya masing-masing, bukan saling mengkritik satu sama lain. Dalam sebuah penelitian, banyak istri yang kabur atau meminta cerai karena kurang mendapatkan apresiasi dari suaminya.

Apresiasi juga penting dalam mendidik anak. Ini yang biasanya sering terlupakan. Padahal bila dipikir, tidak ada yang lebih menyenangkan bagi anak selain perhatian, penerimaan dan apresiasi dari orang tuanya.

Manusia memang butuh apresiasi. Itu adalah fitrah dari manusia. Apresiasi adalah bagaimana seseorang ingin merasakan dirinya dipentingkan.

Ada dua kemungkinan sikap manusia untuk membuat dirinya dipentingkan. Seseorang bisa melakukan kebaikan atau justru melakukan keburukan untuk bisa mementingkan dirinya di masyarakat.

Hal ini bisa kita lihat sangat jelas pada anak remaja. Ada remaja yang berperilaku positif dan tak sedikit juga yang berperilaku negatif, tujuannya sama. Sama-sama ingin dipentingkan, mendapat simpati dan perhatian orang di sekitarnya.

Perasaan ingin dipentingkan ini terkadang bisa mengganggu kejiwaan seseorang. Biasanya ini terjadi karena ia tidak dapat meraih apa yang diinginkannya di realitas kehidupan.

Kemampuan untuk memberi apresiasi atau mementingkan orang lain adalah sebuah skill yang sangat penting sekali dalam berinteraksi sosial. Apresiasi ini juga yang bisa menutrisi perasaan harga diri (self-esteem) seseorang. Apresiasi ini juga bisa merubah kehidupan seseorang.

Ilustrasi memberi apresiasi (ladyboss.asia, Gambar sudah diolah)
Ilustrasi memberi apresiasi (ladyboss.asia, Gambar sudah diolah)

Memberi Sanjungan

Masih dalam buku fenomenal How to win friends and influence people, Dale Carnegie membedakan antara apresiasi dan sanjungan (flattering).

Menurutnya, apresiasi itu tulus, keluar dari hati, tidak egois dan dikagumi. Sedangkan sanjungan itu tidak tulus, hanya di bibir saja, egois dan dicela.

Sungguh pas perkataan bijak dari pahlawan Meksiko Jenderal Alvaro Obregon yang mengatakan, "Jangan takut dari musuh yang menyerangmu. Takutlah dari teman yang menyanjungmu."

Raja Inggris George V menggantungkan sebuah tulisan di ruang kerjanya di Istana Buckingham yang bertuliskan, "Ajarkan Aku untuk tidak mengajukan atau menerima pujian murahan." Pujian murahan yang dimaksud Raja Inggris itu adalah sanjungan.

Hingar-bingar Pilkada

Apa yang mendasari perasaan menginginkan apresiasi ini? Jika kita tilik lebih mendalam, seseorang ingin diapresiasi karena adanya sebuah hasrat di dalam dirinya.

Filsuf Sigmund Freud mengartikannya sebagai hasrat menjadi orang hebat. Sedangkan filsuf John Dewey mengartikannya sebagai hasrat menjadi orang penting. Esensinya kedua filsuf ini bermaksud sama.

Dalam dunia politik, kedua hasrat ini juga bisa kita temukan. Hingar-bingar pilkada yang saat ini kita rasakan membuat kita memahami korelasi kedua hasrat tersebut dengan hasrat politis.

Pasangan calon yang akan bertarung di pilkada memang tak bisa lepas dari hasrat menjadi orang hebat dan hasrat menjadi orang penting. Intinya hasrat politik ingin menggapai kekuasaan.

Jika hasrat politik ini diselewengkan, jadilah politik uang dan klientelisme (pertukaran barang dan jasa untuk dukungan politik) yang akhirnya akan menghasilkan pemimpin yang tidak kompeten, korup, dan mementingkan golongan.

Akhirnya pemerintahan yang akan dijalankan bersifat otoriter dan oligarkis yang dijalankan oleh beberapa orang yang berkuasa dari golongan atau kelompok tertentu (biasanya pengusaha kaya).

Menjadi kewajiban kita sebagai masyarakat untuk bisa membenarkannya dengan cara memberikan apresiasi yang benar bukan justru menyanjungnya.

Jangan salah artikan pernyataan ini. Memberi apresiasi yang benar kepada yang memiliki hasrat yang salah bukan berarti memberi dukungan. Yang dimaksud adalah mencoba meluruskan kesalahan semampu kita dengan mengedepankan masukan, saran dan dorongan positif, bukan justru mengedepankan kritik.

Alhasil, hasrat ingin menjadi orang hebat dan dipentingkan membuat manusia ingin selalu mendapatkan apresiasi. Memberi apresiasi yang benar, jujur dan tulus akan lebih bermakna dalam kehidupan kita daripada kritik yang tidak akan menyelesaikan permasalahan.

[Baca juga: Lomba "Semua Membacanya", Momentum Hari Aksara Internasional]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun