Mohon tunggu...
Mahbub Setiawan
Mahbub Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Bukan siapa-siapa

1/2 kemanusiaan, 1/2 ketidaktahuan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Meredam Kegilaan dengan Membuat Tulisan

6 Agustus 2019   21:41 Diperbarui: 6 Agustus 2019   21:54 342
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi: www.agiletrainings.eu

Di tempat tidur itu aku gulang-guling tidak karuan. Pikiran melayang kemana-mana tidak jelas ujung pangkalnya. Dibilang berpikir, apa juga yang sedang dipikirkan. Dibilang tidak berpikir, tapi kok otak bekerja tanpa jeda. Setiap pembaca, pastilah mengalami hal yang demikian. Hal yang membuat kita kadang terjebak dengan rasa yang menjengkelkan, walaupun tidak jelas apa yang menjadi penyebabnya.

Tiba-tiba terlintas di pikiran untuk menuliskan ketidakjelasan itu agar sedikit demi sedikit mengarahkan otak bekerja terencana. Karena melamun itu adalah kerja otak serabutan yang tidak jelas arah tujuannya. Daripada energi otak dipakai melamun tidak karuan, mending saja disalurkan walau sekadar merangkai kalimat yang tidak berbobot ilmiah atau analitis apalagi berbobot filosofis. Tidak masalah, karena hidup ini sudah terlalu berat, masa iya harus diberati lagi dengan sebuah tulisan.

Ketika otak diajak untuk menuliskan apa yang dipikirkannya, maka diharapkan ia tidak lagi mencolot kesana kemari dalam kegiatannya. Ibarat orang yang muter-muter naik motor tidak jelas arah tujuan kemudian diajak nemui rumah mantan. Tentu saja yang tadinya tidak ada kepastian dari muter-muter dengan motornya, sekarang dia ada harapan jika mantannya mau balikan. Karena apapun kejadiaannya nanti, yang jelas perencanaan sudah dijalani. Demikianlah gambarannya ketika kita memiliki satu tujuan di depan. Rencana pasti membuahkan sarana.

Benar saja, ketika pikiran berhamburan kemana-mana tidak terkendali, kemudian dia kita ajak untuk mengikuti arah jari-jemari yang mengetikkan isi pikiran tersebut, pelan tapi pasti ia mulai agak terkendali. Minimal otak diajak bekerja untuk membuat tulisan menjadi dimengerti. Tidak peduli ia menarik atau tidak menarik untuk dibaca, tetapi yang penting otak bekerja mengerahkan logika dan tata bahasa agar tulisan bisa dimengerti oleh akal sehat. Demikian kira-kira tujuan sederhananya.

***

Ini adalah bukti bahwa segala tindakan itu memerlukan adanya kepastian. Kepastian yang akan mengikat potensi agar tidak berkeliaran secara serabutan. Ibarat sebuah hubungan pacaran, jika tidak ada ikatan dan pengendalian yang jelas, awal akhir akan putus juga dengan cara yang tidak karuan. Jadi pikiran yang tidak dikendalikan itu, ibaratnya orang pacaran yang berakhir tanpa ikatan pernikahan. Secara untung rugi, ini sia-sia saja tentunya. Sudah waktu terbuang, duit melayang, eh ujungnya si dia disambar orang. Begitulah nasib sebuah hubungan tanpa ikatan.

Tenaga membutuhkan pengendalian agar bisa disalurkan dengan benar melalui kegiatan yang positif, misalnya bekerja atau berolahraga. Kelebihan tenaga menjadi keburukan bagi jiwa juga bagi raga. Keburukan tenaga bagi jiwa adalah ia akan mengarahkan jiwanya untuk menjelajahi hal-hal yang tidak seharusnya diarungi. Apa itu? Petualangan jiwa selalu menginginkan hal-hal yang baru. Ya jika itu masih dalam batas dan koridor jiwa manusia, lah kalau sampai tersesat ke dalam ruang jiwa binatang, kan jadi berbahaya. Karena perilaku orangnya akan menjadi seperti perilaku binatang.

Hasrat dan keinginan membutuhkan pengendalian dengan cara diupayakannya cara-cara yang benar dalam rangka mencapai tujuannya. Kelebihan hasrat dan keinginan yang tidak terkendali sering membuahkan kejahatan yang tidak diniati. Hal ini banyak sekali contohnya di dalam kehidupan sehari-hari. Kerakusan adalah cerminan dari hasrat memiliki yang tidak dikendalikan. Penindasan adalah cerminan dari hasrat kekuasaan yang tidak dikendalikan. Begitu juga dengan hal-hal lain yang buruk yang menimpa orang yang tidak memiliki pengendalian di dalam kehidupannya. Semua itu berasal dari pengendalian hasrat dan keinginan yang lemah.

***

Demikian juga halnya dengan pikiran dan potensi nalar kita. Ia memerlukan pengendalian energi agar bisa disalurkan dengan positif sehingga tidak membuahkan pikiran-pikiran negatif. Karena setiap orang pada dasarnya memiliki energi untuk berpikir di dalam kapasitasnya, maka energi tersebut layaknya diarahkan ke dalam hal-hal yang positif. Berburuk sangka, khawatir yang berkepanjangan, dendam yang mengendap di hati dan pikiran adalah bentuk-bentuk energi pikiran yang berlebih dan tidak diarahkan secara benar.

Maka, menulis pada hakikatnya merupakan bentuk penyaluran energi pikiran yang berkeliaran dan berkelanjutan. Seakan-akan pikiran membutuhkan wadah untuk dijadikan sebagai tempat pembuangan segala kompleksitas yang dipikirkan. Jika yang muncul di kepalanya adalah lamunan tentang cerita khayalan, maka ia akan melahirkan puisi, cerpen atau bahkan novel berkesinambungan. 

Jika yang bergejolak di dalam kepalanya adalah opini tentang peristiwa politik, sosial, budaya dan lingkungan, maka muncullah tulisan analisis yang memberikan wawasan kepada orang yang membacanya. Begitu pun dengan warna-warni pikiran lainnya, ia akan menghasilkan tulisan yang entah seperti apa jenis dan juntrungnya (seperti tulisan ini barangkali).

Terakhir, hasil dari tulisan tidaklah harus seragam di dalam teknik, pendekatan, kualitas dan tujuannya. Selama menulis mampu menjadi katalisator bagi gumpalan ide dan pikiran, maka ia sudah memberikan kebaikan. Setidaknya orang yang memiliki gerombolan ide di dalam pikirannya, ia tidak akan meracau sendirian di tengah jalan. Ini mirip seperti saya sekarang yang tidak ingin bernasib demikian. Maka tulisan ini sebenarnya hanyalah sebuah upaya agar saya tidak "menjadi gila" di jalanan. Selamat menulis, semoga mendapatkan kebaikan darinya.(*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun