Mohon tunggu...
Mahbub Setiawan
Mahbub Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Bukan siapa-siapa

1/2 kemanusiaan, 1/2 ketidaktahuan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kelemahan dari Orang Pintar

27 Juli 2018   08:56 Diperbarui: 27 Juli 2018   09:16 903
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi: isaiahhankel.com

Das sein tidak selamanya selaras dengan das sollen. Sejatinya dan prinsipnya bahwa pengetahuan yang dimiliki seseorang akan membuatnya lebih rendah hati dan mencair dalam kehidupannya sehari-hari.

Bagaimanapun pengetahuan yang dimiliki akan membuat derajat seseorang menjadi terangkat. Tetapi tidak jarang terjadi, seiring dengan derajat yang meningkat, begitu pula dengan karakter dan sikapnya menjadi lebih ketat. Ketat dalam menerima masukan pendapat, ketat dalam berinteraksi dengan masyarakat.

Jika kita amati dari kehidupan sehari-hari yang ditemui, maka akan didapati beberapa ciri dari seorang yang dianggap mumpuni secara pengetahuan yang bisa dianggap sebagai kelemahan.

Arogan dalam Bersikap

Suatu saat saya mengikuti sesi kuliah dari seorang profesor yang sangat populer di Indonesia bahkan mungkin di dunia dalam bidang keahliannya. Yang namanya profesor populer, kalau dia bertanya dan jawaban tidak sesuai dengan kehendaknya, ada kalanya keluar komentar pedas. Tentu tidak semua profesor demikian.

Ketika itu ada teman sekelas dimakinya dengan ungkapan "bodoh kamu, otakmu tidak berfungsi, gunakan otakmu" dan lain-lain. Tentu saja ungkapan tersebut amat mengagetkan. Tidak disangka-sangka seorang profesor menyampaikan umpatan yang mirip bahasa orang jalanan.

Inilah kelemahan etis yang bisa menghancurkan integritas dirinya. Karena, sebodoh-bodohnya orang, tentu tidak bisa menerima makian seperti itu. Apalagi dengan niatnya belajar, orang yang dimaki justru menunjukkan keinginan untuk menghilangkan kebodohan tersebut. Mengapa keinginan itu tidak dihargai oleh sang ilmuwan arogan tadi?

Jaim dan Self Isolation 

Kelemahan lain dari orang yang pintar atau sok merasa pintar adalah jaim atau jaga imaji. Orang bilang hal ini sebagai sombong. Entah benar atau tidak, tetapi memang demikian adanya. Kesan jaga jarak dan jaga kelas pergaulan sudah menjadi tabiat buruk orang yang merasa berkelas secara keilmuan.

Kesadaran yang salah ini mungkin sebagai akibat dari merasa diri unggul dibandingkan dengan orang lain. Strata sosialnya meningkat memang, tetapi pergaulan pun menjadi terbatas. Mungkin yang bersangkutan berusaha menghindari agar tidak "menjadi bodoh" karena bergaul dengan orang level di bawahnya.

Hal yang aneh dan kontradiktif sebenarnya. Semakin orang berilmu seharusnya semakin luas pergaulannya dengan lapisan bawah. Tetapi kadang kenyataan menunjukkan sebaliknya. Akhirnya sering terjadi bahwa seorang ilmuwan menjadi jauh dari lingkungan sekitarnya. Dulu istilah ini dikenal dengan sebutan "ilmuwan menara gading".

Menyepelekan Pendapat 

Kelemahan lainnya dari orang pintar adalah merasa diri paling tahu segalanya. Sehingga terkesan kurang berminat dengan pengetahuan yang menurutnya sepele atau biasa saja. Padahal jika direnungi, pengetahuan itu merupakan akumulasi dari himpunan pengetahuan yang sederhana menjadi yang lebih kompleks.

Misalnya adalah sikap merendahkan pendapat orang yang menurutnya bukan berasal dari pakar. Mereka mengira bahwa kepakaran menjadi satu-satunya jaminan kebenaran. Padahal kepakaran hanya bagian kecil dari prinsip kebenaran sebuah pengetahuan, bukan ukuran yang mutlak.

Sikap ini barangkali muncul sebagai akibat dari over estimate terhadap pengetahuan yang dimilikinya. Sehingga informasi yang menurutnya sepele hanya akan membuat pusing saja. Itu tidak lebih sebagai "polusi" baginya. Informasi yang akan membuat kemurnian pengetahuannya terganggu. Padahal tidak demikian halnya.

***

Para filosof tidak pernah mengklaim diri sebagai orang yang paling tahu. Bagi mereka, pengetahuan hanya jalan lain menuju kepada kebijaksanaan. Mereka hanya mengklaim diri sebagai orang yang mencintai kebijaksanaan. Ini tercermin dari arti harfiah dari kata filsafat itu sendiri sebagai "mencintai kebijaksanaan".

Penguasaan ilmu nuklir misalnya, bisa menjadi bermanfaat untuk kemanusiaan atau akan menjadi alat pemusnah manusia, semua tergantung dari ada tidaknya kebijaksanaan pada orang yang menguasai ilmu tersebut.

Kebijaksanaan merupakan level tertinggi dari pengetahuan. Dengan parameter dan acuan kebijaksanaan, pengetahuan bisa dikatakan bermanfaat atau justru membawa mudarat. Dengan acun kebijaksanaan, pengetahuan bisa membuat seseorang terpuji atau justru dibenci.(*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun