Mohon tunggu...
Mahar Prastowo
Mahar Prastowo Mohon Tunggu... Ghostwriter | PR | Paralegal

Praktisi Media dan co-PR -- Pewarta di berbagai medan sejak junior sekira 31 tahun lalu. Terlatih menulis secepat orang bicara. Sekarang AI ambil alih. Tak apa, bukankah teknologi memang untuk mempermudah? Quotes: "Mengubah Problem Menjadi Profit" https://muckrack.com/mahar-prastowo/articles

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Antara Kembang Api dan Cahaya Shalawat: Merenungi Makna Maulid Nabi di Tengah Gemerlap Malam

4 Oktober 2025   22:20 Diperbarui: 4 Oktober 2025   22:20 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pesta kembang api. (Foto: Tangkapan layar youtube)

Malam itu langit kampung pecah oleh letupan warna.
Hijau, merah, ungu---berpacu ke angkasa, meledak di udara seperti ingin menyaingi kemuliaan malam. Anak-anak berteriak girang. Orang-orang dewasa tersenyum, sebagian merekam lewat gawai, sebagian lainnya terdiam, menatap seolah ada yang mengganjal di hati.

Padahal, di bawah langit yang sama, suara shalawat menggema. Suara hadrah mengiringi bait-bait pujian:
"Shallallahu 'ala Muhammad, shallallahu 'alaihi wasallam..."

Dan ketika mahalul qiyam-saat umat berdiri sebagai simbol penghormatan kepada Rasulullah - letupan kembang api itu kembali membelah udara. Indah, tapi juga mengguncang rasa. Seakan dua dunia sedang bertemu di satu waktu: dunia cahaya langit dan dunia cahaya hati.

Antara Tradisi dan Euforia

Setiap kali bulan Rabiul Awal datang, masyarakat Nusantara punya cara sendiri untuk mencintai Nabi. Ada yang membaca barzanji di surau kecil, ada yang mengadakan pengajian akbar di alun-alun, dan kini, tak jarang yang menambahkan "pesta rakyat" - lengkap dengan panggung hiburan, makanan gratis, bahkan kembang api.

Sebagian bilang, itu bagian dari syiar.
Sebagian lagi, menilai itu sekadar euforia yang melenceng.

Seorang ustaz kampung, sebut saja ustaz Rofi'i, yang malam itu duduk di serambi mushalla, menatap ke arah langit sambil tersenyum getir.
"Cinta Nabi itu tidak harus dinyalakan dengan kembang api," katanya pelan. "Lebih indah kalau dinyalakan dengan sedekah."

Refleksi Sosial: Ketika Maulid Jadi Panggung Kompetisi

Di banyak daerah, Maulid kini bukan lagi sekadar acara ibadah, tapi juga arena adu gengsi. Siapa panitia yang paling ramai, siapa yang paling banyak mengundang ustaz kondang, siapa yang paling meriah menyalakan kembang api---seolah ukuran cinta kepada Nabi bisa diukur dari jumlah letupan di langit.

Ada yang rela berhutang untuk membeli kembang api ratusan ribu. Ada panitia yang membayar mahal untuk sewa panggung. Sementara di sisi lain, masih ada anak-anak di kampung sebelah yang tak punya sepatu untuk berangkat mengaji.

Kata seorang tokoh masyarakat, "Kita sering lupa, Maulid itu lahir dari rasa syukur, bukan dari nafsu pamer."

Cahaya yang Tak Membakar

Kembang api memberi cahaya sesaat---indah tapi cepat padam. Sedekah, memberi makan fakir miskin, menyalakan cahaya yang tidak padam bahkan hingga akhirat.

Rasulullah bersabda:

"Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya."
(HR. Ahmad)

Dan dalam hadits lain:

"Lindungilah dirimu dari api neraka, walau hanya dengan sepotong kurma."
(HR. Bukhari dan Muslim)

Dua kalimat pendek itu cukup untuk menimbang ulang: mana yang lebih menghidupkan sunnah Nabi - letupan kembang api, atau memberi makan tetangga yang tak mampu beli beras malam itu?

Maulid: Momentum untuk Meneladani, Bukan Sekadar Merayakan

Dalam Ihya Ulumuddin, Imam Al-Ghazali menulis bahwa cinta sejati kepada Rasulullah bukan hanya dengan lisan, tapi dengan mengikuti akhlaknya.
Mencintai Nabi berarti menghidupkan nilai-nilai kasih sayang, keadilan, dan kepedulian.

Ketika Maulid dijadikan momentum untuk membantu yatim, menebus utang orang miskin, atau sekadar membagikan makanan kepada jamaah, di situlah ruh Maulid kembali ke maknanya: merayakan kelahiran rahmat bagi seluruh alam.

"Dan tiadalah Kami mengutus engkau (Muhammad), melainkan sebagai rahmat bagi semesta alam."
(QS. Al-Anbiya: 107)

Apakah kembang api bisa disebut rahmat? Mungkin indah bagi mata, tapi tidak bagi burung yang kaget, bayi yang menangis, atau orang tua yang tersentak jantungnya.

Antara Gairah dan Hikmah

Bukan berarti kembang api haram. Tidak ada larangan eksplisit. Tapi jika niatnya syiar, syiar seperti apa yang ingin kita tunjukkan?

Islam mengajarkan wasathiyah-keseimbangan. Jangan terlalu kaku hingga melarang semua bentuk ekspresi, tapi juga jangan terlalu longgar hingga melupakan substansi.

Ustad Rofi'i menutup malam itu dengan kata-kata yang layak diingat:

"Kalau Nabi masih hidup, saya yakin beliau akan tersenyum saat kita bershalawat. Tapi mungkin beliau akan meneteskan air mata jika tahu, sebagian dari kita lebih sibuk menyalakan kembang api daripada menyalakan kasih."

Cahaya yang Sejati

Kembang api hanya menyala beberapa detik. Sedekah bisa menyala sampai akhirat.
Keduanya sama-sama cahaya, tapi yang satu membakar, yang satu menerangi.

Maka mungkin bukan persoalan perlu atau tidak perlu kembang api. Tapi lebih kepada:
Apakah kembang api itu menambah cinta kita kepada Nabi, atau justru menutupi cahaya cinta itu sendiri?

Penutup:
Merayakan Maulid adalah bentuk cinta. Tapi cinta yang sejati selalu melahirkan manfaat. Bila setiap letupan kembang api diganti dengan sepotong roti untuk yang lapar, mungkin malam Maulid akan benar-benar jadi malam cahaya - bukan di langit, tapi di hati manusia.

[mp]

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun