Mohon tunggu...
Mahar Prastowo
Mahar Prastowo Mohon Tunggu... Ghostwriter | PR | Paralegal

Praktisi Media dan co-PR -- Pewarta di berbagai medan sejak junior sekira 31 tahun lalu. Terlatih menulis secepat orang bicara. Sekarang AI ambil alih. Tak apa, bukankah teknologi memang untuk mempermudah? Quotes: "Mengubah Problem Menjadi Profit" https://muckrack.com/mahar-prastowo/articles

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Antara Kembang Api dan Cahaya Shalawat: Merenungi Makna Maulid Nabi di Tengah Gemerlap Malam

4 Oktober 2025   22:20 Diperbarui: 4 Oktober 2025   22:20 10
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pesta kembang api. (Foto: Tangkapan layar youtube)

"Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya."
(HR. Ahmad)

Dan dalam hadits lain:

"Lindungilah dirimu dari api neraka, walau hanya dengan sepotong kurma."
(HR. Bukhari dan Muslim)

Dua kalimat pendek itu cukup untuk menimbang ulang: mana yang lebih menghidupkan sunnah Nabi - letupan kembang api, atau memberi makan tetangga yang tak mampu beli beras malam itu?

Maulid: Momentum untuk Meneladani, Bukan Sekadar Merayakan

Dalam Ihya Ulumuddin, Imam Al-Ghazali menulis bahwa cinta sejati kepada Rasulullah bukan hanya dengan lisan, tapi dengan mengikuti akhlaknya.
Mencintai Nabi berarti menghidupkan nilai-nilai kasih sayang, keadilan, dan kepedulian.

Ketika Maulid dijadikan momentum untuk membantu yatim, menebus utang orang miskin, atau sekadar membagikan makanan kepada jamaah, di situlah ruh Maulid kembali ke maknanya: merayakan kelahiran rahmat bagi seluruh alam.

"Dan tiadalah Kami mengutus engkau (Muhammad), melainkan sebagai rahmat bagi semesta alam."
(QS. Al-Anbiya: 107)

Apakah kembang api bisa disebut rahmat? Mungkin indah bagi mata, tapi tidak bagi burung yang kaget, bayi yang menangis, atau orang tua yang tersentak jantungnya.

Antara Gairah dan Hikmah

Bukan berarti kembang api haram. Tidak ada larangan eksplisit. Tapi jika niatnya syiar, syiar seperti apa yang ingin kita tunjukkan?

Islam mengajarkan wasathiyah-keseimbangan. Jangan terlalu kaku hingga melarang semua bentuk ekspresi, tapi juga jangan terlalu longgar hingga melupakan substansi.

Ustad Rofi'i menutup malam itu dengan kata-kata yang layak diingat:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun