Langit yang memucat membawa pertanda akan datangnya panggilan syahdu menyongsong petang. Panggilan adzan yang mengingatkanku akan surau di bibir lembah. Yang selalu membawa rinduku saat maghrib menjelang.
Rinduku pada lelaki, yang membawa kaki-kaki kecilku melangkah menuju surau dan yang mengajarkanku akan bait-bait doa pembawa kedamaian hati. Pada sosok yang menyiratkan ketegasan namun penuh kasih sayang.
Rinduku pada sosok yang membuatku tak takut walau seribu iblis menyeramkan nampak di depanku. Membawa kenanganku pada ciuman sayang terakhir.
Dari lelaki yang kupanggil, Ayah.
Panggilan syahdu itu juga yang mengingatkanku akan gadis kecil yang selalu menungguku untuk bermain bersama sepulang dari surau. Yang selalu menanti dengan gembira datangnya adzan sebagai penanda tibanya waktu bertemu denganku.
Gadis kecil berlengan tunggal bergelangkan salib yang mengajarkanku akan arti suci toleransi. Yang senyuman manisnya selalu menghiasi bibir, kala nafas terakhirnya berhembus dalam pangkuanku, diiringi air mata ibundanya tercinta.
Wahai langit terbangkanlah rinduku pada jiwa-jiwa tenang yang merindu. Yang selalu menghadirkan damai di muka bumi ini.
Ku tak tahu apakah rinduku akan tetap hadir seiring panggilan syahdu yang mulai terusik, Â yang terancam hilang saat maghrib menjelang.
Tangerang, September 2018