Mohon tunggu...
Mahir Martin
Mahir Martin Mohon Tunggu... Guru - Guru, Aktivis dan Pemerhati Pendidikan

Penulis: Satu Tahun Pembelajaran Daring, Dirayakan atau Disesali? (Penerbit Deepublish, 2021); Hikmah Pandemi Covid-19 Relevan Sepanjang Masa (Guepedia, 2021); Catatan dari Balik Gerbang Sekolah untuk Para Guru (Guepedia, 2022); Motto: Reflection Notes: Ambil hikmahnya...

Selanjutnya

Tutup

Sosok Artikel Utama

Apresiasi dan Sanjungan dalam Pusaran Pilkada

9 September 2020   09:17 Diperbarui: 9 September 2020   19:18 862
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Spanduk ajakan memerangi politik uang dan politisasi SARA saat pilkada terpasang di kawasan Pamulang Timur, Tangerang Selatan, Banten, Selasa (4/8/2020). (Foto: KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN)

Sungguh pas perkataan bijak dari pahlawan Meksiko Jenderal Alvaro Obregon yang mengatakan, "Jangan takut dari musuh yang menyerangmu. Takutlah dari teman yang menyanjungmu."

Raja Inggris George V menggantungkan sebuah tulisan di ruang kerjanya di Istana Buckingham yang bertuliskan, "Ajarkan Aku untuk tidak mengajukan atau menerima pujian murahan." Pujian murahan yang dimaksud Raja Inggris itu adalah sanjungan.

Hingar-bingar Pilkada

Apa yang mendasari perasaan menginginkan apresiasi ini? Jika kita tilik lebih mendalam, seseorang ingin diapresiasi karena adanya sebuah hasrat di dalam dirinya.

Filsuf Sigmund Freud mengartikannya sebagai hasrat menjadi orang hebat. Sedangkan filsuf John Dewey mengartikannya sebagai hasrat menjadi orang penting. Esensinya kedua filsuf ini bermaksud sama.

Dalam dunia politik, kedua hasrat ini juga bisa kita temukan. Hingar-bingar pilkada yang saat ini kita rasakan membuat kita memahami korelasi kedua hasrat tersebut dengan hasrat politis.

Pasangan calon yang akan bertarung di pilkada memang tak bisa lepas dari hasrat menjadi orang hebat dan hasrat menjadi orang penting. Intinya hasrat politik ingin menggapai kekuasaan.

Jika hasrat politik ini diselewengkan, jadilah politik uang dan klientelisme (pertukaran barang dan jasa untuk dukungan politik) yang akhirnya akan menghasilkan pemimpin yang tidak kompeten, korup, dan mementingkan golongan.

Akhirnya pemerintahan yang akan dijalankan bersifat otoriter dan oligarkis yang dijalankan oleh beberapa orang yang berkuasa dari golongan atau kelompok tertentu (biasanya pengusaha kaya).

Menjadi kewajiban kita sebagai masyarakat untuk bisa membenarkannya dengan cara memberikan apresiasi yang benar bukan justru menyanjungnya.

Jangan salah artikan pernyataan ini. Memberi apresiasi yang benar kepada yang memiliki hasrat yang salah bukan berarti memberi dukungan. Yang dimaksud adalah mencoba meluruskan kesalahan semampu kita dengan mengedepankan masukan, saran dan dorongan positif, bukan justru mengedepankan kritik.

Alhasil, hasrat ingin menjadi orang hebat dan dipentingkan membuat manusia ingin selalu mendapatkan apresiasi. Memberi apresiasi yang benar, jujur dan tulus akan lebih bermakna dalam kehidupan kita daripada kritik yang tidak akan menyelesaikan permasalahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun