Mohon tunggu...
maharani wulandari
maharani wulandari Mohon Tunggu... Jurnalis - just a girl with dreams!

membuka cakrawala dengan membaca

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Penindasan Perempuan dan Alam dalam Perspektif Ekofeminisme

12 Maret 2020   01:05 Diperbarui: 12 Maret 2020   01:08 465
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Akhir-akhir ini tengah hangatnya gerakan kesadaran lingkungan yakni untuk menjaga bumi agar tetap bersih, sehat dan hijau. Hingga akhirnya banyak bermunculan organisasi yang bergerak di bidang lingkungan hidup, dan bahkan barang-barang recycled mulai menjadi trend ataupun menjadi sebuah gaya hidup. 

Tanpa disadari ternyata isu lingkungan sangat erat kaitannya dengan isu perempuan, dan tentunya tak dapat dipungkiri bahwasanya krisis ekologi akibat bencana alam ataupun akibat ulah tangan manusia yang kebanyakan dilakukan laki-laki merupakan salah satu isu sensitif cita-cita kesetaraan gender. 

Sensitivisme inilah yang kemudian menjadi modal timbulnya pandangan gender dalam upaya penyelamatan lingkungan hidup atau yang biasa disebut dengan ekofeminisme.

Ekofeminisme sendiri merupakan sebuah konsep mengenai perempuan yang secara kultural selalu dikaitkan dengan alam. Ekofeminisme berpendapat bahwa sesungguhnya ada hubungan historis antara perempuan dan alam, yakni sama-sama pernah mengalami penindasan oleh masyarakat patriarki. 

Contohnya ialah saat alam ditambang, dikuasai, dan ditaklukkan oleh laki-laki. Perbuatan yang dilakukan laki-laki terhadap alam tersebut juga dapat dilakukan kepada perempuan. Perusakan alam sama dengan kekerasan terhadap perempuan.

Ynestra King seorang pelopor pengenalan pemikiran ekofeminisme di Amerika Serikat mengatakan bahwa ada hubungan dialektikal antara penindasan terhadap perempuan dengan penindasan terhadap alam yang dilakukan oleh laki-laki yakni karena adanya Budaya patriarki. 

Maka dalam hal ini, perempuan menempati posisi yang sama dengan alam yaitu sebagai objek bukan subjek. Ketidakadilan terhadap perempuan dalam lingkungan ini berangkat dari pengertian adanya ketidakadilan yang dilakuan oleh manusia terhadap non-manusia atau alam. 

Hal ini tidak mengherankan mengingat bahwa masyarakat kita dibentuk oleh nilai, kepercayaan, pendidikan, tingkah laku yang memakai kerangka kerja patriarki, di mana terdapat pembenaran hubungan dominasi dan subordinasi, penindasan terhadap perempuan oleh laki-laki.

Makna "perempuan dan alam" dapat dilihat sebagai kesadaran akan adanya hubungan kekuasaan yang tidak adil dan terdapat pula model relasi dominasi di dalam wacana lingkungan hidup yang sama dengan wacana perempuan. 

Cara berpikir masyarakat yang hirarkis, dualistik, dan menindas adalah cara berpikir maskulin yang telah mengancam keselamatan perempuan dan alam. 

Budaya patriarki secara nyata mengajarkan untuk menempatkan perempuan sebagai objek, akibatnya "kemanusiaan" kita dengan mudah melakukan ataupun menerima penggundulan hutan sebagaimana kita menerima sebuah berita pelecehan seksual terhadap perempuan. Hal tersebut dianggap wajar, karena hutan dan perempuan merupakan objek semata.

Maka seyogyanya perlu adanya kesadaran dan hubungan kerjasama antara perempuan dan laki-laki, yakni hubungan kerjasama yang setara, seimbang, saling memanusiakan, serta saling membina, dan senantiasa bekerjasama untuk bertanggung jawab atas kelestarian bumi yang merupakan tempat tinggal kita bersama.

Sebagaimana termaktub dalam surah Al- Jatsiyah ayat 13 yang artinya "Dan dia telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir." Segala sesuatu yang ada dilangit dan bumi telah Allah tundukkan bagi manusia, agar manusia dapat mengambil manfaat  dan pelajaran darinya, yaitu dengan memelihara alam sehingga tidak mengalami kerusakan.

Semoga tulisan singkat ini dapat menjadi bahan renungan bersama, bahwa seluruh elemen masyarakat harus turut berpartisipasi dalam upaya menjaga dan merawat alam ataupun bumi yang kita tinggali ini. Kalau bukan kita yang merawat bumi ini, lantas siapa lagi?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun